Tinjauan Etika Sosial Tentang Budaya dan Adat Lokal
“ Praktek Borusik ( Judi ) Pada Budaya Uri Lio Dalam Ritual Totoh Dayak
Siang
Murung Raya”
Perlu untuk diketahui upacara Totoh
adalah rukun kematian tingkat akhir bagi umat Hindu Kaharingan dari suku Dayak Siang
Di Murung Raya. Upacara Totoh ini bisa identik atau memiliki makna yang hampir
sama dengan acara tiwah (Dayak Ngaju), Marabia (Dayak Maanyan Kampung Sepuluh),
Ijambe (Dayak Maanyan Paju Epat) atau Ngaben (Suku Bali).[1]
Menurut Karlie S.Ag[2],
ketua Majelis Resort Agama Hindu Kaharingan Sungai Babuat, Totoh
bukanlah upacara adat biasa, melainkan suatu upacara ritual Agama Hindu yang
mengandung nilai sakral dan bersifat religius yang khas dari Suku Dayak di Das
Barito secara khususnya Dayak Siang. Menurutnya, para arwah yang diupacarai
melalui ritual Totoh itu akan diantar oleh Korowo (kerbau) kepada Telun (mahluk
yang mengantar arwah ke Lowu Lio/lewu tatau/surganya orang Kaharingan). Bagi
umat Hindu Kaharingan di Dayak Siang Lowu Tato adalah tempat yang abadi dan
merupakan tujuan setelah akhir hidupnya didunia ini tiba. Dalam acara ini, Uri
Lio adalah bagian penting dan memiliki nilai yang cukup sakral juga, dimana
melalui berbagai jenis permainan yang dimainkan memiliki tujuan dan makna
tersendiri, tetapi walaupun sakral dan penting tetapi Uri Lio ini hanyalah satu
bagian dari keseluruhan acara Totoh tersebut dan tidak bisa menggeser Totoh itu
sendiri sebagai yang utama. Tetapi belakangan ini, seiring berkembangnya zaman
serta kemajuan, dan semakin berkurangnya orang-orang yang paham akan makna dari
Uri Lio dalam acara Totoh tersebut, maka ada permainan-permainan dalam Uri Lio
tersebut yang kemudian dirasuki oleh perjudian yang dalam bahasa setempat
disebut bocuri Lio atau Borusik Lio, lengkapnya akan kami uraikan secara
sfesifik didalam uraian kami tentang Uri Lio pada point-point berikut.
Uri Lio
Uri Lio
adalah ungkapan dalam bahasa Dayak
Siang yang mendefinisikan permainan-permainan dalam beberapa rangkaian ritual
kematian termasuk Totoh.
Permaian-permainan ini dimaksudkan dengan tujuan menciptakan kebersamaan antara
semua orang yang hadir pada ritual Totoh
tersebut. Ada pula makna-makna sakral dalam permainan tersebut. Berikut akan
dipaparkan permainan-permainan dan makna yang terkandung dalam Uri Lio:
Ø Sawung
Lio (sabung ayam) ini merupakan permainan yang dianggap untuk “marap pali maraa botur korajo” (
menabrak pali atau pantangan dan membuang kutuk dan sial)[3]
,
Ø Gasing
Lio (dadu putar), ini untuk“poteneng
Nyaling”( “poteneng” berarti
menenangkankan Nyaling adalah roh yang dipercaya oleh orang Dayak Siang berada
dirumah sebelum melaksanakan Totoh), kegiatan main dadu putar ini dianggap
untuk mengalihkan perhatiannya supaya tidak mengganggu sementara acara Totoh
berlangsung.
Ø
Keleker Lio (dadu gurak), ceramin lio (kartu
remi), menurut Damang Martinus, kedua permainan ini tidak ada pada acara Uri
Lio yang sebelumnya dan ini entah kapan mulainya menjadi bagian dari Uri Lio,
dan kenapa ini boleh dilakukan dalam Uri Lio tersebut, menurutnya karena ini
membantu untuk membuat orang kuat “ngohin”[4]
atau begadang dengan adanya hiburan bagi mereka dengan permainan kartu
tersebut.
Ø Tumuk
Lio (lempar nasi bekas/kerak nasi), Hotitik Lio (saling siram air), kedua hal tersebut
adalah permainan yang dimaksudkan untuk mengganggu orang yang tidur, supaya
ikut begadang ramai-ramai menemani basir yang memimpin ritual Totoh, suasana
yang ramai akan menjauhkan rumah tempat acara tersebut dari roh-roh jahat
sehingga basir bisa menjalankan tugasnya dengan lancar.
Ø Tari
Lio (tari karang orong), ini merupakan tari pemujaan yang megiringi ritual
Totoh itu. Didalam Karang orong ini ditampilkan berbagai jenis tarian dan
lagu-lagu daerah Dayak Siang yang sesuai dengan asal bahasanya sebagai “Karang
Orong”[5]
berarti tari orang banyak melibatkan semua orang yang mau terlibat ( para
hadirin atau undangan yang menghadiri ritual adat tersebut), biasanya tarian
ini diselingi sambil “Horih Popa” atau minum tuak secara bersama-sama. Semua
orang menari bersama sebagai wujud bahwa mereka bersuka cita karena arwah
keluarga mereka yang telah meninggal akan sampai ke Lowu Tato dan mereka
terlepas dari “Pali Maraa, Bujon Loon”, yang berarti semua pantangan serta
gangguan arwah yang masih gentayangan selama belum diseberangkan ke lowu tato.
Ø Sepak
Pali (sepak sawut = sepak bola api yang menggunakan kelapa tua yang dikeringkan),
menurut cerita nenek moyang, rumah yang mengadakan ritual Totoh itu rentan
diganggu oleh roh-roh jahat yang tidak menginginkan arwah yang diritualkan itu
menyebrang ke Lowu Tato, umumnya menurut kepercayaan, roh-roh tersebut sangat
takut dengan terang (api), maka dilakukanlah sepak pali untuk menakut-nakuti
roh-roh itu dan supaya mereka pergi dari sekitar rumah.
Borusik (Judi)
Seiring
berkembangnya waktu, ada beberapa permainan dalam uri lio itu menjadi tempat bertaruh dalam bentuk uang atau materi. Kegiatan
bertaruh ini tidak dipermasalahkan oleh masyarakat pelaksana acara totoh tersebut. Karena menganggap hal
tersebut adalah biasa dan merupakan bagian yang disebut uri lio dalam totoh itu
sendiri. Ini pun (judi) selanjutnya berkembang semakin besar dan sadar atau
tidak budaya judi tersebut menjadi penguasa dalam seluruh rangkaian acara totoh. Hal Ini terjadi sebab judi
tersebut semakin terbuka dan dilegalkan oleh pelaksana ritual dengan
pertimbangan untuk membantu dari segi biaya dari pungutan yang dilakukan atau
dari sumbangan sukarela dari bandar-bandar yang “memeriahkan” acara itu dan
dipayungi dengan tradisi yang katanya sudah menjadi bagian pelaksanaan acara
tersebut, selanjutnya judi ini dikatakan sudah biasa dalam uri lio. Pemikiran tentang “menyamakan” tradisi uri lio dengan praktek judi yang ada
didalamnya kemudian menjadi merata dalam setiap konsep masyarakat, ini sudah
dianggap bagian dari tradisi, tidak bisa dihilangkan dari rangkaian acara
tersebut.
Bisakah “Borusik” Dalam Totoh disebut Uri
Lio ?
Melihat dari
keterangan di atas, tampaknya makna Uri Lio itu sendiri berbeda dengan konsep yang
selama ini meracuni pikiran masyarakat setempat bahwa Uri Lio bisa diidentikkan
dengan judi. Masyarakat mengkonsepkan pikiran tersebut dengan berdalih bahwa
judi memang bagian dari ritual yang berarti pihak pemerintah secara kontekstual
harus melegalkan hal itu karena penghargaan terhadap adat dan budaya setempat.
Tetapi yang menjadi permasalahan dalam perkembangan sekarang di daerah Tanah
Siang kabupaten Murung Raya, adalah sangat sering orang mengadakan acara Totoh
yang di dalamnya Uri Lio itu malah menjadi bagian yang tampaknya paling penting
daripada ritual Totohnya itu sendiri. Ini terjadi karena Uri Lio inilah incaran
semua orang yang menghadiri acara tersebut karena saat Totoh berlangsung, judi
menjadi legal dengan payung adat Uri Lio. Budaya Uri Lio yang di dalamnya judi
yang juga disebut sebagai bagian dari pelaksanaannya itu menjadi bagian yang
paling menarik minat orang-orang yang biasa malang melintang dalam dunia
perjudian.
Melalui wawancara kami dengan salah seorang
Tokoh Adat Dayak Siang, Bapak Martinus Satu, kami mendapatkan informasi, bahwa
tenyata judi yang merasuki adat Uri Lio pada saat ini adalah hasil dari
masuknya budaya-budaya yang mungkin didapatkan dari daerah lain yang dia
katakan entah dari mana mulanya. untuk itu maka sangat perlu diadakan kajian
yang lebih mendasar dan mendalam tentang hal tersebut. Kelompok kami melihat,
benar saja pendapat dari yang bersangkutan dengan melihat bahwa peristiwa ini (
Judi yang merasuki adat dan budaya ) juga hampir sama dengan kejadian yang
terjadi pada acara Wara di daerah-daerah Taboyan. Menurut
Armadiansyah,S.Ag.SH.MH yang bertindak sebagai ketua tim penelitian dosen
Jurusan Hukum Agama Hindu STAHN-TP Palangka Raya, yang meneliti secara mendalam
tentang Usik Liau dalam Wara, karena selama ini
ada kesan bahwa Usik Liau selalu identik dengan judi
(perjudian) yang oleh pemerintah dan agama dilarang.[6]
Dari hasil penelitian itu, tim peneliti dari STAHN Palangkaraya tersebut juga
melihat bahwa yang paling marak dirasuki perjudian adalah permainan sawung lio
(sabung ayam), kartu remi, dadu gurak dan dadu putar.
Hal yang sama
tampaknya juga dialami oleh ritual adat yakni Totoh di daerah masyarakat Dayak
Siang. Totoh menjadi semakin sering dilaksanakan, tetapi hanya “Uri Lio” dalam
Totoh itu yang diutamakan, ini menyebabkan nilai-nilai kesakralan ritual itu
semakin lama semakin terkikis, tidak ada lagi nilai Totoh itu sebagai ritus
agama, tetapi malah menjadi tempat kemaksiatan menjadi legal dan merajalela
dengan praktek permainan uang dan materi yang dilahirkan oleh “budaya” judi
tersebut.
Tinjauan Etis Tentang Borusik ( Judi )
Dalam Budaya Uri Lio
Dalam
upacara Totoh
sebenarnya tidak dikenal istilah judi atau perjudian yang ada hanya jenis
permainan uri lio. Karena permainan uri lio seperti
itu sudah berlangsung lama sejak jaman dulu kala hingga sekarang ini tetap ada
dalam pelaksanaan upacara Totoh. Didalam Uri Lio tidak
pernah ada keterangan bahwa adanya taruhan uang, yang ada hanyalah permainan beramai-ramai
untuk membangun kebersamaan, yang berarti didalamnya ada nilai sosial, dan juga
untuk memenuhi syarat dari ritual itu yang berarti didalamnya ada nilai sakralnya.
Sedangkan permainan judi, yakni berupa permainan yang sengaja diadakan atau disisipkan
oleh pihak penyelenggara sehingga melebihi aturan adat sehingga dapat merusak nilai
sakral upacara agama tersebut. Contohnya (sabung ayam, dadu gurak,dadu putar,
kartu remi) yang dilaksanakan secara bebas tanpa ada pembatasan, dengan taruhan
ratusan ribu bahkan jutaan Rupiah. Sedangkan menurut Martinus (Damang Kepala
Adat Kecamatan Sungai Babuat) adanya kesulitan memisahkan antara uri
lio yang sebenarnya dengan permainan judi dikarenakan terkait erat
dengan ritual sakralnya adat Totoh tersebut dan masyarakat pun menganggapnya
sebagai tradisi. Permainan uri lio tersebut merupakan
permaianan tradisional yang keberadaannya sudah ada sejak jaman dahulu kala
atau sejak munculnya Totoh dalam kepercayaan Kaharingan itu sendiri, tanpa uri
lio acara Totoh tidak akan didatangi banyak orang karena ada bagian-bagian
tertentu dari uri lio itu sendiri merupakan permainan hiburan, diantaranya
adalah karang alu dan sepak sawut. Tetapi berbagai perkembangan pada masa kini
membuat semuanya berubah, karena Uri Lio yang katanya memiliki nilai sakral dan
sosial dalam adat atau upacara Totoh, telah menjadi menjadi tempat yang sepertinya
ideal bagi pihak-pihak tertentu agar perjudian dilegalkan dengan alasan adat
atau budaya telah mengatur hal itu, pandangan masyarakat terhadap Totoh itu
sendiri mulai berubah, ada banyak orang
mampu dari masyarakat Dayak Siang yang beragama Kaharingan sengaja melaksanakan
Totoh itu sendiri dengan maksud untuk membuka pasar judi, dengan demikian ia
memperoleh keuntungan yang cukup banyak dari bayaran tiap-tiap lapak dadu
gurak, penjualan kartu remi, dan sewa gelanggang sawung ayam yang bernilai
ratusan ribu bahkan jutaan rupiah. Menurut Bapak Damang Sukar ( Demang Kepala
Adat Tanah Siang Selatan), salah seorang warga yang baru-baru ini mengadakan
acara Totoh di Desa Tahujan Ontu Kab. Murung Raya mengatakan bahwa sekitar ada
50 lapak gurak/malam dan ada sekitar 10 gelanggang sawung ayam dalam acara
tersebut dan ia memungut Rp. 350.000/malam untuk lapak dadu gurak serta
RP.350.000/gelanggang sawung ayam/hari, dan ia mengadakan acara Totoh tersebut
selama 27 hari.[7]
Apa yang hendak kami sampaikan ialah, ternyata penyimpangan serta pemanfaatan
terhadap budaya ini sangat rentan. Budaya atau Adat Uri Lio ini membuat judi
seakan tidak menjadi masalah karena dilegalkan dan dilindungi dibawah payung
hukum adat lokal.
[1] Wawancara via Seluler dengan
Martinus Satu ( Demang Kepala Adat Kecamatan Sungai Babuat )
[2] Karlie, adalah salah seorang
guru agama Hindu di SDN Tumbang Apat-1, diwawancarai tanggal 11 Oktober 2012
via seluler.
[3] Bahasa Dayak Siang, dikutip dari
hasil wawancara dengan Bpk. Martinus Satu.
[4] Basir yang memimpin acara Totoh
itu harus ditunggu siang dan malam, karena sewaktu-waktu dia bisa kerasukan.
[5]
Orong dalam bahasa Siang berarti banyak.
[6] http://stahntp.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=129:penelitian-tentang-usik-liau-dalam-upaca4ra-wara-di-desa-jaman-kecgunung-timang-kabbarito-utara&catid=41:jurusan
, diakses tanggal 11
Oktober 2012 jam 16 Wita.
[7] Menurut Keterangan hasil
wawancara dari Sdr. Ukat, Pengurus Dewan Adat Dayak Siang Murung Raya
Terima kasih saudaraku (Terima Kasih pahariku). Maaf saudaraku saya baru menemukan tulisan/karya sdrku ini meski sdh lama, tapi sangat bermanfaat utk saya menelusuri kembali tentang upara leluhur kita suku Dayak di Pulau Kalimantan ini. Yang perlu diketahui oleh semua orang. Ternyata kita punya acara Ritual kepercayaan masing2 suku, apalagi bahasa kita punya sendiri2 itulah Dayak. Saya bangga sebagai putra Dayak. Terima kasih saudaraku. Tabe dari Palangka Raya.
BalasHapus