Kamis, 06 September 2012

Formasi Sfritualitas Bagaimanakah Sfiritualitas Kristen


SPIRITUALITAS    KRISTIANI


Ketika seorang  pengikut Kristus   terpilih menjadi pemimpin. Maka hal itu harus dilihat sebagai  sebuah anugerah yang amat  besar dari Tuhan. Oleh karena,  pertama ia dipercaya oleh atasannya. Kedua, ia dipercaya oleh rekan-rekannya, dan terakhir ia  dipercaya oleh Tuhan.   Agar  dalam tugas dan hidupnya dapat memancarkan kasih dan kuasa Tuhan,  maka ia perlu memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan sumber anugerah  bagi hidup dan kepemimpinannya.  Dalam hal ini, spiritualitas  pemimpin tidak boleh padam. Ia  laksana api yang terus menyala, agar dapat memanaskan dan menghangatkan, dan   menghidupkan keimanan dan keagamaannya. 

Kalau  spiritualitasnya padam, maka  ibarat lilin di tengah gelap yang tidak menyala, .ia tidak memiliki arti apa-apa. Lilin hanya berarti kalau ia tetap menyala.  Agama tanpa spiritualitas, hanya akan menjadi  seremonial dan  aktivitas  social.  Pemimpin tanpa spiritualitas akan menjadi   pemimpin kegiatan religius berwajah agama. Pemimpin kristiani tanpa spiritualitas akan menjadikannya sebagai  pemimpin  sosial  berwajah  kristiani, tetapi tanpa  berdampak membawa nilai-nilai kristiani. Ia ibarat abu atau ampas, bukan api  atau santan kelapa.



I.   PEMAHAMAN SPIRITUALITAS

1. Terarah pada Tuhan dan motor penggerak hidup
Kata spiritualitas berasal dari kata “spiritus” yang berarti “rohani”  atau  “roh’ yang dalam  Perjanjian Baru “pneuma”  dalam  Perjanjian Lama “ruah.”   Kata-kata tersebut  kerap kali  hanya dipahami dengan istlah “kerohanian” saja.  Sehingga   pengertian dan pemakaiannya lebih menekankan pada mementingkan hubungan pribadi dengan Allah. Akan tetapi melupakan aspek hubungan dengan sesama dan dengan alam dan lingkungannya.

Pemahaman yang lebih mendalam dan positif dari istilah spititualitas    lebih dari pengertian kerohanian tersebut.  Spiritualitas adalah,  pertama, hidup  yang terarah kepada Tuhan Allah yang menjadi pokok dalam seluruh kehidupan manusia.  Hidup yang terarah pada Allah ini mencakup hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri,  dengan  sesamanya manusia, dengan dunia dan dengan alam lingkungannya.    Kedua,  spiritualitas  juga sebagai “motor”   yang menggerakkan dan memberikan semangat serta dorongan bagi  seluruh aspek-aspek hidup manusia ketika bersentuhan  dengan  sesamanya dan lingkungannya.

Hidup yang terarah kepada Tuhan Allah  ini mempengaruhi dan memberi warna serta dampak positif  bagi  hubungan dirinya dengan  sesamanya, dunia dan alam lingkungannya.  Ia bukan  sebagai factor yang merusak, tetapi  menjadi factor pembawa hal-hal baik bagi  mereka.  Karena nilai-nilai yang dia dapatkan dari hubungan dan keterarahan   dengan Allah, kini dibawa dan dihadirkannya dengan seluruh aspek hidupnya.   Dia  adalah gambar dan citra Allah, yang  benar-benar  menggambarkan dan mencitrakan diri Allah melalui  diri dan hidupnya.


2. Kekuatan  menyembuhkan, menyeimbangkan, menghidupkan
Sisi yang lain  pemahaman spiritualitas adalah  kekuatan menyembuhkan dan menyeimbangkan, serta menghidupkan.  C.S.Wang, menguraikan  bahwa  spiritualitas adalah suatu fungsi yang mengetahui dan menyembuhkan “hidup batiniah” dan memberikan keseimbangan kepada  kekuatan dari hidup itu.  Lazimnya  “hidup” berdimensi dua, yakni hidup batiniah dan hidup lahiriah. Hubungan  keduanya sangat  erat dan terjalin kuat. Hidup batiniah, disebut juga dengan “jiwa” , yang  tidak kelihatan, tetapi  fungsinya sangat penting.  Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa  spiritualitas adalah suatu fungsi menyembuhkan dan menghidupkan “jiwa’ serta memberikan keseimbangan pada  kekuatan “jiwa”  supaya  manusia hidup sehat  secara jasmani dan rohani, sesuai dengan kehendak Allah.  Agama harus membimbing orang untuk mengetahui hidup batiniah ini secara lebih mendalam dan mengajar cara bergaul dengan hidup batiniah itu  sendiri.


3. Api yang memanaskan dan menghangatkan
Eka Darmaputra memberi arti khusus.  Spiritualitas adalah  “api” yang memberi panas dan menghangatkan hidup.  Sejak orang berjumpa Kristus, ia lalu  bertobat, maka ia secara drastis dan radikal  memutuskan dan membuang serta meninggalkan  hidup lamanya. Lalu berbalik 180 derajat,  berjalan  ke arah Tuhan.  Kemudian ia secara sadar terus memelihara  bahkan mengembangkan dirinya yang baru itu.  Caranya, terus mempertahankan panas “api”  yang menyala, takala ia mengalami perjumpaan dengan Kristus.  Panas “api” itulah spiritualitas.  

Panas itu bisa hilang dan sering hilang. Ketika api padam dan hangatnya hilang, maka yang tinggal hanya abu saja.  Ibarat  kelapa, santannya yang kita cari dan perlukan, bukan ampasnya.  Sebab itu, agama tidak identik dengan spiritualitas. Agama bisa kehilangan spiritulitas dan kehangatannya.  Tanpa spiritualitas, agama bisa besar,  kuat, berkembang, perkasa, merangsang, kaya, tetapi  ia  ibarat tinggal hanya ampas atau abu saja.  Tidak memiliki arti, manfaat dan guna.  Maka,  agama agar berarti, berguna dan berdaya guna, mesti  terus memelihara dan mengembangkan spiritualitasnya.

Berdasarkan pemahaman-pemahaman  tersebut di atas bahwa spiritualitas sebagai motor yang menggerakkan hidup,  kekuatan yang menyembuhkan, menyeimbangkan dan menghidupkan,  api  yang memanaskan dan menghangatkan hidup beragama,  sehingga hidup seseorang semakin terarah kepada Tuhan  Allah, di dalam AnakNya Yesus Kristus. 


4.  Kristus  hidup di dalam aku
Pengalaman spiritualitas Paulus, “Aku hidup, namun bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku,”  (Gal 2:20).  Karena Kristus yang hadir dan hidup serta berkuasa, memerintah  dalam hidupnya, maka hidupnya berubah menjadi baru dan baik. Hidupnya tidak lagi  mementingkan dirinya sendiri, tetapi berguna dan bermanfaat bagi orang lain dan bagi kemuliaan Tuhan.  Seluruh potensi dirinya dikendalikan, digerakkan, di pengaruhi oleh  kehadiran Kristus yang berkuasa dan memerintah dalam hidupnya.



II. PENTINGNYA SPIRITUALITAS

Pertama,  Secara  umum sebagai orang percaya

HENDRY
                       

1.  Manusia tidak hanya hidup dari roti
Manusia adalah makhluk hidup dengan berbagai macam kebutuhan.  Hidup dan aktivitasnya antara lain untuk mencari dan memenuhi kebutuhannya itu.   Kebutuhan manusia  menurut  Abraham Maslow  yakni kebutuhan  fisiologis ( sandang, papan, pangan dan kebutuhan biologis lainnya),   kebutuhan  rasa aman, kebutuhan   rasa sosial,  kebutuhan rasa dihargai, dan kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya.   Apabila manusia mengalami kesulitan atau belum dapat memenuhi salah satu atau beberapa  dari kebutuhannya itu,  maka akan ada problem dengan diri orang tersebut.   

Problem  itu baru  dilihat secara  dari sisi psikologi.   Kalau dilihat lebih dalam lagi dari sisi ajaran Alkitab,  maka  manusia memiliki dua kebutuhan, yakni kebutuhan jasmani dan kebutuhan spiritualitasnya.  Ketika  orang telah mampu memenuhi kebutuhan jasmani, maka ia akan sehat jasmani, tetapi belum sehat secara spiritualitas. Sebab itu,   kebutuhan spiritualitas juga merupakan kebutuhan dasar manusia. Bila orang telah makan  cukup seimbang bagi jasmani dan spiritualitasnya, maka orang itu akan sehat spiritualitas dan  jasmaninya.  

Yesus Kristus  memahami kebutuhan dasar manusia.  Dua kebutuhan  dasar itu penting untuk dipenuhi dan dikenyangkan, agar ia menjadi manusia yang sehat. kataNya,  “Manusia tidak hanya hidup dari roti saja, tetapi ia juga hidup dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah,” (MT 4: 4).

Roti, nasi, dan segala kebutuhan jasmani, penting bagi manusia.  Tetapi Firman Allah juga penting bagi manusia. Firman Allah merupakan makanan rohani (spiritualitas) baginya. Tanpa mengenyangkan diri dengan Firman Allah, maka manusia akan lapar dan dahaga  spiritualitasnya. Kalau ia lapar dan dahaga, maka ia akan lemah, loyo, tidak memiliki kekuatan dan tenaga untuk bekerja, melayani  dan  berjuang melawan kekuatan gelap.  Pemimpin yang perkasa, kuat dan  tangguh dalam berkarya dan melawan berbagai godaan dan tekanan kuasa gelap, adalah pemimpin yang  selalu mengenyangkan dirinya dengan Firman Allah.  Kalau dia kenyang, maka ia memiliki tenaga dan kekuatan, dari Tuhan tentunya, untuk berjuang.

Tanpa Tuhan, berarti ia berjuang sendirian. Padahal,  kalau ia berjuang bersama dengan Tuhan, maka hasil dan dampaknya luar biasa. Dikatakan, “Karena itu, tunduklah pada Allah, dan lawanlah iblis, maka ia akan lari dari padamu,”  (Yak 4:7).  Kalau kita ada di pihak Allah, bersama Allah,  siapa yang kuat mengalahkanNya ?


2.  Sabda  adalah pelita hidup
Jalan dan perjalanan hidup  seseorang ada cukup panjang, bahkan ada yang  panjang sekali.  Dalam perjalan panjang itu, tentu ada banyak pengalaman yang beraneka ragam. Manis, riang, gembira, sukacita, tetapi tentu juga ada yang pahit, getir, susah, menangis, dukacita,  putus asa,  ibarat ada dalam jalan dan lorong yang gelap. 

Di tengah  dua macam perjalanan itu, selaku orang percaya kita membutuhkan Sabda Tuhan. Sebab Sabda Tuhan  merupakan  pelita yang mampu dan berkuasa  memberi terang bagi jalan dan perjalanan hidup kita.  Kita tidak hanya membutuhkannya pada saat  duka, tetapi juga dalam suka.   Dengan Sabda Tuhan,  hati, pikiran dan hidup kita  diteranginya.  Sehingga  kita tahu dan mengerti mana jalan yang akan kita pilih, kita lalui dan kita jalani. 

Tanpa pelita, firman Tuhan, maka  kita  dapat tersesat dalam perjalanan hidup kita.  Dunia ini ibarat belantara yang amat lebat, kita tidak tahu arah yang jelas kemana dan dimana kita berada. Akan tetapi, dengan Sabda Tuhan, maka kita tahu siapa kita, di mana kita, ke mana kita dan dengan apa kita ke sana.  Bila ia ada dalam gelap, kegelapan menguasainya, maka ia tidak tahu ke mana ia pergi. 

Sungguh firman Tuhan, selain mengenyangkan spiritualitas kita, ia juga akan menerangi hati, pikiran dan hidup kita.  Sehingga kita hidup dalam terangNya. Kristus terang sejati itu. Bila kita ada dalam terangNya, maka kita tahu bagaimana kita harus hidup.  Sebab, “Akulah terang dunia, barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan kegelapan, melainkan mempunyai terang hidup,” ( Yoh 8:12). Kalau ia berjalan, maka langkah-langkahnya tidak akan membuat ia jatuh.  Karena, “FirmanMu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku, “ (Maz 119:105).  Seorang pemimpin yang jalannya  berhasil, tentunya ia akan menjadikan sabda Tuhan mampu memberikan terang bagi hati, pikiran dan hidupnya.


3.   Sarana mengenal kehendak Tuhan
Manusia adalah makhluk yang  berpikir dan belajar.  Sebab itu, sejak kanak-kanak seseorang diajak belajar berpikir dan belajar banyak hal  tentang kehidupan sehari-hari  bersama keluarganya.  Pengembangan kemampuan berpikir dan belajar banyak hal itu dilakukan oleh  keluarga, orang tua dan lingkungannya. 

Sebagai makhluk yang berpikir dan belajar, maka salah satu kesukaan dalam belajarnya,   manusia suka meniru. Meniru ini terjadi  dan dilakukannya  dalam sebagian besar hidupnya. Sejak kecil, seseorang meniru banyak hal dari keluarganya dan lingkungannya.  Bahkan banyak sikap dan perilakunya dibentuk dan dipengaruhi oleh  lingkungannya.


Nah, agar sikap dan perilakunya semakin dekat dan bahkan menjadi gambar serta citra Allah.  Maka ia perlu mengalami sebuah proses  pembaharuan akal budinya.  Proses pembaharuan akal budinya terjadi ketika  ia berjumpa dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan juruselamatnya.  Ketika ia mengalami  dan terjadi  hal berikut ini, ‘Barangsiapa yang ada dalam Kristus, ia adalah ciptaan yang baru,” (II Kor 5:17).  Maka, dengan hal itu, proses pembaharuan diri dan akal budi ini telah berlangsung. 

Dengan demikian, ketika  pembaruan akal budi terjadi,  maka  kepadanya diberikan satu kemampuan, yakni kemampuan untuk mengenal kehendak Allah,  apa yang berkenan kepadanya, dan apa yang tidak berkenan kepadanya. Ia  berkemampuan membedakan hal-hal yang baik dan buruk, yang  berkenan dan tidak berkenan bagi Allah.  Selanjutnya,  dengan kuasa, kekuatan  dan pertolongan Roh Kudus, ia  didorong memilih dan melakukan yang baik, benar dan berkenan kepada  Tuhan

“Janganlah menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna,” ( Roma 12:2).  Kalau  seorang pemimpin  belum mengalami pembaharuan diri dan akal budinya, maka ia akan mudah sekali  ikut dan menjadi serupa dengan dunia dan lingkungannya.  Tetapi, pemimpin yang telah mengalami proses pembaruan diri dalam Kristus,  maka  ia mampu membedakan  mana yang berkenan  dan tidak berkenan kepada Allah,  membedakan mana yang baik dan yang tidak baik. Dengan kekuatan Roh Kudus, ia dimampukan melakukan yang baik  dalam kepemimpinannya. Sebab, “Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah  pekerjaan kami sendiri, tidak,   kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah.  Ialah   membuat kami juga  sanggup menjadi pelayan-pelayan… ” (II Kor 3:5, 6). Pemimpin adalah pelayan. Ia sanggup melayani, karena Roh Kudus sumber kekuatannya. 


4.   Membentuk karakter kristiani
Karakter boleh dikatakan sebagai sikap, perilaku, budi pekerti  dan moral serta etik  seseorang yang membedakannya dengan orang-orang yang lain. Karakter ini kerap kali muncul dan terbentuk dan  dilandasi serta dipengaruhi oleh ajaran-ajaran  yang bersumber pada nilai-nilai  yang ada dan akrab dengan diri  seseorang dan lingkungannya.  Umumnya  keyakinan  membentuk nilai, nilai membentuk sikap, sikap membentuk perilaku, perilaku membentuk karakter.

Hal-hal yang biasanya berperan besar dalam membentuk karakter seseorang antara lain, pertama, pengalaman pribadi.  Sebuah pengalaman yang amat berkesan, mendalam, menyakitkan atau menyenangkan,  akan membekas dan tertoreh amat kuat dalam hati seseorang.  Apalagi bila pengalaman itu sampai melibatkan dan menguras emosinya. Lalu terjadi berulang-ulang. Maka pengalaman itu akan ikut membentuk karakternya. Cara dia merespon orang lain akan dipengauhi pengalamannya itu. 

Kedua,  budaya.  Seseorang hidup  dan bertumbuh dari anak, remaja, pemuda, dewasa dan lanjut usia,  ada dalam tradisi, nilai-nilai dan budaya tertentu. Segala hal yang dilihat, didengar, dialami, interaksi dan responnya  terhadap tradisi, nilai dan budaya di lingkungannya akan membentuk kehidupan dirinya. 

Ketiga, orang yang dianggap penting.  Mereka ini dapat terdiri dari orang tua, suami-isteri, anak-anak,  pemimpin atau atasan, orang yang statusnya lebih tinggi, teman kerja/dekat/ gaul,  guru dan rohaniwan.  Oang-orang tersebut, bila berbicara, memberi pesan, nasihat, didikan atau teladan yang baik akan berpengaruh besar membentuk diri dan hidupnya. Sebab dalam dirinya ada kecenderungan belajar dan meniru sesuatu dari mereka.

Keempat, pendidikan. Manusia adalah makhluk belajar dan meniru. Sebab itu ia suka belajar dan meniru, segala hal yang dianggapnya patut bagi dirinya. Maka, segala macam model dan proses pendidikan yang dialami dan dijalaninya akan ikut membawa perubahan dan perkembangan diri dan hidupnya.  Maju dan mundurnya, serta berkembang  tidak bekembangnya seseorang bergantung pada sejauh mana proses pembelajaran  dilakukannya bagi dirinya.

Kelima, agama.  Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, milik Tuhan, dikasihi Tuhan,  hidupnya anugerah Tuhan. Ketika  manusia  berdosa,  Tuhan mengampuni dan menyelamatkannya melalui Tuhan Yesus Kristus.    Sebab itu, karakter yang baik,  benar dan sejati  bagi mereka adalah karakter yang dilandasi ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang diterimanya dari ajaran agamanya. Karakter yang dibentuk dari ajaran agama merupakan kekuatan pengaruh paling kuat dan besar, sebab ia menyangkut hal-hal yang  baik, benar, kudus, keselamatan sekarang ini dan  bagi hidupnya yang akan datang. 

Sebab itu, karakter kristiani seorang pemimpin terbentuk kuat ketika nilai-nilai dan ajaran kristiani dipelajari, diterima, diyakini, ditaati dan dipraktekkan dalam hidupnya sehari-hari.   Baginya, pemimpin kristiani, ada banyak kekuatan yang dapat membentuk dirinya, tetapi pembentuk diri dan hidup yang paling tinggi nilai dan kualitasnya  adalah  imannya kepada Tuhan Yesus Kristus.  Karakter Kristus dan ajaran  serta teladanNya  dapat menjadi teladan bagi karakternya.

Karakter dan reputasi, menurut William Herley Davis :

Reputasi adalah apa yang anda usahakan
  Karakter  adalah apa yang  anda miliki
Reputasi adalah foto anda
   Karakter  adalah wajah anda
Reputasi  adalah sesuatu yang datang dari tidak ada
   Karakter  adalah tumbuh dari dalam diri anda
Reputasi apa yang anda miliki saat bergabung dengan komunitas baru
   Karakter adalah apa yang anda miliki  ketika anda pergi
Reputasi adalah   sesuatun yang dibuat dalam satu moment
   Karakter adalah sesuatu yang dibangun sepanjang hidup
Reputasi adalah sesuatu yang anda pelajari  dalam satu jam
    Karakter  tidak datang  menerangi selama satu tahun
Reputasi  tumbuh seperti jamur
    Karakter berakhir sampai kekekalan
Reputasi  membuat anda kaya atau miskin
    Karakter membuat anda bahagia atau sedih
Reputasi adalah apa yang orang katakan di batu nisan anda
    Karakter  adalah apa yang malaikat katakan tentang anda
    Di  hadapan tahta  Allah.
      

5.  Hidup sejati bersumber pada Tuhan
Segala apa yang ada di dunia ini terus mengalir, bergerak, berubah, tidak ada yang tetap, seiring perubahan dan pergerakan waktu.  Semua dari kecil atau muda bergerak menuju  lebih besar,   atau menua.  Lalu,  kemudian  dari grafik meningkat, ia akan berubah dan bergerak  menuju grafik menurun. Semuanya ada awal dan ada akhir. Semua yang ada di dunia ini fana adanya. Ibarat bunga, begitu cepat  dari mekar, lalu kemudian layu dan kering.  Demikialah juga dengan hidup manusia.  Manusia adalah fana, ia tidak sempurna.

Menghadapi semua keadaan itu, manusia tidak memiliki daya dan kemampuan apa-apa.  Kecuali satu, dan ini satu-satunya, yakni ia mencari  yang kekal dan sempurna, lalu  memohon yang sempurna itu menolong dirinya. Yang sempurna dan kekal itu, hanya ditemukannya di dalam Tuhan Yesus Kristus.  Sebab,  Tuhan  tidak pernah berubah, Ia tetap sama kemarin, hari ini,  dan hari yang akan datang. “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya,” (Ibrani 13:8).

Oleh karena itu, Tuhanlah sumber hidup sejati bagi  orang percaya.  Pada Tuhanlah  orang percaya menemukan rahasia hidup yang sejati dan berbahagia.  Pada Tuhanlah orang percaya menemukan keselamatan yang sejati.   Seorang  penginjil menarik sekali membagi pengalaman imannya, berkata, “Ketika aku menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamatku,  aku menemukan rahasia  kehidupan yang sejati.” 

Jika seseorang sebagai pemimpin, ia dapat menemukan berbagai sumber bagi kelengkapan kepemimpinannya. Tetapi ia  juga memahami bahwa sumber hidup dan kepemimpinannya yang  sejati ada dan tersedia di dalam Yesus Kristus. Ketika ia membuka hati dan hidupnya bagi  kehadiran Tuhan, kemudian Tuhan tinggal dalam hidupnya. Maka dari sana  ia akan menemukan berbagai hal yang ajaib dan mempesona bagi hidupnya, keluarganya dan kepemimpinannya.  Banyak hal akan disingkapkan oleh Tuhan baginya. Sebab,   “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan apa yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua hal itu yang akan disediakan  Allah untuk mereka yang mengasihi Dia, “(I Kor 2:9). Seorang pemimpn membutuhkan hal ini, agar ia dapat menjadi pemimpin yang kreatif  dan  mampu menemukan solusi dari berbagai pergulatan hidupnya.




6.   Jiwa manusia membutuhkan Tuhan 
Dalam ilmu kesehatan mental dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang jiwanya haus akan Tuhan.  Manusia senantiasa membutuhkan Tuhan agar mentalnya sehat dan baik.  Kalau manusia hidup tanpa Tuhan, maka ia akan mengalami kehampaan, kekosongan dan kekacauan hidup.  Sebab jiwa senantiasa haus dan lapar. Ada sesuatu yang  belum terisi di dalam dirinya. Meskipun ia sudah memiliki banyak hal  di luar hubungannya dengan Tuhan. 

Cerita tentang seorang cendekia, Bertran Russell, yang cerdas dan berhasil mengumpulkan harta dan kekayaan melalui ilmu dan karya-karya. Ia sudah punya banyak uang, banyak harta, nama besar sebagai ilmuwan.  Tetapi ia tidak dapat berbahagia dengan semuanya yang telah ia raih dan miliki itu. Ia mengalami kesepian dan kesunyian hidup. Jiwanya merana.   Seorang putrinya mengamati dan memberi penilaian tentang ayahnya, lalu membuat sebuah kesimpulan: “Ayah memang telah memiliki segala-galanya, tetapi satu hal yang ia belum miliki, yakni hidup yang berbahagia. Ada satu  bagian yang terdalam di dalam dirinya yang masih kosong, yang tidak pernah mampu diisi oleh kekuatannya sendiri.”

Jiwa terdalam dalam diri manusia, memang tidak pernah mampu diisi oleh manusia dengan segala hal yang telah dimiliki olehnya.  Tempat kosong paling dalam di dalam diri manusia, hanya dapat dan mampu diisi oleh orang-orang yang  membuka dirinya dan hidupnya kepada Tuhan. Ia secara  sadar, rela, terbuka, sengaja, lalu  mempersilahkan  Tuhan hadir dan masuk ke dalam hati dan hidupnya, tinggal di tempat paling dalam itu. Sebab, “Lihat Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk, jikalau ada  orang yang mendengar suaraKu dan membukakan  pintu (hati dan hidupnya), Aku akan masuk,”  (Wahyau 3:20).  Kalau Tuhan Yesus Kristus telah masuk ke dalam hidupnya, maka akan terjadi hal berikut ini, “Aku hidup, namun bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku,” (Gal 2:20). 

Seorang pemimpin  perlu  menyadari bahwa  bahwa  jiwa yang berbahagia, tidak kosong dan hampa, hanya mungkin terjadi apabila ada hubungan dirinya yang  sehat dan baik dengan Tuhan Yesus Kristus.  Tempat terdalam dalam dirinya adalah tempat yang disediakan bagi Kristus.   


Kedua,    Secara  khusus sebagai pemimpin kristiani

1. Pemimpin banyak godaan
Pengalaman menunjukkan bahwa setiap orang yang naik menjadi pemimpin. Maka ia merasakan   godaan tidak semakin ringan.  Justeru setelah menjadi pemimpin, godaan silih berganti datang ingin mengalahkan dan mengnacurkannya. Sehingga ia tidak lagi menjadi pemimpin, lalu kembali lagi sebagai orang yang dipimpin. 

Saya teringat kata seorang rekan saya.  Katanya, “Apabila bapak menjadi pemimpin. Lebih-lebih bapak semakin dekat dengan Tuhan. Maka, iblis semakin tidak suka dengan bapak. Ia semakin berupaya untuk menjatuhkan dan menghancurkan bapak serta menggagalkan bapak sebagai pemimpin.  Apabila iblis berhasil mengalahkan bapak. Maka hal itu keuntungan sangat besar bagi iblis. Sebab nilai seorang pemimpin jauh lebih besar dari pada nilai  seorang yang bukan pemimpin.  Karena itu, iblis akan semakin gigih untuk menjatuhkan seorang pemimpin yang semakin dekat dengan Tuhan.”

Saya akui, ketika  seseorang sedang memegang jabatan kepemimpinan, maka godaan itu dating silih berganti, dengan segala cara, model dan trik-trik serta tipu daya untuk menjatuhkan  seorang pemimpin. Dapat bujuk rayu itu nampak sangat halus dan manis, seperti  tidak terlalu kentara untuk memperdaya.  Bisa juga ia nampak sangat baik, menarik hati dan minat, tetapi ujungnya tipu daya.  Godaan-godaan itu   dapat  menghanyutkan para pemimpin.   Sebab, iblis dapat datang   menyamar seperti malaikat terang, tetapi sesungguhnya ia bukan malaikat. Ia sesungguhnya bapak segala dusta, tidak ada kebenaran dalam dirinya. Tujuannya  hanya untuk membunuh kehidupan spiritualitas orang percaya dan para pemimpin.

Bagaimana agar pemimpin mampu melawan mereka ?  Tidak ada lain kecuali dengan membangun spiritualitas, tunduk setia dan taat padaNya, lalu berjuang melawannya dengan kekuatan bersama dengan Tuhan.  Sebab bila kita berjuang dengan dan bersama dengan Tuhan, kita memiliki kekuatan dan kemampuan yang luar biasa.  Kekuatan yang tentunya datang dan berasal dari Tuhan Allah.  “ Karena itu, tunduklah kepada Allah, dan lawanlah iblis, maka ia akan lari dari padamu,” ( Yak 7: 7).    Dengan kekuatan bersama Tuhan, kita memiliki daya juang dan kekuatan ilahi, sehingga iblis tidak mampu dan takut  melawan kita.


2.  Makin tinggi pohon makin besar angin
Kalau pohon yang tinggi dan besar  sedangkan akarnya lapuk atau tidak dalam. Maka ketika angina kencang atau badai menerpanya. Pohon  itu akan roboh atau tumbang. Sekiranya pohon itu ada di halaman rumah atau di pinggir jalan. Tentu akan ada akibat yang merugikan berbagai pihak. 

Sebaliknya, kalau pohon besar dan semakin tinggi menjulang. Pastilah akarnya semakin dalam dan kuat menahan berdirinya pohon itu.  Biasanya, semakin tinggi pohon, akan semakin besar dan semakin mudah  angin  menggoyang dan meniupnya.

Demikian juga dengan  hidup pemimpin. Semakin tinggi posisi dan jabatan seseorang. Maka di sana akan semakin sering  goyangan, goncangan, terpaan  menghantamnya. Apabila akarnya  semakin dalam dan semakin kuat di dalam Tuhan Yesus Kristus,  yakinlah bahwa semua  masalah itu akan mampu dilewati dan diselesaikannya. Tanpa akar yang dalam dan kuat di dalam Kristus, maka seorang pemimpin tidak akan dapat teguh digoyang badai pergumulannya. Oleh sebab itu,  “Sejak kamu menerima Yesus Kristus  sebagai Tuhan, hiduplah dalam kesatuan dengan Dia. Berakarlah dalam Dia, bangunlah hidupmu dalam Dia,  dan perkuatlah imanmu senantiasa,” ( Kol 2:6,7). Demikian nasihat bagi pemimpin agar  posisi yang  tinggi itu dapat bertahan terus, meski diterpa badai.

3.  Dirinya  teladan  bagi banyak orang
Seorang pemimpin adalah orang yang  seharusnya  diikuti banyak orang. Orang banyak yang mengikutinya itu, seharusnya juga dapat dipengaruhi olehnya. Sebab seorang pemimpin adalah orang yang  aktivitasnya untuk mempengaruhi orang lan untuk mencapai satu tujuan yang ada di depannya.

Bagaimana cara agar dia diikuti oleh orang banyak?  Bagaimana cara agar dia dapat mempenagruhi orang lain ?  Pertama hal itu dapat dilakukan dengan menyuruh dan memerintahnya berbuat sesuai keinginan kita.  Kedua,  dapat dilakukan dengan mendidiik dan mengajar mereka, agar mereka tahu dan memahami apa yang kita inginkan untuk mereka perbuat.  Ketiga,  kita mengajar dan mempengaruhi mereka dengan cara membei teladan kepada mereka.  Dari ketiga cara itu, yang paling ampuh dan dampaknya yang besar adalah dengan memberi teladan kepada mereka. Para pengikut paling senang melihat contoh yang baik dari pemimpinnya. Bila mereka sudah melihat contoh yang baik, maka mereka cenderung  mudah untuk mengikutinya.

Yesus dan Paulus banyak mendidik, mengajar dan mempengaruhi murid-murid mereka dengan cara memberi contoh atau teladan kepada  mereka.  Ternyata  metode itu sangat ampuh untuk sebuh perubahan sikap dan hidup mereka.


4.  Pergumulan dan tekanan    lebih besar
Saya ingat  ketika masih menjadi guru, tugas dan tanggung jawab sangat terbatas.  Juga yang dipikirkan berkaitan dengan tugaspun masih terbatas. Ketika kemudian saya dipercaya dan diangkat menjadi kepala sekolah, sungguh semuanya menjadi berbeda.  Tanggung jawab menjadi sangat besar dan banyak.  Yang harus dipikirkan  dan untuk dikembangkan juga menjadi sangat besar dan sangat banyak. Dengan bertambahnya tugas dan tanggung jawab itu, tentu menjadi semakin banyak beban, tekanan dan pergumulan.

Sebab itu, seorang pemimpin yang terpilih dan dipercaya memegang satu posisi. Tentu  dengan  hal tersebut  beban, tekanan dan pergumulan semakin besar dan banyak.  Kadang-kadang ia  merasa bahwa di pundaknya begitu banyak yang harus dia bawa dan pikul.  Terasa  seolah-olah hanya dia sendiri yang memikirkan hal itu. Orang lain dirasa kurang ikut  ambil bagian memikul bebannya. Sehingga  masalah bisa samapi dibawa ke rumah dan ke tempat tidur serta dibawa tidur, muncul dalam mimpi.

Spiritualitas  pemimpin memungkinkannya memiliki energy dan synergy dari Tuhan. Kekuatan sendiri cukup terbatas, tetapi energi dan kekuatan Tuhan tidak terbatas. Ketika  yang tidak terbatas itu mengalir ke dalam dirinya, sebagai rahmat dan anugerahNya, maka pemimpin  mampu bertahan dan menemukan solusi yang ajaib. Sebab, “Dengan diri kami sendiri, kami tidak sanggup. Kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah. Dialah yang membuat  kami juga sanggup,” (II Kor 3:5,6).  “Segala sesuatu dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku,” (Fil 4:13). Inilah energy dan synergy dari Tuhan  untuk para pemimpin yang di dalam dirinya hadir dan memerintah serta berkuasa Tuhan Yesus Kristus yang tidak terbatas.

Kinurung M Maden,    dalam makalah, “Formasi Spiritual,”  memberi alasan pentingnya formasi spiritualitas bagi seorang hamba Tuhan, al. 1).  Hamba Tuhan adalah manusia yang sedang berada dalam panggilan dan jalur pertumbuhan, sehingga mereka perlu formamsi spiritualitas.   2). Hamba Tuhan akan mengadakan formasi spiritualitas bagi jemaat yang akan dilayaninya, sehingga penting sekali untuk mempunyai wawasan dan pertumbuhan yang luas serta pengalamannya.  3). Hamba Tuhan berpotensi mengalami problem-problem kejiwaan (jenuh, putus asa, kesepian) dalam pelayannya.  Sehingga dengan demikian perlu mempunyai kehidupan  spiritualitas yang limpah dan segar untuk mengantisipasi problem-problem tersebut.  4). Hamba Tuhan perlu membenahi diri dan membereskan masalah-masalah batiniahnya, sehingga efektif dalam melayani dan berinteraksi dengan orang  lain dalam pelayannya.  5). Hamba Tuhan akan menjadi model bagi orang-orang yang dilayaninya,  sehingga ia perlu memiliki karakter dan kepribadian yang baik.  Karena itu, penting sekali untuk memiliki karakter diri dan kepribadian kristiani yang benar, yang melaluinya orang lain melihat pribadi Kristus  di dalam dirinya.


5.    Berhasil memimpin keluarganya 
Sebelum mampu memimpin orang lain, pemimpin mesti sudah mampu memimpin dirinya sendiri. Sebelum mampu memimpin orang lain, pemimpin juga mesti telah mampu memimpin keluarganya. Agak mustahil mampu memimpin orang lain, tetapi tidak mampu memimpin keluarganya ? 

Sebab itu, syarat bagi seorang pemimpin,  ia telah mampu membangun dan memimpin keluarganya sebagai keluarga yang sehat  dan berhasil, sebagai keluarga kristiani. “Seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anak. Jikalau  seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimana ia dapat mengurus jemaat Allah,”  (I Tim 3: 4,5).  

Untuk mampu membangun dan memimpin sebuah keluarga yang demikian, maka Tuhan Yesus Kristus  menjadi pusat, pondasi dan Tuhan bagi keluarganya.  Segala upaya apapun untuk membangun keluarga, apabila tanpa Tuhan, maka akan sia-sia belaka.  Sebab, “Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, maka sia-sialah usaha orang membangunnya,” (Maz 127:1).  Pemimpin berhasil adalah pemimpin yang membangun  rumah tangganya bersama dengan Tuhan, dengan kekuatan dan kuasa Tuhan, dalam ketaatan dan kesetiaan kepada Tuhan.  Dalam dan berdasarkan kasih Kristus,  satu terhadap yang lain.


6.   Pondasi semuanya:  spiritualitas
Dalam bahasan pentingnya spiritualitas pemimpin, kita  melihatnya secara umum sebagai orang percaya. Selain itu, dilihat juga secara khusus sebagai pemimpin. Kita dapat menyimpulkan bahwa  pondasi dasar untuk semua masalah umum dan khusus itu dapat diatasi, ditanggulangi, dilewati, dicari solusinya, bahkan sampai dilawan, dan dihadapi,  ada dan terletak dalam  sikap dan cara hidup yang memiliki spiritualitas  kristiani.   Dengan spiritualitas, hidupnya menjadi terarah pada Tuhan, ada motor penggerak dan pemotivasi hidup,  ada kekuatan yang menyembuhkan, menyeimbangkan dan menghidupkan,  serta  ada api yang memanaskan dan  menghangatkannya. 

Tanpa adanya spiritualitas yang  baik, maka  ibarat kelapa yang tinggal ampasnya, sedangkan santannya entah pergi ke mana. Atau ibarat api menyala, kini telah padam, sehingga yang tinggal itu hanya abu  belaka.  Sekiranya spiritulitas telah menjadi demikian, oh.. alangkah  memilukan keadaan  pemimpin demikian.  Sebab tanpa arah, tidak ada motor penggerak hidup,  tidak ada kekuatan menyembuhkan dan menghidupakan,  tidak ada api  memanaskan dan menghangatkannya.



III.  MEMBANGUN HIDUP BERSPIRITUALITAS

Pertama,  mengalami keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus

Pemimpin kristiani adalah pemimpin yang  telah percaya Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya secara pribadi. Untuk mengalami hal demikian, maka berikut ini proses atau hal-hal yang penting dikembangkan dan dialami di dalam dirinya. Sehingga Tuhan Yesus Kristus sungguh-sungguh menjadi Tuhan dan Juruselamat  bagi  hidup dan pribadinya. Bagaimana agar seseorang mengalami dan memiliki  keselamatan ? 

1.  Sadar diri berdosa
Manusia  kini telah jauh dari harapan Allah penciptanya.  Sebab dosa telah menyebar ke mana-mana.  Sehingga  semua manusia telah berbuat dosa dan ada di bawah kuasa dosa.  Kita tidak mampu membantah hal ini.  Sebab bila kita menilik ke dalam hati kita sendiri, sudah teramat banyak  hati, pikiran, perkataan dan perbuatan kita yang tidak baik telah kita lakukan. Hal-hal yang tidak baik itulah yang membuat hidup kita, hubungan kita dengan orang lain, sering membawa  hal-hal yang buruk, menyakitkan dan menyedihkan.

Akibat yang terasa dari dosa, “Ada orang-orang menjadi sakit oleh sebab kelakuan mereka yang berdosa, dan disiksa oleh sebab  kesalahan-kesalahan mereka, “ (Maz 107:17).  “Segala pelanggaranku adalah kuk yang berat…yang ditaruh di tengkukku, sehingga melumpuhkan kekuatanku.  Wahai..wahai, karena kami telah berbuat dosa. Karena inilah hati kami sakit,” (Rat 1: 14,  5:16,17). 

Bila kita bercermin pada  ajaran-ajaran Tuhan, sungguh kita telah banyak berdosa. Hati kita kotor dan tidak bersih. Bila kita membiarkan ini terus terjadi dalam hidup kita, maka kita akan terus menderita bahkan semakin menderita. Sebab, “Jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk lagi, “(Yoh 5:14).   Puncaknya akibat dosa yang dibiarkan adalah adanya ancaman bahwa upah dosa adalah maut (Roma 6:23).  Pemimpin kristiani  sadar hal ini, bahwa sebagai manusia  kita adalah orang berdosa. Dengan ancaman bila tidak diselesaikan,  upah dosa adalah maut.


2.  Akui dosa itu di hadapan Tuhan
Ketika muncul kesadaran dirinya sebagai orang berdosa, banyak kali  berbuat dosa, bahkan berulang-ulang melakukan dosa yang sama atau dosa yang baru. Ada dosa besar, ada dosa kecil, ah.. sudah tidak terhitung lagi banyaknya. Kalau dosa ini belum pernah diselesaikan, maka dosa itu sudah menumpuk dan menggunung tinggi.

Satu-satunya pintu dan jalan  penyelesaian dosa  adalah  datang kepada Tuhan, membawa dan mengakui segala dosa-dosanya itu. Seraya mohon ampunannya bagi dosa tersebut.  Sebab, pengakuan dan penyesalan  adalah pintu bagi terjadinya pengampunan Tuhan. Maka, doa di sini dapat kita ucapkan kira-kira seperti ini, “ Tuhan Yesus Kristus,  aku sadar bahwa aku adalah orang berdosa, aku datang kepadaMu, membawa dosaku, mohon Tuhan ampuni aku, bersihkan  dan sucikan aku  Tuhan.”   Boleh dirumus dengan  bunyi kalimat lain, tetapi intinya itu.

“Jika kita mengakui dosa kita, maka Ia setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan  kita dari segala kejahatan kita, “ ( I Yoh 1:9).  Inilah yang terjadi pada diri kita, bila kita telah mengakui dosa kita. Yakinlah  bahwa janji Tuhan ini benar. Jangan  pernah ragu.


3.  Bertobat
Ketika  segala dosa telah diakui, yakinlah bahwa hidup kita sudah bersih.  Untuk itu kita perlu betobat, yakni berpaling dan berbalik dari jalan lama, kepada jalan baru dalam Tuhan. Kalau dulu berjalan membelakangi Tuhan,  sekarang  berjalan menghadap dan menghampiri Tuhan.  Kalau dulu berjalan menjauhi Tuhan, sekarang berjalan  mendekat kepada Tuhan. Juga membuang dan meninggalkan  perbuatan-perbuatan dosa, lalu mulai melakukan perbuatan-perbuatan yang baru dalam Tuhan. Sebab, “Kamu harus  menanggalkan manusia yang lama…dan mengenakan manusia yang baru, “ (Ep 4: 22b, 24 a).  

Sekiranya orang tidak bertobat, apa yang akan dialaminya? “Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa,” (LK 13:3). Kalau sebaliknya orang bertobat, maka hasil atau dampak  apa yang akan dialaminya ?  “Karena itu, sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan, “(Kis 3:19).  “Kalau orang fasik bertobat  dari segala dosa yang dilakukannya dan berpegang pada segala ketetapanKu, serta melakukan keadilan dan kebenaran, ia pasti hidup, ia tidak akan mati.  Segala durhaka yang dibuatnya tidak akan diingat-ingat lagi terhadap dia,” ( Yeh 18:21,22).  Pertobatan membawa orang pada dosanya dihapuskan, ia akan mengalami kehidupan yang bersumber dari Tuhan.  


4.  Percaya Yesus Kristus  adalah Tuhan dan Juru Selamat
Percaya adalah  menganggap bahwa Yesus Kristus  benar-benar Tuhan yang  berkuasa   menolong, membebaskan dan  menyelamatkan orang-orang dari belenggu dan perhambaan dosa.  Percaya,  juga berarti menganggap bahwa  firmanNya itu sungguh-sungguh benar. Karena  sungguh-sungguh benar, maka firman dapat diandalkan bagi  hidup sehari-hari. Segala janji-janjiNya boleh dipegang, karena  sabdaNya   itu lurus dan benar adanya. Dalam Dia tidak ada dusta, bohong dan tipu daya.  Ia selalu berkata benar dan lurus.

Kalau orang sudah sadar akan dosanya,  mengakui dosanya, kemudian bertobat dari segala dosanya. Maka, sekarang ia perlu juga percaya pada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat dirinya.  Oleh karena,  “Jika kamu mengaku dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu…maka kamu akan diselamatkan. Dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.  Barang siapa percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan,” (Roma 10:9,10,11). Pemimpin kristiani adalah pemimpin yang percaya dan yakin pada Yesus Kristus adalah Tuhan dan juru selamatnya. Ia yakin akan kuasa dan kekuatanNya. Ia yakin akan kebenaran sabdaNya.  Keyakinan ini sangat penting, karena keyakinannya itu akan mengubah kehidupannya.


5.  Menerima Yesus Kristus secara pribadi
Menerima Yesus Kristus secara pribadi merupakan sesuatu keunikan iman. Menjadi pengitku Kristus itu sangat pribadi. Karena dapat terjadi orang beragama, tetapi tidak beriman. Menjadi Kristen, tetapi tanpa Kristus. Sehingga ada istilah KTK = Kristen tanpa Kristus.  KTP = Kristen tanpa percaya (Kristus).  KKDA = Kristen, Kristus di luar aku.  Karena itu, tidak heran, orang menjadi begitu mudah berubah sikap, pendirian,  keyakinan, dan perbuatan yang  kurang mencerminkan ajaran Kristus dalam hidupnya. Karena memang imannya  tidak atau belum berakar kuat dalam dirinya.

Sebab itu, langkah sadar akan dosanya, mengakui dosanya, bertobat dan percaya,  perlu dilanjutkan atau dilengkapi lagi dengan menerima Yesus Kristus secara pribadi bagi dan dalam hidupnya.  Gambaran indah di sini, Yesus Kristus berdiri di depan pintu (hati/hidup) lalu mengetuknya.  Ada  beberapa reaksi, 1). Tidak mendengar suaraNya.  2). Mendengar suaraNya, tetapi tidak mau membuka.  3). Mendengar suaraNya, lalu membuka, tetapi menutup lagi, tanpa memberi kesempatan Kristus masuk dalam hidupnya.  4). Mendengar suaraNya, lalu membuka pintu, dan mempersilahkan dan mengundang  Yesus Kristus masuk ke dalam hati / hidupnya.

Yang  keempat itu yang terbaik, yang membuat Yesus Kristus masuk, diam dan tinggal berkuasa dan bertahta dalam hidupnya.  “Lihat Aku berdiri di muka pintu, dan mengetok, Jikalau ada orang yang  mendengar suaraKu dan membuka pintu, maka Aku akan masuk mendapatkannya,” ( Why 3:20).  Kalau ini yang  terjadi, maka akan lahirlah  KBK = Kristen bersama Kristus.  KDK = Kristen dalam Kristus.  KKBH = Kristen, Kristus bertahta di hati.  Hidupnya akan, “Aku hidup namun bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam aku,” (Gal 2:20). Sebab, Yesus Kristus  diterima secara pribadi  masuk dalam hati dan hidupnya. Pemimpin kristiani adalah pemimpin  yang dalam hidupnya hadir dan bertahta Yesus Kristus.

Proses mengalami keselamatan  sebagai proses perubahan  karena  adanya  keyakinan.


Kekuatan keyakinan menurut Walter Doyle dalam

Keyakinan Pribadi :

Jika anda mengubah pikiran anda
         Anda akan mengubah keyakinan anda
Jika anda mengubah keyakinan anda
         Anda  mengubah harapan anda
Jika anda mengubah harapan anda
         Anda mengubah sikap anda
Jika anda mengubah sikap anda
         Anda mengubah perilaku anda
Jika  anda  mengubah  perilaku anda
          Anda  mengubah  penampilan  anda
Jika  anda mengubah  penampilan anda
         Anda mengubah  hidup anda



Kedua,  Membangun dan menumbuhkan spiritualitas

Sebagai orang yang telah  percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juru selamat secara  pribadi, maka orang percaya perlu  membangun dan menumbuhkan kehidupan spiritualitasnya, agar ia semakin dewasa dalam beriman. Akan tetapi bila ia kemudian terpilih dan dipercaya menjadi pemimpin, maka tugas, beban, tanggung jawab, persoalan, pergumulan dan tekanan akan lebih besar dan semakin besar. Untuk itu, pemimpin kristiani membutuhkan kekuatan yang ekstra agar mampu menghadapi dan mengatasi semua persoalan dalam kepemimpinannya. Untuk membangun dan menumbuhkan spiritualitasnya, ia dapat melakukan langkah-langkah berikut ini.

1.  Saat teduh
Saat teduh adalah waktu yang disediakan khusus untuk  merenung atau meditasi pribadi, yang dapat dikombinasi dengan doa dan membaca serta merenungkan sabda Tuhan.  Waktu dan tempat untuk saat teduh dapat diatur   pagi-pagi benar setelah bangun pagi, atau pada  malam hari, sesuai  komitmen pribadi, di tempat yang  mendukung  kita untuk berdoa dan merenung, tidak terganggu oleh suasana yang  kurang mendukung.  

Saat teduh  ini perlu agar  menyegarkan jiwa yang lelah, penat dan tegang.  Sebab sebagai pemimpin  ia kerap kali mengalami hal-hal itu. Ketika saat teduh dilaksanakan, maka saat itulah  proses  penyegaran, pemulihan, pengisian  daya-daya  sorgawi ke dalam dirinya. Ketika ia masuk ke dalam hari kerja baru esoknya, ia telah memiliki tenaga  mental dan spiritualitas yang telah dibaharui. 

Yesus sendiri memberi teladan, di pagi-pagi benar Ia menyepi, menyendiri dan berdoa. “Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat sunyi dan berdoa di sana,” (Mrk 1:35).  Pemazmur juga mengajarkan dengan amat menakjubkan, “Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setiamu,  supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita semasa hari-hari kami,” (Mz 90:14).  Itulah yang dapat terjadi, bila memulai hari bersama dengan Tuhan, dan berjalan bersama Tuhan sepanjang hari. Sehingga hari itu adalah hari bersama Tuhan, bukan hari tanpa Tuhan.

2.  Doa  pribadi
Doa  bersama  orang percaya  yang lain tentu baik dan penting.  Kita minta dukungan doa orang lain juga penting. Akan tetapi tidak kalah pentingnya sebuah doa pribadi kepada Tuhan.  Yesus Kristus  sendiri memberi teladan yang amat menakjubkan tentang perlunya doa pribadi ini. Ketika Ia menghadapi pergulatan dan pergumulan paling berat dalam hidupNya, saat di Taman  Getsemani.  Ia pergi meninggalkan murid-muridNya. Ia berdoa sendiri dan secara pribadi. Tidak cukup satu kali Ia berdoa,  dua kali tidak cukup,  bahkan sampai tiga kali Ia berdoa hal yang  sama. 

Lalu Yesus Kristus  mengingatkan para murid tentang perlu dan pentingnya  berdoa. KataNya, “Barjaga-jagalah dan berdoalah,  supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan:  roh memang penurut, tetapi daging lemah,” ( MT 26:41).  Berdasarkan ayat ini, lalu ada yang membuat kesimpulan  bahwa doa adalah kekuatan. Banyak berdoa, banyak kekuatan. Makin banyak berdoa, makin banyak kekuatan. Semakin  kuat dan banyak berdoa, maka semakin banyak  kekuatan.  Sebaliknya, kurang berdoa, kurang kekuatan, semakin kurang berdoa, semakin kurang kekuatan. Tidak pernah berdoa, tidak pernah memiliki kekuatan. Sebab doa adalah kekuatan.  “Doa orang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.  Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan,” (Yak 5: 16, 15). Demikianlah  pentingnya doa bagi  seorang pemimpin.

3.    Baca sabda
Baca sabda  seharusnya bukan  hanya keharusan dan kewajiban. Tetapi ia merupakan kebutuhan dan keperluannya sebagai orang percaya dan seorang pemimpin.  Sabda  yang dibaca  dapat  menjadi makanan rohaninya, yang menyegarkan dan mengenyangkan. Selain itu, sabda  memberi ilham dan inspirasi bagaimana ia menjalani hidupnya  setiap hari.  Dari sabda itu ia tahu hati dan kehendak Tuhan. Ia mendengar sapaan-sapaan Tuhan.  Ia  tahu apa yang harus  ia lakukan atau yang dilarang untuk dilakukan.  Sabda  akan membentuk sikap dan perilaku kristianinya. Karena sabda orang berhati-hati  bertindak dan berperilaku, sehingga  ia menjadi bijak.  Dari sabda ia tahu  janji-janji Tuhan untuk hidup masa sekarang ini, maupun untuk masa yang akan datang.   Karena sabda, saat-saat  problem menerpa dan menghimpit, ia menjadi kuat dan tegar.  Karena sabda, masa-masa suram dan sedih, ia mendapatkan penghiburan  dan kekuatan.  Karena sabda, ia  dapat  membimbing dan mendampingi  orang-orang yang butuh bimbingan.  Karena sabda, ia  dapat mengajar orang lain agar  hidup mereka semakin baik. 

Jika hubungan pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus terjalin intim melalu  doa, saat teduh, baca sabda, ketaatan dan kesetiaan  padaNya dalam praktek sikap dan perilaku. Maka  keajaiban akan dialami seorang percaya, juga seorang pemimpin. Simak ungkapan ini



KUHAMPIRI SABDA SEJATI

Ketika aku bangun pagi
Kuhampiri Sabda Sejati Yesus Kristus
Ketika  aku kembali ke peraduan
Kuhampiri Sabda Sejati Yesus Kristus
                   Ketika aku berjalan dalam kabut gelap kehidupan
                   Kuhampiri Sabda Sejati Yesus Kkristus
                   Ketika hati dirundung tangis sedih, air mata mengalir 
                   Kuhampiri Sabda Sejati Yesus Kristus
Ketika hati dirundung dukacita nespata
Kekasih telah pergi dipanggil Bapa sorgawi
Hati berkecamuk kebuntuan gelap gulita
Kuhampiri Sabda Sejati Yesus Kristus
                    Ketika hidup tertimpa musibah   
                    Membawa kemalangan dahsyat
                    Memproak-porankan diri dan keluarga  
                    Kuhampiri Sabda Sejati Yesus Kristus
Ketika hidup terhimpit sakit penyakit
Berkepanjangan  seolah tanpa batas
Harapan pulih seolah sirna
Kuhampiri Sabda Sejati Yesus Kristus
                     Ketika hidup serba tidak menentu
                     Rasa aman terus mengusik ketenteraman
                     Pegangan kerja usaha sehari-hari terlepas
                     Kuhampiri Sabda Sejati Yesus Kkristus
Ketika jalan buntu tiada ujung
Jalan yang dilalui penuh aral melintang
Haparan hamper pupus sudah
Kuhampiri Sabda Sejati Yesus Kristus
                     Ketika gunung  persoalan menutupi jalan lapang
                     Ketika tangan, kaki, otot, semangat daya juang
                     Terasa lemah lunglai tiada daya
                     Kuhampiri Sabda Sejati Yesus Kristus
Akhirnya, ketika aku telah uzur usia
Ajal hampir menjemput
Keluarga pasrah pada Pencipta
Kuhampiri  Sabda Sejati Yesus Kristus
                     Oh….aku akhirnya sadar dan paham
                     Langkah demi langkah kuayunkan 
                     Dengan terengah-engah, kadang teguh kokoh
                     Aku akhirnya sampai juga di penghujung jalanku
Hanya karena senantiasa
Kuhampiri  Sabda Sejati Yesus Kristus.
                             Bdg, 16, 5, 02, T.Tu’u.

4.    Hadir dalam kegiatan jemaat
“Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti yang dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat  melakukannya, “ ( Ibr 10:25).  Hal tersebut dapat dirasakan sebagai panggilan sekaligus peringatan.  Sebab pertemuan jemaat memiliki arti dan manfaat yang penting bagi  orang percaya apalagi bagi seorang pemimpin.  Oleh karena pertemuan jemaat memiliki dimensi-dimensi spiritualitas dan sosial.

Sebagai makhluk  berdimensi spiritualitas,  maka pertemuan jemaat akan membantu warga jemaat  bertumbuh dalam kehidupan spiritualitasnya. Sebab pertemuan jemaat memang dimaksudkan sebagai sarana pembinaan dan pembelajaran jemaat.  Sedangkan sebagai makhluk yang berdimensi sosial, maka pertemuan jemaat akan memperkuat dan mempererat ikatan sosial di antara anggota jemaat.  Bila hubungan  kasih  semakin tumbuh, maka  mereka dapat saling menasihati, menghibur, menguatkan, meneguhkan satu terhadap yang lainnya. Ketika kita lemah, ada teman menguatkan dan menolong, sebaliknya, ketika teman lemah, kita dapat menguatkan dan menolong mreka.  Sehingga di sini ada tangan yang saling terulur silih berganti. Kita adalah tangan Kristus bagi sesama   kita.  

5.   Baca   buku yang bermanfaat
Buku  adalah jendela pengetahuan dan informasi.  Buku juga jendela bagi  pengembangan pengetahuan dan pengalaman iman. Sebab itu, membaca buku sangat penting bagi  pengembangan wawasan pengetahuan dan spiritualitas.  Karena dari membaca buku-buku itulah   pengetahuan terus maju dan berkembang. Seorang pemimpin sangat penting memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas dan dalam. Akan tetapi,  hal-hal  yang berhubungan dengan pengembangan dan wawasan spiritualitas juga akan berkembang  dengan baik, apabila  kegiatan membaca buku terus dilakukan. Buku yang dipilih untuk dibaca  adalah buku yang bermanfaat  bagi pengembangan diri dan spiritualitas.  Pemimpin akan lebih dihargai dan dihormati oleh karena wawasan dan pengetahuannya  luas dan dalam.

6.   Mengikuti berita perkembangan  dunia
Seorang pemimpin kristiani  ada di tengah-tengah dunia dan di dalam dunia dengan beraneka ragam keadaan dan kejadian.  Agar dalam menjalankan dan melaksanakan kepemimpinannya   relevan dengan situasi  yang dihadapi, maka  pemimpin  tidak sampai tertinggal oleh  keadaan dan perkembangan dunia sekitarnya.  Sajian  media massa dalam majalah, koran,  TV, radio, sebaiknya diikuti dengan cermat dan selektif. Dengan hal tersebut, spiritualitasnya  akan terus  berkembangan, diperkaya dan selalu  hadir  dalam konteks waktu dan tempat  serta zaman yang  relevan.   Spiritualitasnya menjadi spiritualitas yang  sesuai dengan zamannya.    Bukan spiritualitas yang kedaluwarsa dan lepas dari konteks zamannya.


7.   Taat dan setia
Sabda Tuhan penting untuk didengar dan dipelajari. Tetapi masih harus dilanjutkan dengan mentaati dan mempraktekkannya dengan setia dalam hidup sehari-hari. Taat adalah melakukan sesuatu yang menjadi tugas dan panggilan hidupnya. Setia adalah memegang kuat-kuat,  apa yang diyakini dan dipercaya, yakni sabda, perintah dan janji Tuhan.  Ketaatan dan kesetiaan merupakan wujud mentaati dan setia pada sabda, “Hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja,’ (Yak 1:22).

Pemimpin akan dilihat oleh pengikutnya sejauh mana ia  memberlakukan  ajaran imannya dalam praktek hidupnya. Bila mereka melihatnya taat dan setia pada firman Tuhan, maka hal itu akan sangat mempengaruhi  sikap dan perilaku mereka. Sebab ada contoh dan teladan yang dapat mereka ikuti. 

Ketaatan dan kesetiaan pemimpin pada firman Tuhan akan semakin memperkuat  spiritualitasnya sendiri. Sebab ia merasakan dampak dan manfaat serta kekuatan spiritualitas itu dalam dia mengajar, membina, memimpin dan mempengaruhi  orang-orang lain.  Pengaruh itu akan semakin hebat, karena ada kuasa dan kekuatan Tuhan berkarya di dalam dan melalui dirinya yang taat dan setia itu.

Bagi dirinya sendiri yang taat dan setia akan mengalami janji bahwa siapa yang taat dan setia akan berbahagia. D + P =  B   ( Dengar + Pelihara = Bahagia) , “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengar firman Allah dan yang memeliharanya,” (LK 11:28).   T + L = B ( Tahu + Lakukan = Bahagia),  “Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya,” (Yoh 13:17).   T = B + DS (Taat = Bahagia + Damai Sejahtera),   “Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintahKu, maka damai sejahtera akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah  seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti,” ( Yes 48:18).  Demikian indahnya janji dan kunci bahagia bagi pemimpin yang taat dan setia pada sabda.



8.   Menolong orang lain
Pertumbuhan dan perkembangan spiritualitas juga terjadi karena  langkah hidup yang saling menolong.  Tangan yang terulur dari yang kuat kepada yang lemah, tidak hanya memperkuat tangan yang lemah yang ditolong, tetapi juga semakin memperkokoh tangan  yang  kuat yang memberi. Sebab memberi adalah juga menerima. Karena memberi maka akan menerima. Itu hukumnya.

Jika Tuhan, pusat spiritualitas, telah memberkati dan memberi rejeki yang baik untuk pemimpin. Sudah seharusnya, ia juga tergerak membagi dan berbagi rejeki itu kepada orang-orang yang perlu mendapat pertolongan.  Di sekitar kita ada banyak orang-orang yang membutuhkan pertolongan kita. Kalau kita dapat memberi pertolongan dan bantuan kepada mereka. Maka spiritualitas kita akan bertumbuh semakin kuat. Lagi pula, “Lebih berbahagia memberi dari pada menerima, “ ( Kis 20:35). “Selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman, “ (Gal 6:10). “Jangan menahan kebaikan dari orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya,” (Ams 3: 27).

9.    Berbicara  bijak dan meneduhkan
Dalam tekanan yang  tinggi  dan berbagai ragam persoalan yang menghimpitnya, kadang-kadang emosi seorang pemimpin naik  dan tinggi.  Sehingga  ketika ia berbicara dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, kata-kata yang diucapkannya bagaikan sebuah busur pahah  yang tajam sekali, melesat  cepat. Lalu menghunjam di hati orang-orang yang mendengarnya.  Orang  terluka, sakit hati, tersinggung dan tidak enak mendengarnya. Hubungan menjadi kurang baik. Tembok antara pimpinan dan  bawahan  terbentuk menjulang tinggi.

Oleh  sebab itu, pemimpin mesti sadar, bahwa kata-kata yang meluncur dari mulutnya sangat besar kuasa dan kekuatannya. Ia dapat mematikan semangat, tetapi sebaliknya dapat  membangun kembali hidup yang  tanpa gairah.  Kata-katanya mampu mengubah hidup  menjadi penuh motivasi dan daya juang yang hebat. Apabila kata-kata yang diucapkan dikelola dengan baik, benar dan tepat.

Kata-kata pemimpin pada tempatnya sebagai, “Bibir  orang benar menggembalakan banyak orang,  mulut orang benar mengeluarkan hikmat, “(Ams 10:11, 31). Ya, kata-katanya  penuh  hikmat, berhikmat, sehingga  memberi keteduhan bagi orang yang mendengarnya.  Mengapa ia menjadi  orang benar ?  Karena  hidupnya terarah pada Tuhan,  yang menyelamatkannya dari perhambaan dosa. Ia percaya, yakin dan menerima Yesus Kristus adalah Tuhan dan juruselamatnya.  Doa dan sabda menjadi makanan rohani dan kebutuhannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hal-hal itulah yang membuat dia semakin diasah dan dibentuk menjadi orang yang bijak dan menggembalakan banyak orang melalui kata-kata yang diucapkannya.   

10.   Mengembangkan rasa humor
Tertawa itu sehat. Tertawa itu menyegarkan otot dan syaraf.  Tertawa membuat wajah cerah ceria berseri.   Oleh karena itu, tertawa merupakan kurnia Tuhan. Dengan tertawa hidup ini semakin riang dan menarik.  Sehingga  tertawa dan membuat orang tertawa  karena  sebuah kecerdasan spiritual kata Tony Buzan.   Dengan tertawa dan tersenyum, otak anda memerintahkan tubuh anda melepaskan  “hormon sehat.”  Sehingga hidup terasa ringan dan nyaman. “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat  yang patah mengeringkan tulang. Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia. Hati yang tenang menyegarkan tubuh, ” kata Amsal 17: 22,  121: 25, 14:30). Dan itu sungguh amat benar. Kita dapat merasakannya.

Tony Buzan  dalam  “Jadi Orang Cerdas Spiritual,” mengutip  Elia Wheeler Wilcox, “Tertawalah dan dunia akan ikut  tertawa bersamamu.”  Lalu Tony Buzan   menjawab dan mengatakan, “Benar!  Tertawalah dan dunia tertawa bersamamu !  Selera humor merupakan salah satu kualitas utama kecerdasan spiritual. Tawa akan mengurangi perasaan stress, meningkatkan kesehatan secara umum, dan menambah jumlah teman (yang lebih bahagia).  Tawa dapat menciptakan kehidupan yang lebih bahagia, ceria, dan bersemangat. Dapat meredakan persoalan, dapat membagi ketegangan dan menyatukan orang dari berbagai profesi. Humor mempertalikan semua umat manusia.”

Seorang pemimpin perlu mengembangkan  kemampuan dan keterampilanm humornya. Sebab   dengan  memanfaatkan senyum, tawa, humor, ada banyak kebekuan dan kekakuan dalam relasi, dalam komunikasi, dalam rapat, dalam pembinaan, pendidikan,  dapat dicairkan dan dilenturkan.  Sehingga hidup terasa indah dan nyaman.

11.   Menyediakan  hal rekreatif
“Mensana Corpore   Sano,”  ungkapan Latin yang berarti dalam tubuh yang sehat akan ada jiwa yang sehat. Benar, bahwa kalau tubuh kita sehat, maka dampaknya  pada jiwa kita akan sehat juga.  Sebab, kalau tubuh sakit, orang sakit, sering kali jiwanya jadi dan ikut sakit, bahkan ada yang imannya ikut  goncang dan goyang karena tidak mampu  menerima kenyataan bahwa  tubuhnya sakit. 

Untuk itu memang perlu  seorang pemimpin menata hidup agar tubuh terjaga dan  sehat.  Maka olah raga  sangat penting  disediakan waktunya. Kemudian, hal-hal rekreatif juga perlu untuk menjaga jiwa yang sehat dan segar. Kesibukan, kebisingan, ketegangan, perlu diatasi dan diselingi dengan  hal-hal rekreatif. Hal rekreatif bukan selalu harus berarti mahal. Sebab rekreatif  adalah menciptakan suatu suasana yang baru, kreatif dan segar kembali. Sehingga, dengan  hal dekimian, ada banyak kegiatan yang dapat bersifat rekreatif yang dapat dilakukan. Dalam olah ragapun, hal-hal rekreatif sudah dapat terjadi. Misalnya, jalan pagi yang santai adalah olah raga sekaligus rekreatif, murah meriah. Dan macam-macam   kegiatan lain-lain pun dapat  dibuat dan diciptakan sebagai sesuatu yang rekreatif.  Baca buku-buku atau cerita-cerita lucu, adalah menyegarkan. Dll.

Kebalikan dari “Dalam tubuh yang sehat akan ada jiwa yang sehat, “ adalah “Dalam jiwa yang  sehat akan ada tubuh yang sehat pula”.   Sebab, kalau orang jiwa dan spiritualitasnya sehat. Maka diharapkan ia dapat menata hidupnya dengan lebih baik. Dengan  hati, pikiran dan mental yang sehat dan baik, maka segala pergumulan hidup akan dapat diatasinya, tentu berdasarkan kekuatan dan kuasa Tuhan. Sebab, “Kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami, “ (II Kor 4: 7).  Sakit penyakit  juga seringkali  muncul karena sikap hati, pikiran dan mental yang tidak sehat. Bila hati, pikiran dan mentalnya sehat, pemimpin boleh yakin tubuhnya juga akan sehat. Itu  berarti  spiritualitas berpengaruh dan dipengaruhi juga  oleh  tubuh dan jiwa yang sehat. Sehingga olah raga dan yang rekreatif perlu bagi pemimpin.   Karena pada dasarnya pemimpin harus sehat jasmani, sehat mental dan sehat spiritualitasnya. 

Bila ia tidak sehat jasmani, bagaimana ia dapat bekerja dengan baik ?  Bila mentalnya tidak sehat, bagaimana ia  dapat  memiliki daya pikir dan daya tahan yang  baik ?   Bila ia tidak sehat spiritualitas, bagaimana ia  dapat memiliki sikap, perilaku dan perbuatan  yang baik dan benar ?  Bagaimana ia mampu menghadapi gejolak dan tekanan yang menghimpitnya ? Dapatkah tanpa Tuhan ia membangun dirinya, keluarganya, dan kepemimpinannya,  dengan sukses ?   “Kalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya,” (Maz 127:1).     




PENUTUP

Pemimpin kristiani memahami bahwa spiritualitas merupakan  cara atau sikap hidupnya yang terarah pada Tuhan.  Sehingga cara dan sikap itu menjadi motor yang menggerakkan  seluruh gerakan hidupnya. Cara dan sikap  yang terarah itu juga menjadi kekuatan yang menyembuhkan, menghidupkan dan menyeimbangkan dirinya dalam  irama  gerak hidupnya sebagai pemimpin kristiani.   Selain itu, dengan spiritualitas itu, apiNya Tuhan  memanaskan dan menghangatkan spiritualitasnya, oleh karena Yesus Kristus  hidup dan  berkuasa dalam dirinya.

Bagi pemimpin kristiani, spiritualitas  sangat penting, oleh karena secara umum, manusia hidup bukan hanya karena roti, tetapi  dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.  Sabdanya menjadi pelita hidupnya.  Dengan mengenal sabda, ia mengenal  hati dan kehendak Tuhan.  Hal itu juga akan ikut membentuk karakter kristianinya.  Jiwanya memang secara mendasar memerlukan Tuhan, yang menjadi sumber hidup yang sejati.

Secara khusus sebagai pemimpin kristiani,  spiritualitas sangat penting oleh karena,  hidupnya semakin sarat dengan godaan dan tantangan, semakin tinggi pohon, semakin banyak goyangan bagi pohon  hidupnya,  maka akar harus semakin dalam pula di dalam Yesus Kristus, agar  tidak mudah tumbang.  Semakin tinggi posisi, semakin pergumulan dan masalah serta tanggung jawab meningkat.  Sebagai pemimpin ia adalah orang terdepan yang diteladani.  Memimpin keluarga, hanya akan berhasil bila melibatkan Tuhan.  Pondasi semua itu :  spiritualitas yang baik.

Bagaimana pemimpin kristiani membangun spiritualitas yang baik ?  Pertama:  ia  telah mengalami keselamatan dalam Yesus Kristus melalui :  mengakui dirinya berdosa dan mengakui dosa itu di hadapan Tuhan.  Lalu bertobat, percaya dan menerima Yesus Kristus  secara pribadi. 

Kedua, setelah  percaya dan menerima Kristus, ia mesti membangun spiritualitasnya agar tidak kembali ke hidup yang lama. Ia  perlu melakukan :  saat teduh, doa pribadi, membaca sabda Tuhan, taat dan setia pada Tuhan dan sabdaNya, ambil bagian dalam kegiatan jemaat, membaca buku-buku yang bermanfaat,   ikut  perkembangan berita dunia, menolong orang-orang lain sebagai wujud iman dan kasih,   berbicara  bijak dan berhikmat agar meneduhkan orang lain, menyisipkan hal-hal humor agar ada suasana segar dan mencairkan kekakuan  dan kebekuan relasi. Terakhir, siapkan hal-hal rekreatif agar  sehat dan segar, sebab pemimpin perlu  sehat jasmani, mental dan rohaninya.  Dengan hal-hal demikian, diharapkan spiritualitas pemimpin terus  segar dan bertumbuh. Sehingga ia mampu meneruskan kepemimpinannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar