SPIRITUALITAS KRISTIANI
Ketika seorang pengikut Kristus terpilih menjadi pemimpin. Maka hal itu
harus dilihat sebagai sebuah anugerah
yang amat besar dari Tuhan. Oleh
karena, pertama ia dipercaya oleh
atasannya. Kedua, ia dipercaya oleh rekan-rekannya, dan terakhir ia dipercaya oleh Tuhan. Agar
dalam tugas dan hidupnya dapat memancarkan kasih dan kuasa Tuhan, maka ia perlu memiliki hubungan yang baik
dengan Tuhan sumber anugerah bagi hidup
dan kepemimpinannya. Dalam hal ini,
spiritualitas pemimpin tidak boleh
padam. Ia laksana api yang terus
menyala, agar dapat memanaskan dan menghangatkan, dan menghidupkan keimanan dan keagamaannya.
Kalau spiritualitasnya padam, maka ibarat lilin di tengah gelap yang tidak
menyala, .ia tidak memiliki arti apa-apa. Lilin hanya berarti kalau ia tetap
menyala. Agama tanpa spiritualitas,
hanya akan menjadi seremonial dan aktivitas
social. Pemimpin tanpa
spiritualitas akan menjadi pemimpin
kegiatan religius berwajah agama. Pemimpin kristiani tanpa spiritualitas akan
menjadikannya sebagai pemimpin sosial
berwajah kristiani, tetapi
tanpa berdampak membawa nilai-nilai
kristiani. Ia ibarat abu atau ampas, bukan api
atau santan kelapa.
I. PEMAHAMAN SPIRITUALITAS
1. Terarah pada Tuhan dan motor penggerak hidup
Kata spiritualitas berasal dari
kata “spiritus” yang berarti “rohani”
atau “roh’ yang dalam Perjanjian Baru “pneuma” dalam
Perjanjian Lama “ruah.”
Kata-kata tersebut kerap
kali hanya dipahami dengan istlah
“kerohanian” saja. Sehingga pengertian dan pemakaiannya lebih menekankan
pada mementingkan hubungan pribadi dengan Allah. Akan tetapi melupakan aspek
hubungan dengan sesama dan dengan alam dan lingkungannya.
Pemahaman yang lebih mendalam dan
positif dari istilah spititualitas
lebih dari pengertian kerohanian tersebut. Spiritualitas adalah, pertama,
hidup
yang terarah kepada Tuhan Allah yang menjadi pokok dalam seluruh
kehidupan manusia. Hidup yang terarah
pada Allah ini mencakup hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya
sendiri, dengan sesamanya manusia, dengan dunia dan dengan
alam lingkungannya. Kedua,
spiritualitas juga sebagai “motor”
yang menggerakkan dan memberikan semangat serta dorongan bagi seluruh aspek-aspek hidup manusia ketika
bersentuhan dengan sesamanya dan lingkungannya.
Hidup yang terarah kepada Tuhan
Allah ini mempengaruhi dan memberi warna
serta dampak positif bagi hubungan dirinya dengan sesamanya, dunia dan alam lingkungannya. Ia bukan
sebagai factor yang merusak, tetapi
menjadi factor pembawa hal-hal baik bagi
mereka. Karena nilai-nilai yang
dia dapatkan dari hubungan dan keterarahan
dengan Allah, kini dibawa dan dihadirkannya dengan seluruh aspek
hidupnya. Dia adalah gambar dan citra Allah, yang benar-benar
menggambarkan dan mencitrakan diri Allah melalui diri dan hidupnya.
2. Kekuatan menyembuhkan,
menyeimbangkan, menghidupkan
Sisi yang lain pemahaman spiritualitas adalah kekuatan menyembuhkan
dan menyeimbangkan, serta menghidupkan. C.S.Wang, menguraikan bahwa
spiritualitas adalah suatu fungsi yang mengetahui dan menyembuhkan
“hidup batiniah” dan memberikan keseimbangan kepada kekuatan dari hidup itu. Lazimnya
“hidup” berdimensi dua, yakni hidup batiniah dan hidup lahiriah.
Hubungan keduanya sangat erat dan terjalin kuat. Hidup batiniah,
disebut juga dengan “jiwa” , yang tidak
kelihatan, tetapi fungsinya sangat
penting. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa spiritualitas adalah
suatu fungsi menyembuhkan dan menghidupkan
“jiwa’ serta memberikan keseimbangan pada
kekuatan “jiwa” supaya manusia hidup sehat secara jasmani dan rohani, sesuai dengan
kehendak Allah. Agama harus membimbing
orang untuk mengetahui hidup batiniah ini secara lebih mendalam dan mengajar
cara bergaul dengan hidup batiniah itu
sendiri.
3. Api yang memanaskan dan menghangatkan
Eka Darmaputra memberi arti
khusus. Spiritualitas adalah “api”
yang memberi panas dan menghangatkan hidup. Sejak orang berjumpa Kristus, ia lalu bertobat, maka ia secara drastis dan
radikal memutuskan dan membuang serta
meninggalkan hidup lamanya. Lalu
berbalik 180 derajat, berjalan ke arah Tuhan. Kemudian ia secara sadar terus memelihara bahkan mengembangkan dirinya yang baru
itu. Caranya, terus mempertahankan panas
“api” yang menyala, takala ia mengalami
perjumpaan dengan Kristus. Panas “api”
itulah spiritualitas.
Panas itu bisa hilang dan sering
hilang. Ketika api padam dan hangatnya hilang, maka yang tinggal hanya abu
saja. Ibarat kelapa, santannya yang kita cari dan
perlukan, bukan ampasnya. Sebab itu,
agama tidak identik dengan spiritualitas. Agama bisa kehilangan spiritulitas
dan kehangatannya. Tanpa spiritualitas,
agama bisa besar, kuat, berkembang,
perkasa, merangsang, kaya, tetapi
ia ibarat tinggal hanya ampas
atau abu saja. Tidak memiliki arti,
manfaat dan guna. Maka, agama agar berarti, berguna dan berdaya guna,
mesti terus memelihara dan mengembangkan
spiritualitasnya.
Berdasarkan
pemahaman-pemahaman tersebut di atas
bahwa spiritualitas sebagai motor yang menggerakkan hidup, kekuatan yang menyembuhkan, menyeimbangkan
dan menghidupkan, api yang memanaskan dan menghangatkan hidup
beragama, sehingga hidup seseorang semakin
terarah kepada Tuhan Allah, di dalam
AnakNya Yesus Kristus.
4. Kristus hidup di dalam aku
Pengalaman spiritualitas Paulus,
“Aku hidup, namun bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang
hidup di dalam aku,” (Gal 2:20). Karena Kristus yang hadir dan hidup serta
berkuasa, memerintah dalam hidupnya,
maka hidupnya berubah menjadi baru dan baik. Hidupnya tidak lagi mementingkan dirinya sendiri, tetapi berguna
dan bermanfaat bagi orang lain dan bagi kemuliaan Tuhan. Seluruh potensi dirinya dikendalikan,
digerakkan, di pengaruhi oleh kehadiran
Kristus yang berkuasa dan memerintah dalam hidupnya.
II. PENTINGNYA SPIRITUALITAS
Pertama, Secara umum sebagai orang percaya
HENDRY
1. Manusia tidak hanya hidup
dari roti
Manusia adalah makhluk hidup
dengan berbagai macam kebutuhan. Hidup
dan aktivitasnya antara lain untuk mencari dan memenuhi kebutuhannya itu. Kebutuhan manusia menurut
Abraham Maslow yakni
kebutuhan fisiologis ( sandang, papan,
pangan dan kebutuhan biologis lainnya),
kebutuhan rasa aman,
kebutuhan rasa sosial, kebutuhan rasa dihargai, dan kebutuhan untuk
mengaktualisasikan dirinya. Apabila
manusia mengalami kesulitan atau belum dapat memenuhi salah satu atau
beberapa dari kebutuhannya itu, maka akan ada problem dengan diri orang
tersebut.
Problem itu baru
dilihat secara dari sisi
psikologi. Kalau dilihat lebih dalam
lagi dari sisi ajaran Alkitab, maka manusia memiliki dua kebutuhan, yakni
kebutuhan jasmani dan kebutuhan spiritualitasnya. Ketika
orang telah mampu memenuhi kebutuhan jasmani, maka ia akan sehat
jasmani, tetapi belum sehat secara spiritualitas. Sebab itu, kebutuhan spiritualitas juga merupakan
kebutuhan dasar manusia. Bila orang telah makan
cukup seimbang bagi jasmani dan spiritualitasnya, maka orang itu akan
sehat spiritualitas dan jasmaninya.
Yesus Kristus memahami kebutuhan dasar manusia. Dua kebutuhan
dasar itu penting untuk dipenuhi dan dikenyangkan, agar ia menjadi
manusia yang sehat. kataNya, “Manusia
tidak hanya hidup dari roti saja, tetapi ia juga hidup dari setiap Firman yang
keluar dari mulut Allah,” (MT 4: 4).
Roti, nasi, dan segala kebutuhan
jasmani, penting bagi manusia. Tetapi
Firman Allah juga penting bagi manusia. Firman Allah merupakan makanan rohani
(spiritualitas) baginya. Tanpa mengenyangkan diri dengan Firman Allah, maka
manusia akan lapar dan dahaga
spiritualitasnya. Kalau ia lapar dan dahaga, maka ia akan lemah, loyo,
tidak memiliki kekuatan dan tenaga untuk bekerja, melayani dan
berjuang melawan kekuatan gelap.
Pemimpin yang perkasa, kuat dan
tangguh dalam berkarya dan melawan berbagai godaan dan tekanan kuasa
gelap, adalah pemimpin yang selalu
mengenyangkan dirinya dengan Firman Allah.
Kalau dia kenyang, maka ia memiliki tenaga dan kekuatan, dari Tuhan
tentunya, untuk berjuang.
Tanpa Tuhan, berarti ia berjuang
sendirian. Padahal, kalau ia berjuang
bersama dengan Tuhan, maka hasil dan dampaknya luar biasa. Dikatakan, “Karena
itu, tunduklah pada Allah, dan lawanlah iblis, maka ia akan lari dari
padamu,” (Yak 4:7). Kalau kita ada di pihak Allah, bersama
Allah, siapa yang kuat mengalahkanNya ?
2. Sabda adalah pelita hidup
Jalan dan perjalanan hidup seseorang ada cukup panjang, bahkan ada
yang panjang sekali. Dalam perjalan panjang itu, tentu ada banyak
pengalaman yang beraneka ragam. Manis, riang, gembira, sukacita, tetapi tentu
juga ada yang pahit, getir, susah, menangis, dukacita, putus asa,
ibarat ada dalam jalan dan lorong yang gelap.
Di tengah dua macam perjalanan itu, selaku orang
percaya kita membutuhkan Sabda Tuhan. Sebab Sabda Tuhan merupakan
pelita yang mampu dan berkuasa
memberi terang bagi jalan dan perjalanan hidup kita. Kita tidak hanya membutuhkannya pada
saat duka, tetapi juga dalam suka. Dengan Sabda Tuhan, hati, pikiran dan hidup kita diteranginya.
Sehingga kita tahu dan mengerti
mana jalan yang akan kita pilih, kita lalui dan kita jalani.
Tanpa pelita, firman Tuhan,
maka kita dapat tersesat dalam perjalanan hidup
kita. Dunia ini ibarat belantara yang
amat lebat, kita tidak tahu arah yang jelas kemana dan dimana kita berada. Akan
tetapi, dengan Sabda Tuhan, maka kita tahu siapa kita, di mana kita, ke mana
kita dan dengan apa kita ke sana. Bila ia ada dalam gelap, kegelapan
menguasainya, maka ia tidak tahu ke mana ia pergi.
Sungguh firman Tuhan, selain
mengenyangkan spiritualitas kita, ia juga akan menerangi hati, pikiran dan
hidup kita. Sehingga kita hidup dalam
terangNya. Kristus terang sejati itu. Bila kita ada dalam terangNya, maka kita
tahu bagaimana kita harus hidup. Sebab,
“Akulah terang dunia, barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan
kegelapan, melainkan mempunyai terang hidup,” ( Yoh 8:12). Kalau ia berjalan, maka
langkah-langkahnya tidak akan membuat ia jatuh.
Karena, “FirmanMu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku, “ (Maz
119:105). Seorang pemimpin yang
jalannya berhasil, tentunya ia akan
menjadikan sabda Tuhan mampu memberikan terang bagi hati, pikiran dan hidupnya.
3. Sarana mengenal kehendak
Tuhan
Manusia adalah makhluk yang berpikir dan belajar. Sebab itu, sejak kanak-kanak seseorang diajak
belajar berpikir dan belajar banyak hal
tentang kehidupan sehari-hari
bersama keluarganya. Pengembangan
kemampuan berpikir dan belajar banyak hal itu dilakukan oleh keluarga, orang tua dan lingkungannya.
Sebagai makhluk yang berpikir dan
belajar, maka salah satu kesukaan dalam belajarnya, manusia suka meniru. Meniru ini terjadi dan dilakukannya dalam sebagian besar hidupnya. Sejak kecil,
seseorang meniru banyak hal dari keluarganya dan lingkungannya. Bahkan banyak sikap dan perilakunya dibentuk
dan dipengaruhi oleh lingkungannya.
Nah, agar sikap dan perilakunya
semakin dekat dan bahkan menjadi gambar serta citra Allah. Maka ia perlu mengalami sebuah proses pembaharuan akal budinya. Proses pembaharuan akal budinya terjadi
ketika ia berjumpa dan menerima Kristus
sebagai Tuhan dan juruselamatnya. Ketika
ia mengalami dan terjadi hal berikut ini, ‘Barangsiapa yang ada dalam
Kristus, ia adalah ciptaan yang baru,” (II Kor 5:17). Maka, dengan
hal itu, proses pembaharuan diri dan akal budi ini telah berlangsung.
Dengan demikian, ketika pembaruan akal budi terjadi, maka
kepadanya diberikan satu kemampuan, yakni kemampuan untuk mengenal
kehendak Allah, apa yang berkenan
kepadanya, dan apa yang tidak berkenan kepadanya. Ia berkemampuan membedakan hal-hal yang baik dan
buruk, yang berkenan dan tidak berkenan
bagi Allah. Selanjutnya, dengan kuasa, kekuatan dan pertolongan Roh Kudus, ia didorong memilih dan melakukan yang baik,
benar dan berkenan kepada Tuhan
“Janganlah menjadi serupa dengan
dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat
membedakan manakah kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan kepada Allah
dan yang sempurna,” ( Roma 12:2).
Kalau seorang pemimpin belum mengalami pembaharuan diri dan akal
budinya, maka ia akan mudah sekali ikut
dan menjadi serupa dengan dunia dan lingkungannya. Tetapi, pemimpin yang telah mengalami proses
pembaruan diri dalam Kristus, maka ia mampu membedakan mana yang berkenan dan tidak berkenan kepada Allah, membedakan mana yang baik dan yang tidak
baik. Dengan kekuatan Roh Kudus, ia dimampukan melakukan yang baik dalam kepemimpinannya. Sebab, “Dengan diri
kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri, tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan
Allah. Ialah membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan… ” (II Kor
3:5, 6). Pemimpin adalah pelayan. Ia sanggup melayani, karena Roh Kudus sumber
kekuatannya.
4. Membentuk karakter kristiani
Karakter boleh dikatakan sebagai
sikap, perilaku, budi pekerti dan moral
serta etik seseorang yang membedakannya
dengan orang-orang yang lain. Karakter ini kerap kali muncul dan terbentuk
dan dilandasi serta dipengaruhi oleh
ajaran-ajaran yang bersumber pada
nilai-nilai yang ada dan akrab dengan
diri seseorang dan lingkungannya. Umumnya
keyakinan membentuk nilai, nilai
membentuk sikap, sikap membentuk perilaku, perilaku membentuk karakter.
Hal-hal yang biasanya berperan
besar dalam membentuk karakter seseorang antara lain, pertama, pengalaman pribadi. Sebuah pengalaman yang amat berkesan,
mendalam, menyakitkan atau menyenangkan,
akan membekas dan tertoreh amat kuat dalam hati seseorang. Apalagi bila pengalaman itu sampai melibatkan
dan menguras emosinya. Lalu terjadi berulang-ulang. Maka pengalaman itu akan
ikut membentuk karakternya. Cara dia merespon orang lain akan dipengauhi
pengalamannya itu.
Kedua, budaya. Seseorang hidup dan bertumbuh dari anak, remaja, pemuda,
dewasa dan lanjut usia, ada dalam
tradisi, nilai-nilai dan budaya tertentu. Segala hal yang dilihat, didengar,
dialami, interaksi dan responnya
terhadap tradisi, nilai dan budaya di lingkungannya akan membentuk
kehidupan dirinya.
Ketiga, orang yang dianggap penting. Mereka ini dapat terdiri dari orang tua,
suami-isteri, anak-anak, pemimpin atau
atasan, orang yang statusnya lebih tinggi, teman kerja/dekat/ gaul, guru dan rohaniwan. Oang-orang tersebut, bila berbicara, memberi
pesan, nasihat, didikan atau teladan yang baik akan berpengaruh besar membentuk
diri dan hidupnya. Sebab dalam dirinya ada kecenderungan belajar dan meniru
sesuatu dari mereka.
Keempat, pendidikan. Manusia adalah makhluk belajar dan meniru.
Sebab itu ia suka belajar dan meniru, segala hal yang dianggapnya patut bagi
dirinya. Maka, segala macam model dan proses pendidikan yang dialami dan
dijalaninya akan ikut membawa perubahan dan perkembangan diri dan
hidupnya. Maju dan mundurnya, serta
berkembang tidak bekembangnya seseorang
bergantung pada sejauh mana proses pembelajaran
dilakukannya bagi dirinya.
Kelima, agama. Manusia
adalah makhluk ciptaan Tuhan, milik Tuhan, dikasihi Tuhan, hidupnya anugerah Tuhan. Ketika manusia
berdosa, Tuhan mengampuni dan
menyelamatkannya melalui Tuhan Yesus Kristus.
Sebab itu, karakter yang baik,
benar dan sejati bagi mereka
adalah karakter yang dilandasi ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang diterimanya
dari ajaran agamanya. Karakter yang dibentuk dari ajaran agama merupakan
kekuatan pengaruh paling kuat dan besar, sebab ia menyangkut hal-hal yang baik, benar, kudus, keselamatan sekarang ini
dan bagi hidupnya yang akan datang.
Sebab itu, karakter kristiani
seorang pemimpin terbentuk kuat ketika nilai-nilai dan ajaran kristiani
dipelajari, diterima, diyakini, ditaati dan dipraktekkan dalam hidupnya
sehari-hari. Baginya, pemimpin
kristiani, ada banyak kekuatan yang dapat membentuk dirinya, tetapi pembentuk diri
dan hidup yang paling tinggi nilai dan kualitasnya adalah
imannya kepada Tuhan Yesus Kristus.
Karakter Kristus dan ajaran serta
teladanNya dapat menjadi teladan bagi
karakternya.
Karakter dan reputasi, menurut
William Herley Davis :
Reputasi adalah apa yang anda
usahakan
Karakter adalah apa yang anda miliki
Reputasi adalah foto anda
Karakter adalah wajah anda
Reputasi adalah sesuatu yang datang dari tidak ada
Karakter adalah tumbuh dari dalam
diri anda
Reputasi apa yang anda miliki
saat bergabung dengan komunitas baru
Karakter adalah apa yang anda miliki
ketika anda pergi
Reputasi adalah sesuatun yang dibuat dalam satu moment
Karakter adalah sesuatu
yang dibangun sepanjang hidup
Reputasi adalah sesuatu yang anda
pelajari dalam satu jam
Karakter tidak datang
menerangi selama satu tahun
Reputasi tumbuh seperti jamur
Karakter berakhir sampai kekekalan
Reputasi membuat anda kaya atau miskin
Karakter membuat anda bahagia atau sedih
Reputasi adalah apa yang orang
katakan di batu nisan anda
Karakter
adalah apa yang malaikat katakan tentang anda
Di
hadapan tahta Allah.
5. Hidup sejati bersumber pada
Tuhan
Segala apa yang ada di dunia ini
terus mengalir, bergerak, berubah, tidak ada yang tetap, seiring perubahan dan
pergerakan waktu. Semua dari kecil atau
muda bergerak menuju lebih besar, atau menua.
Lalu, kemudian dari grafik meningkat, ia akan berubah dan
bergerak menuju grafik menurun. Semuanya
ada awal dan ada akhir. Semua yang ada di dunia ini fana adanya. Ibarat bunga,
begitu cepat dari mekar, lalu kemudian
layu dan kering. Demikialah juga dengan
hidup manusia. Manusia adalah fana, ia
tidak sempurna.
Menghadapi semua keadaan itu,
manusia tidak memiliki daya dan kemampuan apa-apa. Kecuali satu, dan ini satu-satunya, yakni ia
mencari yang kekal dan sempurna, lalu memohon yang sempurna itu menolong dirinya.
Yang sempurna dan kekal itu, hanya ditemukannya di dalam Tuhan Yesus
Kristus. Sebab, Tuhan
tidak pernah berubah, Ia tetap sama kemarin, hari ini, dan hari yang akan datang. “Yesus Kristus
tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya,” (Ibrani
13:8).
Oleh karena itu, Tuhanlah sumber
hidup sejati bagi orang percaya. Pada Tuhanlah
orang percaya menemukan rahasia hidup yang sejati dan berbahagia. Pada Tuhanlah orang percaya menemukan
keselamatan yang sejati. Seorang penginjil menarik sekali membagi pengalaman
imannya, berkata, “Ketika aku menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru
Selamatku, aku menemukan rahasia kehidupan yang sejati.”
Jika seseorang sebagai pemimpin,
ia dapat menemukan berbagai sumber bagi kelengkapan kepemimpinannya. Tetapi
ia juga memahami bahwa sumber hidup dan
kepemimpinannya yang sejati ada dan
tersedia di dalam Yesus Kristus. Ketika ia membuka hati dan hidupnya bagi kehadiran Tuhan, kemudian Tuhan tinggal dalam
hidupnya. Maka dari sana ia akan menemukan berbagai hal yang ajaib dan
mempesona bagi hidupnya, keluarganya dan kepemimpinannya. Banyak hal akan disingkapkan oleh Tuhan
baginya. Sebab, “Apa yang tidak pernah
dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan apa yang tidak
pernah timbul di dalam hati manusia: semua hal itu yang akan disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia, “(I
Kor 2:9). Seorang pemimpn membutuhkan hal ini, agar ia dapat menjadi pemimpin
yang kreatif dan mampu menemukan solusi dari berbagai
pergulatan hidupnya.
6. Jiwa manusia membutuhkan
Tuhan
Dalam ilmu kesehatan mental
dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang jiwanya haus akan Tuhan. Manusia senantiasa membutuhkan Tuhan agar
mentalnya sehat dan baik. Kalau manusia
hidup tanpa Tuhan, maka ia akan mengalami kehampaan, kekosongan dan kekacauan
hidup. Sebab jiwa senantiasa haus dan
lapar. Ada
sesuatu yang belum terisi di dalam
dirinya. Meskipun ia sudah memiliki banyak hal
di luar hubungannya dengan Tuhan.
Cerita tentang seorang cendekia,
Bertran Russell, yang cerdas dan berhasil mengumpulkan harta dan kekayaan
melalui ilmu dan karya-karya. Ia sudah punya banyak uang, banyak harta, nama
besar sebagai ilmuwan. Tetapi ia tidak
dapat berbahagia dengan semuanya yang telah ia raih dan miliki itu. Ia
mengalami kesepian dan kesunyian hidup. Jiwanya merana. Seorang putrinya mengamati dan memberi
penilaian tentang ayahnya, lalu membuat sebuah kesimpulan: “Ayah memang telah
memiliki segala-galanya, tetapi satu hal yang ia belum miliki, yakni hidup yang
berbahagia. Ada
satu bagian yang terdalam di dalam
dirinya yang masih kosong, yang tidak pernah mampu diisi oleh kekuatannya
sendiri.”
Jiwa terdalam dalam diri manusia,
memang tidak pernah mampu diisi oleh manusia dengan segala hal yang telah
dimiliki olehnya. Tempat kosong paling
dalam di dalam diri manusia, hanya dapat dan mampu diisi oleh orang-orang
yang membuka dirinya dan hidupnya kepada
Tuhan. Ia secara sadar, rela, terbuka,
sengaja, lalu mempersilahkan Tuhan hadir dan masuk ke dalam hati dan
hidupnya, tinggal di tempat paling dalam itu. Sebab, “Lihat Aku berdiri di muka
pintu dan mengetuk, jikalau ada orang
yang mendengar suaraKu dan membukakan
pintu (hati dan hidupnya), Aku akan masuk,” (Wahyau 3:20). Kalau Tuhan Yesus Kristus telah masuk ke
dalam hidupnya, maka akan terjadi hal berikut ini, “Aku hidup, namun bukan lagi
aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku,” (Gal 2:20).
Seorang pemimpin perlu
menyadari bahwa bahwa jiwa yang berbahagia, tidak kosong dan hampa,
hanya mungkin terjadi apabila ada hubungan dirinya yang sehat dan baik dengan Tuhan Yesus
Kristus. Tempat terdalam dalam dirinya
adalah tempat yang disediakan bagi Kristus.
Kedua, Secara khusus sebagai pemimpin kristiani
1. Pemimpin banyak godaan
Pengalaman menunjukkan bahwa
setiap orang yang naik menjadi pemimpin. Maka ia merasakan godaan tidak semakin ringan. Justeru setelah menjadi pemimpin, godaan
silih berganti datang ingin mengalahkan dan mengnacurkannya. Sehingga ia tidak
lagi menjadi pemimpin, lalu kembali lagi sebagai orang yang dipimpin.
Saya teringat kata seorang rekan
saya. Katanya, “Apabila bapak menjadi
pemimpin. Lebih-lebih bapak semakin dekat dengan Tuhan. Maka, iblis semakin
tidak suka dengan bapak. Ia semakin berupaya untuk menjatuhkan dan menghancurkan
bapak serta menggagalkan bapak sebagai pemimpin. Apabila iblis berhasil mengalahkan bapak.
Maka hal itu keuntungan sangat besar bagi iblis. Sebab nilai seorang pemimpin
jauh lebih besar dari pada nilai seorang
yang bukan pemimpin. Karena itu, iblis
akan semakin gigih untuk menjatuhkan seorang pemimpin yang semakin dekat dengan
Tuhan.”
Saya akui, ketika seseorang sedang memegang jabatan
kepemimpinan, maka godaan itu dating silih berganti, dengan segala cara, model
dan trik-trik serta tipu daya untuk menjatuhkan
seorang pemimpin. Dapat bujuk rayu itu nampak sangat halus dan manis,
seperti tidak terlalu kentara untuk
memperdaya. Bisa juga ia nampak sangat
baik, menarik hati dan minat, tetapi ujungnya tipu daya. Godaan-godaan itu dapat
menghanyutkan para pemimpin.
Sebab, iblis dapat datang
menyamar seperti malaikat terang, tetapi sesungguhnya ia bukan malaikat.
Ia sesungguhnya bapak segala dusta, tidak ada kebenaran dalam dirinya.
Tujuannya hanya untuk membunuh kehidupan
spiritualitas orang percaya dan para pemimpin.
Bagaimana agar pemimpin mampu
melawan mereka ? Tidak ada lain kecuali
dengan membangun spiritualitas, tunduk setia dan taat padaNya, lalu berjuang
melawannya dengan kekuatan bersama dengan Tuhan. Sebab bila kita berjuang dengan dan bersama
dengan Tuhan, kita memiliki kekuatan dan kemampuan yang luar biasa. Kekuatan yang tentunya datang dan berasal
dari Tuhan Allah. “ Karena itu,
tunduklah kepada Allah, dan lawanlah iblis, maka ia akan lari dari padamu,” (
Yak 7: 7). Dengan kekuatan bersama
Tuhan, kita memiliki daya juang dan kekuatan ilahi, sehingga iblis tidak mampu
dan takut melawan kita.
2. Makin tinggi pohon makin
besar angin
Kalau pohon yang tinggi dan
besar sedangkan akarnya lapuk atau tidak
dalam. Maka ketika angina kencang atau badai menerpanya. Pohon itu akan roboh atau tumbang. Sekiranya pohon
itu ada di halaman rumah atau di pinggir jalan. Tentu akan ada akibat yang merugikan
berbagai pihak.
Sebaliknya, kalau pohon besar dan
semakin tinggi menjulang. Pastilah akarnya semakin dalam dan kuat menahan
berdirinya pohon itu. Biasanya, semakin
tinggi pohon, akan semakin besar dan semakin mudah angin
menggoyang dan meniupnya.
Demikian juga dengan hidup pemimpin. Semakin tinggi posisi dan
jabatan seseorang. Maka di sana
akan semakin sering goyangan, goncangan,
terpaan menghantamnya. Apabila
akarnya semakin dalam dan semakin kuat
di dalam Tuhan Yesus Kristus, yakinlah
bahwa semua masalah itu akan mampu
dilewati dan diselesaikannya. Tanpa akar yang dalam dan kuat di dalam Kristus,
maka seorang pemimpin tidak akan dapat teguh digoyang badai pergumulannya. Oleh
sebab itu, “Sejak kamu menerima Yesus
Kristus sebagai Tuhan, hiduplah dalam
kesatuan dengan Dia. Berakarlah dalam Dia, bangunlah hidupmu dalam Dia, dan perkuatlah imanmu senantiasa,” ( Kol
2:6,7). Demikian nasihat bagi pemimpin agar
posisi yang tinggi itu dapat
bertahan terus, meski diterpa badai.
3. Dirinya teladan
bagi banyak orang
Seorang pemimpin adalah orang
yang seharusnya diikuti banyak orang. Orang banyak yang
mengikutinya itu, seharusnya juga dapat dipengaruhi olehnya. Sebab seorang
pemimpin adalah orang yang aktivitasnya
untuk mempengaruhi orang lan untuk mencapai satu tujuan yang ada di depannya.
Bagaimana cara agar dia diikuti
oleh orang banyak? Bagaimana cara agar
dia dapat mempenagruhi orang lain ? Pertama
hal itu dapat dilakukan dengan menyuruh dan memerintahnya berbuat sesuai
keinginan kita. Kedua, dapat dilakukan dengan mendidiik dan mengajar
mereka, agar mereka tahu dan memahami apa yang kita inginkan untuk mereka
perbuat. Ketiga, kita mengajar dan mempengaruhi mereka dengan
cara membei teladan kepada mereka. Dari
ketiga cara itu, yang paling ampuh dan dampaknya yang besar adalah dengan
memberi teladan kepada mereka. Para pengikut
paling senang melihat contoh yang baik dari pemimpinnya. Bila mereka sudah
melihat contoh yang baik, maka mereka cenderung
mudah untuk mengikutinya.
Yesus dan Paulus banyak mendidik,
mengajar dan mempengaruhi murid-murid mereka dengan cara memberi contoh atau
teladan kepada mereka. Ternyata
metode itu sangat ampuh untuk sebuh perubahan sikap dan hidup mereka.
4. Pergumulan dan tekanan lebih besar
Saya ingat ketika masih menjadi guru, tugas dan tanggung
jawab sangat terbatas. Juga yang
dipikirkan berkaitan dengan tugaspun masih terbatas. Ketika kemudian saya
dipercaya dan diangkat menjadi kepala sekolah, sungguh semuanya menjadi
berbeda. Tanggung jawab menjadi sangat
besar dan banyak. Yang harus
dipikirkan dan untuk dikembangkan juga
menjadi sangat besar dan sangat banyak. Dengan bertambahnya tugas dan tanggung
jawab itu, tentu menjadi semakin banyak beban, tekanan dan pergumulan.
Sebab itu, seorang pemimpin yang
terpilih dan dipercaya memegang satu posisi. Tentu dengan
hal tersebut beban, tekanan dan
pergumulan semakin besar dan banyak.
Kadang-kadang ia merasa bahwa di
pundaknya begitu banyak yang harus dia bawa dan pikul. Terasa
seolah-olah hanya dia sendiri yang memikirkan hal itu. Orang lain dirasa
kurang ikut ambil bagian memikul
bebannya. Sehingga masalah bisa samapi
dibawa ke rumah dan ke tempat tidur serta dibawa tidur, muncul dalam mimpi.
Spiritualitas pemimpin memungkinkannya memiliki energy dan
synergy dari Tuhan. Kekuatan sendiri cukup terbatas, tetapi energi dan kekuatan
Tuhan tidak terbatas. Ketika yang tidak
terbatas itu mengalir ke dalam dirinya, sebagai rahmat dan anugerahNya, maka
pemimpin mampu bertahan dan menemukan
solusi yang ajaib. Sebab, “Dengan diri kami sendiri, kami tidak sanggup.
Kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah. Dialah yang membuat kami juga sanggup,” (II Kor 3:5,6). “Segala sesuatu dapat kutanggung di dalam Dia
yang memberi kekuatan kepadaku,” (Fil 4:13). Inilah energy dan synergy dari
Tuhan untuk para pemimpin yang di dalam
dirinya hadir dan memerintah serta berkuasa Tuhan Yesus Kristus yang tidak
terbatas.
Kinurung M Maden, dalam
makalah, “Formasi Spiritual,” memberi alasan pentingnya formasi
spiritualitas bagi seorang hamba Tuhan, al. 1).
Hamba Tuhan adalah manusia yang sedang berada dalam panggilan dan jalur
pertumbuhan, sehingga mereka perlu formamsi spiritualitas. 2). Hamba Tuhan akan mengadakan formasi
spiritualitas bagi jemaat yang akan dilayaninya, sehingga penting sekali untuk
mempunyai wawasan dan pertumbuhan yang luas serta pengalamannya. 3). Hamba Tuhan berpotensi mengalami
problem-problem kejiwaan (jenuh, putus asa, kesepian) dalam pelayannya. Sehingga dengan demikian perlu mempunyai
kehidupan spiritualitas yang limpah dan
segar untuk mengantisipasi problem-problem tersebut. 4). Hamba Tuhan perlu membenahi diri dan
membereskan masalah-masalah batiniahnya, sehingga efektif dalam melayani dan berinteraksi
dengan orang lain dalam pelayannya. 5). Hamba Tuhan akan menjadi model bagi
orang-orang yang dilayaninya, sehingga
ia perlu memiliki karakter dan kepribadian yang baik. Karena itu, penting sekali untuk memiliki
karakter diri dan kepribadian kristiani yang benar, yang melaluinya orang lain
melihat pribadi Kristus di dalam
dirinya.
5. Berhasil memimpin
keluarganya
Sebelum mampu memimpin orang
lain, pemimpin mesti sudah mampu memimpin dirinya sendiri. Sebelum mampu
memimpin orang lain, pemimpin juga mesti telah mampu memimpin keluarganya. Agak
mustahil mampu memimpin orang lain, tetapi tidak mampu memimpin keluarganya
?
Sebab itu, syarat bagi seorang
pemimpin, ia telah mampu membangun dan
memimpin keluarganya sebagai keluarga yang sehat dan berhasil, sebagai keluarga kristiani.
“Seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anak.
Jikalau seorang tidak tahu mengepalai
keluarganya sendiri, bagaimana ia dapat mengurus jemaat Allah,” (I Tim 3: 4,5).
Untuk mampu membangun dan
memimpin sebuah keluarga yang demikian, maka Tuhan Yesus Kristus menjadi pusat, pondasi dan Tuhan bagi
keluarganya. Segala upaya apapun untuk
membangun keluarga, apabila tanpa Tuhan, maka akan sia-sia belaka. Sebab, “Jikalau bukan Tuhan yang membangun
rumah, maka sia-sialah usaha orang membangunnya,” (Maz 127:1). Pemimpin berhasil adalah pemimpin yang
membangun rumah tangganya bersama dengan
Tuhan, dengan kekuatan dan kuasa Tuhan, dalam ketaatan dan kesetiaan kepada
Tuhan. Dalam dan berdasarkan kasih
Kristus, satu terhadap yang lain.
6. Pondasi semuanya: spiritualitas
Dalam bahasan pentingnya
spiritualitas pemimpin, kita melihatnya
secara umum sebagai orang percaya. Selain itu, dilihat juga secara khusus
sebagai pemimpin. Kita dapat menyimpulkan bahwa
pondasi dasar untuk semua masalah umum dan khusus itu dapat diatasi,
ditanggulangi, dilewati, dicari solusinya, bahkan sampai dilawan, dan
dihadapi, ada dan terletak dalam sikap dan cara hidup yang memiliki
spiritualitas kristiani. Dengan spiritualitas, hidupnya menjadi
terarah pada Tuhan, ada motor penggerak dan pemotivasi hidup, ada kekuatan yang menyembuhkan,
menyeimbangkan dan menghidupkan,
serta ada api yang memanaskan
dan menghangatkannya.
Tanpa adanya spiritualitas
yang baik, maka ibarat kelapa yang tinggal ampasnya,
sedangkan santannya entah pergi ke mana. Atau ibarat api menyala, kini telah
padam, sehingga yang tinggal itu hanya abu
belaka. Sekiranya spiritulitas
telah menjadi demikian, oh.. alangkah
memilukan keadaan pemimpin
demikian. Sebab tanpa arah, tidak ada
motor penggerak hidup, tidak ada
kekuatan menyembuhkan dan menghidupakan,
tidak ada api memanaskan dan
menghangatkannya.
III. MEMBANGUN HIDUP
BERSPIRITUALITAS
Pertama, mengalami keselamatan
dalam Tuhan Yesus Kristus
Pemimpin kristiani adalah
pemimpin yang telah percaya Yesus
Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya secara pribadi. Untuk mengalami hal
demikian, maka berikut ini proses atau hal-hal yang penting dikembangkan dan dialami
di dalam dirinya. Sehingga Tuhan Yesus Kristus sungguh-sungguh menjadi Tuhan
dan Juruselamat bagi hidup dan pribadinya. Bagaimana agar
seseorang mengalami dan memiliki
keselamatan ?
1. Sadar diri berdosa
Manusia kini telah jauh dari harapan Allah
penciptanya. Sebab dosa telah menyebar
ke mana-mana. Sehingga semua manusia telah berbuat dosa dan ada di
bawah kuasa dosa. Kita tidak mampu
membantah hal ini. Sebab bila kita
menilik ke dalam hati kita sendiri, sudah teramat banyak hati, pikiran, perkataan dan perbuatan kita
yang tidak baik telah kita lakukan. Hal-hal yang tidak baik itulah yang membuat
hidup kita, hubungan kita dengan orang lain, sering membawa hal-hal yang buruk, menyakitkan dan menyedihkan.
Akibat yang terasa dari dosa, “Ada orang-orang menjadi
sakit oleh sebab kelakuan mereka yang berdosa, dan disiksa oleh sebab kesalahan-kesalahan mereka, “ (Maz
107:17). “Segala pelanggaranku adalah
kuk yang berat…yang ditaruh di tengkukku, sehingga melumpuhkan kekuatanku. Wahai..wahai, karena kami telah berbuat dosa.
Karena inilah hati kami sakit,” (Rat 1: 14,
5:16,17).
Bila kita bercermin pada ajaran-ajaran Tuhan, sungguh kita telah
banyak berdosa. Hati kita kotor dan tidak bersih. Bila kita membiarkan ini
terus terjadi dalam hidup kita, maka kita akan terus menderita bahkan semakin
menderita. Sebab, “Jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang
lebih buruk lagi, “(Yoh 5:14).
Puncaknya akibat dosa yang dibiarkan adalah adanya ancaman bahwa upah
dosa adalah maut (Roma 6:23). Pemimpin
kristiani sadar hal ini, bahwa sebagai
manusia kita adalah orang berdosa.
Dengan ancaman bila tidak diselesaikan,
upah dosa adalah maut.
2. Akui dosa itu di hadapan
Tuhan
Ketika muncul kesadaran dirinya
sebagai orang berdosa, banyak kali
berbuat dosa, bahkan berulang-ulang melakukan dosa yang sama atau dosa
yang baru. Ada
dosa besar, ada dosa kecil, ah.. sudah tidak terhitung lagi banyaknya. Kalau
dosa ini belum pernah diselesaikan, maka dosa itu sudah menumpuk dan menggunung
tinggi.
Satu-satunya pintu dan jalan penyelesaian dosa adalah
datang kepada Tuhan, membawa dan mengakui segala dosa-dosanya itu.
Seraya mohon ampunannya bagi dosa tersebut.
Sebab, pengakuan dan penyesalan
adalah pintu bagi terjadinya pengampunan Tuhan. Maka, doa di sini dapat
kita ucapkan kira-kira seperti ini, “ Tuhan Yesus Kristus, aku sadar bahwa aku adalah orang berdosa, aku
datang kepadaMu, membawa dosaku, mohon Tuhan ampuni aku, bersihkan dan sucikan aku Tuhan.”
Boleh dirumus dengan bunyi kalimat
lain, tetapi intinya itu.
“Jika kita mengakui dosa kita,
maka Ia setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan
menyucikan kita dari segala kejahatan
kita, “ ( I Yoh 1:9). Inilah yang terjadi
pada diri kita, bila kita telah mengakui dosa kita. Yakinlah bahwa janji Tuhan ini benar. Jangan pernah ragu.
3. Bertobat
Ketika segala dosa telah diakui, yakinlah bahwa
hidup kita sudah bersih. Untuk itu kita
perlu betobat, yakni berpaling dan berbalik dari jalan lama, kepada jalan baru dalam
Tuhan. Kalau dulu berjalan membelakangi Tuhan,
sekarang berjalan menghadap dan
menghampiri Tuhan. Kalau dulu berjalan
menjauhi Tuhan, sekarang berjalan
mendekat kepada Tuhan. Juga membuang dan meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa, lalu mulai melakukan
perbuatan-perbuatan yang baru dalam Tuhan. Sebab, “Kamu harus menanggalkan manusia yang lama…dan mengenakan
manusia yang baru, “ (Ep 4: 22b, 24 a).
Sekiranya orang tidak bertobat,
apa yang akan dialaminya? “Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan
binasa,” (LK 13:3). Kalau sebaliknya orang bertobat, maka hasil atau
dampak apa yang akan dialaminya ? “Karena itu, sadarlah dan bertobatlah, supaya
dosamu dihapuskan, “(Kis 3:19). “Kalau
orang fasik bertobat dari segala dosa
yang dilakukannya dan berpegang pada segala ketetapanKu, serta melakukan
keadilan dan kebenaran, ia pasti hidup, ia tidak akan mati. Segala durhaka yang dibuatnya tidak akan
diingat-ingat lagi terhadap dia,” ( Yeh 18:21,22). Pertobatan membawa orang pada dosanya dihapuskan,
ia akan mengalami kehidupan yang bersumber dari Tuhan.
4. Percaya Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat
Percaya adalah menganggap bahwa Yesus Kristus benar-benar Tuhan yang berkuasa
menolong, membebaskan dan
menyelamatkan orang-orang dari belenggu dan perhambaan dosa. Percaya,
juga berarti menganggap bahwa
firmanNya itu sungguh-sungguh benar. Karena sungguh-sungguh benar, maka firman dapat
diandalkan bagi hidup sehari-hari.
Segala janji-janjiNya boleh dipegang, karena
sabdaNya itu lurus dan benar
adanya. Dalam Dia tidak ada dusta, bohong dan tipu daya. Ia selalu berkata benar dan lurus.
Kalau orang sudah sadar akan
dosanya, mengakui dosanya, kemudian
bertobat dari segala dosanya. Maka, sekarang ia perlu juga percaya pada Yesus
Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat dirinya.
Oleh karena, “Jika kamu mengaku
dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu…maka kamu
akan diselamatkan. Dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut
orang mengaku dan diselamatkan. Barang
siapa percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan,” (Roma 10:9,10,11). Pemimpin
kristiani adalah pemimpin yang percaya dan yakin pada Yesus Kristus adalah
Tuhan dan juru selamatnya. Ia yakin akan kuasa dan kekuatanNya. Ia yakin akan
kebenaran sabdaNya. Keyakinan ini sangat
penting, karena keyakinannya itu akan mengubah kehidupannya.
5. Menerima Yesus Kristus secara
pribadi
Menerima Yesus Kristus secara
pribadi merupakan sesuatu keunikan iman. Menjadi pengitku Kristus itu sangat
pribadi. Karena dapat terjadi orang beragama, tetapi tidak beriman. Menjadi
Kristen, tetapi tanpa Kristus. Sehingga ada istilah KTK = Kristen tanpa
Kristus. KTP = Kristen tanpa percaya
(Kristus). KKDA = Kristen, Kristus di
luar aku. Karena itu, tidak heran, orang
menjadi begitu mudah berubah sikap, pendirian,
keyakinan, dan perbuatan yang
kurang mencerminkan ajaran Kristus dalam hidupnya. Karena memang imannya tidak atau belum berakar kuat dalam dirinya.
Sebab itu, langkah sadar akan
dosanya, mengakui dosanya, bertobat dan percaya, perlu dilanjutkan atau dilengkapi lagi dengan
menerima Yesus Kristus secara pribadi bagi dan dalam hidupnya. Gambaran indah di sini, Yesus Kristus berdiri
di depan pintu (hati/hidup) lalu mengetuknya.
Ada beberapa reaksi, 1). Tidak mendengar
suaraNya. 2). Mendengar suaraNya, tetapi
tidak mau membuka. 3). Mendengar
suaraNya, lalu membuka, tetapi menutup lagi, tanpa memberi kesempatan Kristus
masuk dalam hidupnya. 4). Mendengar
suaraNya, lalu membuka pintu, dan mempersilahkan dan mengundang Yesus Kristus masuk ke dalam hati / hidupnya.
Yang keempat itu yang terbaik, yang membuat Yesus
Kristus masuk, diam dan tinggal berkuasa dan bertahta dalam hidupnya. “Lihat Aku berdiri di muka pintu, dan
mengetok, Jikalau ada orang yang
mendengar suaraKu dan membuka pintu, maka Aku akan masuk
mendapatkannya,” ( Why 3:20). Kalau ini
yang terjadi, maka akan lahirlah KBK = Kristen bersama Kristus. KDK = Kristen dalam Kristus. KKBH = Kristen, Kristus bertahta di
hati. Hidupnya akan, “Aku hidup namun
bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam aku,”
(Gal 2:20). Sebab, Yesus Kristus
diterima secara pribadi masuk
dalam hati dan hidupnya. Pemimpin kristiani adalah pemimpin yang dalam hidupnya hadir dan bertahta Yesus
Kristus.
Proses mengalami keselamatan sebagai proses perubahan karena
adanya keyakinan.
Kekuatan keyakinan menurut Walter Doyle dalam
Keyakinan Pribadi :
Jika anda mengubah pikiran anda
Anda akan mengubah keyakinan anda
Jika anda mengubah keyakinan anda
Anda
mengubah harapan anda
Jika anda mengubah harapan anda
Anda mengubah sikap anda
Jika anda mengubah sikap anda
Anda mengubah perilaku anda
Jika anda
mengubah perilaku anda
Anda
mengubah penampilan anda
Jika anda mengubah
penampilan anda
Anda mengubah hidup anda
Kedua, Membangun dan menumbuhkan
spiritualitas
Sebagai orang yang telah percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai
Tuhan dan juru selamat secara pribadi,
maka orang percaya perlu membangun dan
menumbuhkan kehidupan spiritualitasnya, agar ia semakin dewasa dalam beriman.
Akan tetapi bila ia kemudian terpilih dan dipercaya menjadi pemimpin, maka
tugas, beban, tanggung jawab, persoalan, pergumulan dan tekanan akan lebih
besar dan semakin besar. Untuk itu, pemimpin kristiani membutuhkan kekuatan
yang ekstra agar mampu menghadapi dan mengatasi semua persoalan dalam
kepemimpinannya. Untuk membangun dan menumbuhkan spiritualitasnya, ia dapat
melakukan langkah-langkah berikut ini.
1. Saat teduh
Saat teduh adalah waktu yang
disediakan khusus untuk merenung atau
meditasi pribadi, yang dapat dikombinasi dengan doa dan membaca serta
merenungkan sabda Tuhan. Waktu dan
tempat untuk saat teduh dapat diatur
pagi-pagi benar setelah bangun pagi, atau pada malam hari, sesuai komitmen pribadi, di tempat yang mendukung
kita untuk berdoa dan merenung, tidak terganggu oleh suasana yang kurang mendukung.
Saat teduh ini perlu agar menyegarkan jiwa yang lelah, penat dan
tegang. Sebab sebagai pemimpin ia kerap kali mengalami hal-hal itu. Ketika
saat teduh dilaksanakan, maka saat itulah
proses penyegaran, pemulihan,
pengisian daya-daya sorgawi ke dalam dirinya. Ketika ia masuk ke
dalam hari kerja baru esoknya, ia telah memiliki tenaga mental dan spiritualitas yang telah
dibaharui.
Yesus sendiri memberi teladan, di
pagi-pagi benar Ia menyepi, menyendiri dan berdoa. “Pagi-pagi benar, waktu hari
masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat sunyi dan berdoa
di sana,” (Mrk 1:35). Pemazmur juga
mengajarkan dengan amat menakjubkan, “Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan
kasih setiamu, supaya kami
bersorak-sorai dan bersukacita semasa hari-hari kami,” (Mz 90:14). Itulah yang dapat terjadi, bila memulai hari
bersama dengan Tuhan, dan berjalan bersama Tuhan sepanjang hari. Sehingga hari
itu adalah hari bersama Tuhan, bukan hari tanpa Tuhan.
2. Doa pribadi
Doa bersama
orang percaya yang lain tentu
baik dan penting. Kita minta dukungan
doa orang lain juga penting. Akan tetapi tidak kalah pentingnya sebuah doa
pribadi kepada Tuhan. Yesus Kristus sendiri memberi teladan yang amat menakjubkan
tentang perlunya doa pribadi ini. Ketika Ia menghadapi pergulatan dan pergumulan paling berat
dalam hidupNya, saat di Taman Getsemani.
Ia pergi meninggalkan murid-muridNya. Ia berdoa sendiri dan secara
pribadi. Tidak cukup satu kali Ia berdoa,
dua kali tidak cukup, bahkan
sampai tiga kali Ia berdoa hal yang
sama.
Lalu Yesus Kristus mengingatkan para murid tentang perlu dan
pentingnya berdoa. KataNya,
“Barjaga-jagalah dan berdoalah, supaya
kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan:
roh memang penurut, tetapi daging lemah,” ( MT 26:41). Berdasarkan ayat ini, lalu ada yang membuat
kesimpulan bahwa doa adalah kekuatan.
Banyak berdoa, banyak kekuatan. Makin banyak berdoa, makin banyak kekuatan.
Semakin kuat dan banyak berdoa, maka
semakin banyak kekuatan. Sebaliknya, kurang berdoa, kurang kekuatan,
semakin kurang berdoa, semakin kurang kekuatan. Tidak pernah berdoa, tidak
pernah memiliki kekuatan. Sebab doa adalah kekuatan. “Doa orang benar, bila dengan yakin didoakan,
sangat besar kuasanya. Dan doa yang
lahir dari iman akan menyelamatkan,” (Yak 5: 16, 15). Demikianlah pentingnya doa bagi seorang pemimpin.
3. Baca sabda
Baca sabda seharusnya bukan hanya keharusan dan kewajiban. Tetapi ia
merupakan kebutuhan dan keperluannya sebagai orang percaya dan seorang
pemimpin. Sabda yang dibaca
dapat menjadi makanan rohaninya,
yang menyegarkan dan mengenyangkan. Selain itu, sabda memberi ilham dan inspirasi bagaimana ia
menjalani hidupnya setiap hari. Dari sabda itu ia tahu hati dan kehendak
Tuhan. Ia mendengar sapaan-sapaan Tuhan.
Ia tahu apa yang harus ia lakukan atau yang dilarang untuk
dilakukan. Sabda akan membentuk sikap dan perilaku
kristianinya. Karena sabda orang berhati-hati
bertindak dan berperilaku, sehingga
ia menjadi bijak. Dari sabda ia tahu janji-janji Tuhan untuk hidup masa sekarang
ini, maupun untuk masa yang akan datang.
Karena sabda, saat-saat problem
menerpa dan menghimpit, ia menjadi kuat dan tegar. Karena sabda, masa-masa suram dan sedih, ia
mendapatkan penghiburan dan kekuatan. Karena sabda, ia dapat
membimbing dan mendampingi
orang-orang yang butuh bimbingan.
Karena sabda, ia dapat mengajar
orang lain agar hidup mereka semakin
baik.
Jika hubungan pribadi dengan
Tuhan Yesus Kristus terjalin intim melalu
doa, saat teduh, baca sabda, ketaatan dan kesetiaan padaNya dalam praktek sikap dan perilaku.
Maka keajaiban akan dialami seorang
percaya, juga seorang pemimpin. Simak ungkapan ini
KUHAMPIRI SABDA SEJATI
Ketika aku bangun pagi
Kuhampiri Sabda Sejati Yesus
Kristus
Ketika aku kembali ke peraduan
Kuhampiri Sabda Sejati Yesus
Kristus
Ketika aku berjalan dalam
kabut gelap kehidupan
Kuhampiri Sabda Sejati Yesus
Kkristus
Ketika hati dirundung tangis
sedih, air mata mengalir
Kuhampiri Sabda Sejati Yesus
Kristus
Ketika hati dirundung dukacita
nespata
Kekasih telah pergi dipanggil
Bapa sorgawi
Hati berkecamuk kebuntuan gelap
gulita
Kuhampiri Sabda Sejati Yesus
Kristus
Ketika hidup tertimpa
musibah
Membawa kemalangan dahsyat
Memproak-porankan diri dan
keluarga
Kuhampiri Sabda Sejati
Yesus Kristus
Ketika hidup terhimpit sakit
penyakit
Berkepanjangan seolah tanpa batas
Harapan pulih seolah sirna
Kuhampiri Sabda Sejati Yesus
Kristus
Ketika hidup serba tidak
menentu
Rasa aman terus mengusik
ketenteraman
Pegangan kerja usaha
sehari-hari terlepas
Kuhampiri Sabda Sejati
Yesus Kkristus
Ketika jalan buntu tiada ujung
Jalan yang dilalui penuh aral
melintang
Haparan hamper pupus sudah
Kuhampiri Sabda Sejati Yesus
Kristus
Ketika gunung persoalan menutupi jalan lapang
Ketika tangan, kaki, otot,
semangat daya juang
Terasa lemah lunglai tiada
daya
Kuhampiri Sabda Sejati
Yesus Kristus
Akhirnya, ketika aku telah uzur
usia
Ajal hampir menjemput
Keluarga pasrah pada Pencipta
Kuhampiri Sabda Sejati Yesus Kristus
Oh….aku akhirnya sadar dan
paham
Langkah demi langkah
kuayunkan
Dengan terengah-engah,
kadang teguh kokoh
Aku akhirnya sampai juga
di penghujung jalanku
Hanya karena senantiasa
Kuhampiri Sabda Sejati Yesus Kristus.
Bdg, 16, 5, 02, T.Tu’u.
4. Hadir dalam kegiatan jemaat
“Janganlah kita menjauhkan diri
dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti yang dibiasakan oleh beberapa
orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya, “ ( Ibr 10:25). Hal tersebut dapat dirasakan sebagai
panggilan sekaligus peringatan. Sebab
pertemuan jemaat memiliki arti dan manfaat yang penting bagi orang percaya apalagi bagi seorang
pemimpin. Oleh karena pertemuan jemaat
memiliki dimensi-dimensi spiritualitas dan sosial.
Sebagai makhluk berdimensi spiritualitas, maka pertemuan jemaat akan membantu warga
jemaat bertumbuh dalam kehidupan
spiritualitasnya. Sebab pertemuan jemaat memang dimaksudkan sebagai sarana
pembinaan dan pembelajaran jemaat.
Sedangkan sebagai makhluk yang berdimensi sosial, maka pertemuan jemaat
akan memperkuat dan mempererat ikatan sosial di antara anggota jemaat. Bila hubungan
kasih semakin tumbuh, maka mereka dapat saling menasihati, menghibur,
menguatkan, meneguhkan satu terhadap yang lainnya. Ketika kita lemah, ada teman
menguatkan dan menolong, sebaliknya, ketika teman lemah, kita dapat menguatkan
dan menolong mreka. Sehingga di sini ada
tangan yang saling terulur silih berganti. Kita adalah tangan Kristus bagi
sesama kita.
5. Baca buku yang bermanfaat
Buku adalah jendela pengetahuan dan
informasi. Buku juga jendela bagi pengembangan pengetahuan dan pengalaman iman.
Sebab itu, membaca buku sangat penting bagi
pengembangan wawasan pengetahuan dan spiritualitas. Karena dari membaca buku-buku itulah pengetahuan terus maju dan berkembang.
Seorang pemimpin sangat penting memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas dan
dalam. Akan tetapi, hal-hal yang berhubungan dengan pengembangan dan
wawasan spiritualitas juga akan berkembang
dengan baik, apabila kegiatan
membaca buku terus dilakukan. Buku yang dipilih untuk dibaca adalah buku yang bermanfaat bagi pengembangan diri dan
spiritualitas. Pemimpin akan lebih
dihargai dan dihormati oleh karena wawasan dan pengetahuannya luas dan dalam.
6. Mengikuti berita
perkembangan dunia
Seorang pemimpin kristiani ada di tengah-tengah dunia dan di dalam dunia
dengan beraneka ragam keadaan dan kejadian.
Agar dalam menjalankan dan melaksanakan kepemimpinannya relevan dengan situasi yang dihadapi, maka pemimpin
tidak sampai tertinggal oleh
keadaan dan perkembangan dunia sekitarnya. Sajian
media massa
dalam majalah, koran, TV, radio,
sebaiknya diikuti dengan cermat dan selektif. Dengan hal tersebut,
spiritualitasnya akan terus berkembangan, diperkaya dan selalu hadir
dalam konteks waktu dan tempat
serta zaman yang relevan. Spiritualitasnya menjadi spiritualitas
yang sesuai dengan zamannya. Bukan spiritualitas yang kedaluwarsa dan
lepas dari konteks zamannya.
7. Taat dan setia
Sabda Tuhan penting untuk
didengar dan dipelajari. Tetapi masih harus dilanjutkan dengan mentaati dan
mempraktekkannya dengan setia dalam hidup sehari-hari. Taat adalah melakukan
sesuatu yang menjadi tugas dan panggilan hidupnya. Setia adalah memegang
kuat-kuat, apa yang diyakini dan
dipercaya, yakni sabda, perintah dan janji Tuhan. Ketaatan dan kesetiaan merupakan wujud
mentaati dan setia pada sabda, “Hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan
hanya pendengar saja,’ (Yak 1:22).
Pemimpin akan dilihat oleh
pengikutnya sejauh mana ia
memberlakukan ajaran imannya
dalam praktek hidupnya. Bila mereka melihatnya taat dan setia pada firman
Tuhan, maka hal itu akan sangat mempengaruhi
sikap dan perilaku mereka. Sebab ada contoh dan teladan yang dapat
mereka ikuti.
Ketaatan dan kesetiaan pemimpin
pada firman Tuhan akan semakin memperkuat
spiritualitasnya sendiri. Sebab ia merasakan dampak dan manfaat serta
kekuatan spiritualitas itu dalam dia mengajar, membina, memimpin dan
mempengaruhi orang-orang lain. Pengaruh itu akan semakin hebat, karena ada
kuasa dan kekuatan Tuhan berkarya di dalam dan melalui dirinya yang taat dan
setia itu.
Bagi dirinya sendiri yang taat
dan setia akan mengalami janji bahwa siapa yang taat dan setia akan berbahagia.
D + P = B ( Dengar + Pelihara = Bahagia) , “Yang
berbahagia ialah mereka yang mendengar firman Allah dan yang memeliharanya,”
(LK 11:28). T + L = B ( Tahu + Lakukan
= Bahagia), “Jikalau kamu tahu semua
ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya,” (Yoh 13:17). T = B + DS (Taat = Bahagia + Damai
Sejahtera), “Sekiranya engkau
memperhatikan perintah-perintahKu, maka damai sejahtera akan seperti sungai
yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak
pernah berhenti,” ( Yes 48:18). Demikian
indahnya janji dan kunci bahagia bagi pemimpin yang taat dan setia pada sabda.
8. Menolong orang lain
Pertumbuhan dan perkembangan
spiritualitas juga terjadi karena
langkah hidup yang saling menolong.
Tangan yang terulur dari yang kuat kepada yang lemah, tidak hanya
memperkuat tangan yang lemah yang ditolong, tetapi juga semakin memperkokoh
tangan yang kuat yang memberi. Sebab memberi adalah juga
menerima. Karena memberi maka akan menerima. Itu hukumnya.
Jika Tuhan, pusat spiritualitas,
telah memberkati dan memberi rejeki yang baik untuk pemimpin. Sudah seharusnya,
ia juga tergerak membagi dan berbagi rejeki itu kepada orang-orang yang perlu
mendapat pertolongan. Di sekitar kita
ada banyak orang-orang yang membutuhkan pertolongan kita. Kalau kita dapat
memberi pertolongan dan bantuan kepada mereka. Maka spiritualitas kita akan
bertumbuh semakin kuat. Lagi pula, “Lebih berbahagia memberi dari pada menerima,
“ ( Kis 20:35). “Selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat
baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman, “ (Gal
6:10). “Jangan menahan kebaikan dari orang-orang yang berhak menerimanya,
padahal engkau mampu melakukannya,” (Ams 3: 27).
9. Berbicara bijak dan meneduhkan
Dalam tekanan yang tinggi
dan berbagai ragam persoalan yang menghimpitnya, kadang-kadang emosi
seorang pemimpin naik dan tinggi. Sehingga
ketika ia berbicara dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, kata-kata
yang diucapkannya bagaikan sebuah busur pahah
yang tajam sekali, melesat cepat.
Lalu menghunjam di hati orang-orang yang mendengarnya. Orang
terluka, sakit hati, tersinggung dan tidak enak mendengarnya. Hubungan
menjadi kurang baik. Tembok antara pimpinan dan
bawahan terbentuk menjulang
tinggi.
Oleh sebab itu, pemimpin mesti sadar, bahwa
kata-kata yang meluncur dari mulutnya sangat besar kuasa dan kekuatannya. Ia
dapat mematikan semangat, tetapi sebaliknya dapat membangun kembali hidup yang tanpa gairah.
Kata-katanya mampu mengubah hidup
menjadi penuh motivasi dan daya juang yang hebat. Apabila kata-kata yang
diucapkan dikelola dengan baik, benar dan tepat.
Kata-kata pemimpin pada tempatnya
sebagai, “Bibir orang benar
menggembalakan banyak orang, mulut orang
benar mengeluarkan hikmat, “(Ams 10:11, 31). Ya, kata-katanya penuh
hikmat, berhikmat, sehingga
memberi keteduhan bagi orang yang mendengarnya. Mengapa ia menjadi orang benar ?
Karena hidupnya terarah pada Tuhan, yang menyelamatkannya dari perhambaan dosa.
Ia percaya, yakin dan menerima Yesus Kristus adalah Tuhan dan
juruselamatnya. Doa dan sabda menjadi
makanan rohani dan kebutuhannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hal-hal itulah
yang membuat dia semakin diasah dan dibentuk menjadi orang yang bijak dan
menggembalakan banyak orang melalui kata-kata yang diucapkannya.
10. Mengembangkan rasa humor
Tertawa itu sehat. Tertawa itu
menyegarkan otot dan syaraf. Tertawa
membuat wajah cerah ceria berseri. Oleh
karena itu, tertawa merupakan kurnia Tuhan. Dengan tertawa hidup ini semakin
riang dan menarik. Sehingga tertawa dan membuat orang tertawa karena
sebuah kecerdasan spiritual kata Tony Buzan. Dengan tertawa dan tersenyum, otak anda
memerintahkan tubuh anda melepaskan
“hormon sehat.” Sehingga hidup
terasa ringan dan nyaman. “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi
semangat yang patah mengeringkan tulang.
Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik
menggembirakan dia. Hati yang tenang menyegarkan tubuh, ” kata Amsal 17:
22, 121: 25, 14:30). Dan itu sungguh
amat benar. Kita dapat merasakannya.
Tony Buzan dalam
“Jadi Orang Cerdas Spiritual,” mengutip
Elia Wheeler Wilcox, “Tertawalah dan dunia akan ikut tertawa bersamamu.” Lalu Tony Buzan menjawab dan mengatakan, “Benar! Tertawalah dan dunia tertawa bersamamu ! Selera humor merupakan salah satu kualitas
utama kecerdasan spiritual. Tawa akan mengurangi perasaan stress, meningkatkan
kesehatan secara umum, dan menambah jumlah teman (yang lebih bahagia). Tawa dapat menciptakan kehidupan yang lebih
bahagia, ceria, dan bersemangat. Dapat meredakan persoalan, dapat membagi
ketegangan dan menyatukan orang dari berbagai profesi. Humor mempertalikan
semua umat manusia.”
Seorang pemimpin perlu
mengembangkan kemampuan dan
keterampilanm humornya. Sebab
dengan memanfaatkan senyum, tawa,
humor, ada banyak kebekuan dan kekakuan dalam relasi, dalam komunikasi, dalam
rapat, dalam pembinaan, pendidikan,
dapat dicairkan dan dilenturkan.
Sehingga hidup terasa indah dan nyaman.
11. Menyediakan hal rekreatif
“Mensana Corpore Sano,”
ungkapan Latin yang berarti dalam tubuh yang sehat akan ada jiwa yang
sehat. Benar, bahwa kalau tubuh kita sehat, maka dampaknya pada jiwa kita akan sehat juga. Sebab, kalau tubuh sakit, orang sakit, sering
kali jiwanya jadi dan ikut sakit, bahkan ada yang imannya ikut goncang dan goyang karena tidak mampu menerima kenyataan bahwa tubuhnya sakit.
Untuk itu memang perlu seorang pemimpin menata hidup agar tubuh
terjaga dan sehat. Maka olah raga sangat penting disediakan waktunya. Kemudian, hal-hal
rekreatif juga perlu untuk menjaga jiwa yang sehat dan segar. Kesibukan,
kebisingan, ketegangan, perlu diatasi dan diselingi dengan hal-hal rekreatif. Hal rekreatif bukan selalu
harus berarti mahal. Sebab rekreatif
adalah menciptakan suatu suasana yang baru, kreatif dan segar kembali.
Sehingga, dengan hal dekimian, ada
banyak kegiatan yang dapat bersifat rekreatif yang dapat dilakukan. Dalam olah
ragapun, hal-hal rekreatif sudah dapat terjadi. Misalnya, jalan pagi yang
santai adalah olah raga sekaligus rekreatif, murah meriah. Dan macam-macam kegiatan lain-lain pun dapat dibuat dan diciptakan sebagai sesuatu yang
rekreatif. Baca buku-buku atau
cerita-cerita lucu, adalah menyegarkan. Dll.
Kebalikan dari “Dalam tubuh yang
sehat akan ada jiwa yang sehat, “ adalah “Dalam jiwa yang sehat akan ada tubuh yang sehat pula”. Sebab, kalau orang jiwa dan spiritualitasnya
sehat. Maka diharapkan ia dapat menata hidupnya dengan lebih baik. Dengan hati, pikiran dan mental yang sehat dan baik,
maka segala pergumulan hidup akan dapat diatasinya, tentu berdasarkan kekuatan
dan kuasa Tuhan. Sebab, “Kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah,
bukan dari diri kami, “ (II Kor 4: 7).
Sakit penyakit juga
seringkali muncul karena sikap hati,
pikiran dan mental yang tidak sehat. Bila hati, pikiran dan mentalnya sehat,
pemimpin boleh yakin tubuhnya juga akan sehat. Itu berarti
spiritualitas berpengaruh dan dipengaruhi juga oleh
tubuh dan jiwa yang sehat. Sehingga olah raga dan yang rekreatif perlu
bagi pemimpin. Karena pada dasarnya
pemimpin harus sehat jasmani, sehat mental dan sehat spiritualitasnya.
Bila ia tidak sehat jasmani, bagaimana
ia dapat bekerja dengan baik ? Bila
mentalnya tidak sehat, bagaimana ia
dapat memiliki daya pikir dan
daya tahan yang baik ? Bila ia tidak sehat spiritualitas, bagaimana
ia dapat memiliki sikap, perilaku dan
perbuatan yang baik dan benar ? Bagaimana ia mampu menghadapi gejolak dan
tekanan yang menghimpitnya ? Dapatkah tanpa Tuhan ia membangun dirinya,
keluarganya, dan kepemimpinannya, dengan
sukses ? “Kalau bukan Tuhan yang
membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya,” (Maz 127:1).
PENUTUP
Pemimpin kristiani memahami bahwa
spiritualitas merupakan cara atau sikap
hidupnya yang terarah pada Tuhan.
Sehingga cara dan sikap itu menjadi motor yang menggerakkan seluruh gerakan hidupnya. Cara dan sikap yang terarah itu juga menjadi kekuatan yang
menyembuhkan, menghidupkan dan menyeimbangkan dirinya dalam irama
gerak hidupnya sebagai pemimpin kristiani. Selain itu, dengan spiritualitas itu, apiNya
Tuhan memanaskan dan menghangatkan
spiritualitasnya, oleh karena Yesus Kristus
hidup dan berkuasa dalam dirinya.
Bagi pemimpin kristiani,
spiritualitas sangat penting, oleh
karena secara umum, manusia hidup bukan hanya karena roti, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut
Allah. Sabdanya menjadi pelita hidupnya. Dengan mengenal sabda, ia mengenal hati dan kehendak Tuhan. Hal itu juga akan ikut membentuk karakter
kristianinya. Jiwanya memang secara
mendasar memerlukan Tuhan, yang menjadi sumber hidup yang sejati.
Secara khusus sebagai pemimpin
kristiani, spiritualitas sangat penting
oleh karena, hidupnya semakin sarat
dengan godaan dan tantangan, semakin tinggi pohon, semakin banyak goyangan bagi
pohon hidupnya, maka akar harus semakin dalam pula di dalam
Yesus Kristus, agar tidak mudah
tumbang. Semakin tinggi posisi, semakin
pergumulan dan masalah serta tanggung jawab meningkat. Sebagai pemimpin ia adalah orang terdepan
yang diteladani. Memimpin keluarga,
hanya akan berhasil bila melibatkan Tuhan.
Pondasi semua itu : spiritualitas
yang baik.
Bagaimana pemimpin kristiani
membangun spiritualitas yang baik ?
Pertama: ia telah mengalami keselamatan dalam Yesus
Kristus melalui : mengakui dirinya
berdosa dan mengakui dosa itu di hadapan Tuhan.
Lalu bertobat, percaya dan menerima Yesus Kristus secara pribadi.
Kedua, setelah percaya dan menerima Kristus, ia mesti
membangun spiritualitasnya agar tidak kembali ke hidup yang lama. Ia perlu melakukan : saat teduh, doa pribadi, membaca sabda Tuhan,
taat dan setia pada Tuhan dan sabdaNya, ambil bagian dalam kegiatan jemaat,
membaca buku-buku yang bermanfaat,
ikut perkembangan berita dunia,
menolong orang-orang lain sebagai wujud iman dan kasih, berbicara
bijak dan berhikmat agar meneduhkan orang lain, menyisipkan hal-hal
humor agar ada suasana segar dan mencairkan kekakuan dan kebekuan relasi. Terakhir, siapkan
hal-hal rekreatif agar sehat dan segar,
sebab pemimpin perlu sehat jasmani,
mental dan rohaninya. Dengan hal-hal
demikian, diharapkan spiritualitas pemimpin terus segar dan bertumbuh. Sehingga ia mampu
meneruskan kepemimpinannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar