NAMA
:
Hendri
NIM : 10.15.52
MATA
KULIAH : Pastoral 2
Dosen
Pengampu : Pdt. Retny Mulyani, M.Si
1.
Perbedaan
Empati dengan Simpati adalah :
a) Empati
: Ini adalah perasaan kita yang memahami secara secara saangat dalam dan kuat
terhadap hal-hal yang terjadi pada klien, sehingga kita akhirnya bisa masuk
sejenak kedalam dunia klien, termasuk masalah-masalahnya dan bagaimana kita
memahami masalah yang tejadi pada klien itu sendiri dengan seolah-olah berada
dalam cara pandang klien itu terhadap masalahnya supaya akhirnya kita bisa
memahami dan mengerti kebutuhan dan perasaannya dengan sangat tepat.
b) Simpati
: simpati adalah perasaan yang menyertai kita ketika merasakan apa yang
dirasakan oleh si klien, ini sering mempengaruhi kita sehingga terlarut dalam
dunia klien sehingga memunculkan cara pandang kita terhadap klien menjadi
kurang objektif karena kita terbawa perasaan.
Perbedaan antara keduanya adalah terletak
dalam pengaruh yang dibawa, jika dalam empati unsur yang mendominasi adalah
identifikasi kita yang objektif terhadap perasaan maupun fikiran si klien
dengan tetap rasional, maka dalam simpati yang mendominasi kita ialah perasaan
emosional yang membuat kita menjadi “terlarut” dalam kehidupan dan perasaan
orang lain atau klien sehingga kita bisa saja memunculkan ide-ide sebagai jalan
keluar yang sebenarnya kurang perlu bagi orang tersebut.
2.
Apa
yang dilakukan oleh KO ketika mendengarkan dan berikan contohnya ?
Yang dilakukan seorang KO dalam
mendengarkan ialah, fokus, konsentrasi tinggi, dan menganalisa apa sebenarnya
pokok permasalahan atau keluhan dari klien yang biasanya diceritakannya dengan
emosi yang tidak jelas atau diulangnya beberapa kali sehingga sulit untuk
diketahui apa sebenarnya yang menjadi keluhan serta selanjutnya apa kebutuhan
si klien melalui percakapan konselingnya, untuk hal ini mendengar dengan fokus
serta konsentrasi tinggilah yang berperan sangat sentral karena dengan mendengar
kita bisa mencerna setiap penekanan yang ada dalam cerita si klien terutama
yang diceritakannya dengan berulang kali. Dalam mendengarkan kita harus fokus
untuk :
Ø Mendengarkan
kemarahan
Ø Mendengarkan
tangisan meminta pertolongan
Ø Mendengarkan
kekecewaan
Ø Mendengarkan
kesombongan
Ø Mendengarkan
ketakutan & kemarahan kepada Allah
Dari kefokusan itu kita bisa menangkap,
merasakan, membayangkan dan mengerti maksud yang disampaikan klien dibalik
ucapan dan sikap klien.
Contohnya
: keluhan klien dalam cerita seorang karyawan yang mengatakan “ saya sebenarnya
sangat senang bekerja di perusahan
tempat kerja saya itu tapi lama-lama jadi bosan, saya memang pernah disuruh
isteri saya untuk pindah bekerja dan gaji diperusahaan yang baru itu lebih
besar, lagian perusahaan tempat saya bekerja itu kurang memperhatikan
kesejahteraan karyawannya, saya memang senang dengan pekerjaan saya tapi itu
dia karena bos saya itu juga suka menekan karyawannya tapi banyak hal dari
karyawan yang tidak dia perhatikan, dan bila tetap disitu bekerja, saya rasa
saya dan anak isteri saya bisa jadi orang termiskin didunia deh, jika tetap
seperti ini saya akan pertimbangkan untuk pindah ke pekerjaan lain, saya memang
diberikan tunjangan setiap akhir tahun, tapi itu hanya 1 tahun sekali !”.
Dari sini sebenarnya problem yang sesungguhnya
terjadi ialah bahwa si karyawan ini kurang mendapat perhatian dari atasan
terutama masalah gajinya. Terlihat bahwa ia sudah tidak sabar dengan situasi
perusahaannya yang tak kunjung memperhatikan tetapi menekan kinerjanya. Dia
menginginkan perusahaan meperhatikan dia, gajinya, bahkan mungkin pangkatnya.
Kerja emosi klien disini adalah tuntutan kepada pihak manajemen perusahaannya,
tidak puas kalau hanya ditekan pekerjaannya tapi masalah kesejahteraannya tidak
mendapat perhatian, menurutnya.
Ø Verbatim : Perjuangan Seorang Ibu
KO
: Hendri
KI : Ibu Pl
Keterangan
:
Ibu Pl adalah seorang
ibu yang kesehariannya mengurus anaknya yang “berbeda” dari orang lain,
perbedaannya ialah dari berbahasanya yang kurang maksimal, dan daya
konsentrasinya yang lemah sampai masalah akademis yang terganggu akibat si anak
mengalami hal tersebut. Ibu Pl memiliki masalah tentang bagaimana yang terbaik
yang harus dilakukan untuk anaknya. Termasuk persiapan si anak menjalani masa
depannya kelak.
Siang itu Ibu Pl
berkunjung ke rumah KO, sesampainya disana ia mengetuk pintu dan KO menyambutnya
dengan ramah serta langsung mempersilakan masuk sepertinya mereka sudah saling
mengenal sebelumnya :
KO : “eh, ternyata ibu
Pl,silakan masuk Bu, mari silakan duduk”
KI
: “iya terima kasih ,”
KO :
“ngomong-ngomong bu, apa ada yang bisa saya bantu”?
KI
: “maaf ni mas mengganggu waktu istirahatnya”
KO
: “ooh tidak apa-apa ibu, saya juga sedang santai hari ini, saya senang ibu
juga mau berkunjung kemari”
KI : “Begini
lho mas, saya memiliki puteri, sekarang dia berusia 9 tahun, sejak umurnya satu minggu saya sudah.melihat kalau
puteri saya ini berbeda dari bayi yang lain yang lebih banyak tidur”
KO : “emm, berbedanya
gimana bu”?
KI : “puteri saya itu setiap malam selalu
menangis, bisa tak berhenti sampai subuh, begitu juga siang hari, dia juga bisa
menangis seharian, saya mengira dia seperti itu karena lapar, ternyata sudah
dikasih susu pun dia tetap saja tak berhenti menangis aku sampai memutuskan
untuk berhenti bekerja karena ingin fokus mengurus puteriku”
KO : “wahh, pasti membuat kita khawatir bu ya,
eemmm apa pernah diperiksa ke dokter bu, mungkin pada puteri ibu ada penyebab
yang bisa diatasi medis mungkin”?
KI : “ Menurut dokter, anakku alergi dan harus
diet makan dan aku ikuti saran dokter, tapi tampaknya tak berhasil juga, bahkan
karena diet makan daya tahan tubuhnya malah semakin menurun, sehingga hamper
tiap minggu putriku harus dibawa ke dokter anak supaya tidak sakit”
KO : “jadi setelah diet makan itu malah putri
ibu menjadi kurang daya tahannya bu ya,
? lalu gimana perkembangan pertumbuhan putri ibu, apa tidak ada masalah”?
KI : “hingga usianya 3 tahunputriku belum bisa
bicara, beda sekali dari teman-temannya. Sekalinya bicara tidak jelas, dan
sering membuat aku tidak bisa berkomunikasi dengan dia, bila minta sesuatu dia
juga sering marah dengan kata-kata yang tidak jelas sehingga aku sering
berantem dengannya.”
KO : “saya jadi membayangkan bu, tentu sangat sulit
ketika kita mengurus anak yang kita tidak bisa berkomunikasi dengan baik sama
dia dan pasti itu membuat kita bingung harus ngapain begitu”?
KI :
“sangat sulit masa ini kulalui,aku menjadi drof, dan aku menangis, aku beberapa
kali jatuh pingsan karena kurang tidur mengurus putriku, sampai usianya 5 tahun
putriku masih belum mengalami kemajuan dari kemampuan bicaranya, sehingga
akhirnya aku harus memasukkannya di kelas terapi wicara, dan setelah 1 tahun
menemaninya terapi puji Tuhan tampaknya ada kemajuan”
KO : “terapinya cukup
membuahkan hasil ya bu”
KI : “Menginjak SD putriku masih ada kendala
dalam hal bicara dan konsentrasi. Ia masih berbiacar sering terbalik-balik,
konsentrasinya juga kurang sehingga hal itu sangat mempengaruhi dan mengganggu
masalah akademisnya, saya jadi membandingkan, aku yang dulu langganan bintang
kelas harus melihat kenyataan bahwa anakku yang jauh tertinggal dari
teman-temannya.”
KO
: “memang sulit sih bu berada pada posisi ibu dalam hal ini, ketika kita
sebagai orang tua, tentu mengharapkan anak kita lebih baik dan lebih berhasil
dari kita, lalu kita harus menerima sebuah kenyataan bahwa hal tersebut seolah
tidak terealisasikan tentu kita rasakan ada hal yang kurang, apakah itu pada
diri kita atau gemana gitu”
KI
: “setiap kali aku datang ke sekolah putriku, dan berbicara dengan ibu-ibu wali
murid yang lain, sering terbersit rasa iri, anak-anak mereka mudah sekali
memahami sesuatu, sedangkan aku harus berysaha keras untuk membuat anakku bisa
memahami pelaran dengan baik, mulai dari membuat perangkat belajarnya,
meringkaskan bahasa yang rumit sehingga bisa dia pahami dengan baik,
duh,,sering banget aku mengeluh, aku menangis, aku terkadang bertanya pada
Tuhan tentang hal ini, mengapa Allah mengaruniaiku anak yang sulit, apakah
maknanya”?
KO
: “pertanyaan yang ibu ungkapkan seperti itu memang umumnya yang dirasakan oleh
kita semua ketika melihat sesuatu yang sepertinya katakanlah diluar harapan bu
ya, dan itu penting karena melalui itu kita bisa saja menemukan sebuah jawaban
itu sendiri dari diri kita, kita memang ingin sesuatu yang baik, sempurna dan
sesuai keinginan, itu adalah harapan setiap orang, harapan setiap ibu untuk
anak-anaknya, saya melihat ya bu, ibu sudah hampir menjawab hal tersebut, hal
makna dari pemberian Tuhan ke ibu melalui putri ibu itu terlihat dari berbagai
macam upaya yang ibu lakukan dan berikan untuk putri ibu, sekarang bu, tentu
ibu punya sebuah gambaran tentang suatu hal yang ibu harapkan dengan tindakan
ibu tersebut”
KI : “saya hanya membayangkan, bagaimana
sulitnya anak saya nanti ketika saya sudah tak bisa mendampinginya bila dia
kurang dibekali dari sekarang, menyadari juga bahwa usia ini semakin tua, tentu
semakin lemah, tapi dari semua itu saya hanya bisa berharap semoga jalan yang
sudah saya rintis untuknya bisa membantu dia kelak, setiap manusia ingin yang
sempurna, tapi itu dia, bahwa kenyataan adalah yang mutlak harus kita terima,
dan aku yakin pula dengan keadaan anakku yang seperti itu, dia pasti berkarya
dengan apa yang dia bisa lakukan untuk berkarya.”( Pembicaraan berlangsung sekitar 20 menit lagi dengan pembicaraan yang
mulai melonggar dan arahnya mulai kepada kesadaran KI bahwa dialah yang menjadi
jawaban untuk mendampingi anaknya ).