Senin, 17 September 2012

Yesus Penghibur Kaum Homoseksual


BAB I
PENDAHULUAN

Berdasarkan hasil sebuah riset ilmiah, setiap individu mempunyai potensi menjadi seorang homoseksual.[1] Namun, tingkatannya berbeda satu sama lainnya. Karena kecenderungannya sangat kecil, kita terkadang tidak merasakanpotensi ini. Akan tetapi, jika kecenderungan itu berlanjut, seperti mengagumi, tertarik, kemudian terangsang terhadap sesama jenis, maka orang tersebut bisa dikatakan sebagai homoseksual.
            Homoseksual merupakan perilaku sesama jenis yang hadir dari gangguan orientasi seksual seseorang. Perilaku seksual ini biasanya dikategorikan antara gay (sesama laki-laki) atau lesbi (sesama perempuan). Berdasarkan pada pedoman dan penggolongan diagnose gangguan jiwa (PDDGS)perilaku homoseksual merupakan gangguan kejiwaan yang muncul berdasar factor genetic.[2]
            Kaum homoseksual adalah suatu komunitas yang dicap sebagai “penyebar virus” yang mematikan oleh sebagian besar masyarakat. Keberadaan mereka meresahkan warga di sekitar tempat mereka tinggal. Sebab, mereka dianggap penyebar virus mematikan yaitu HIV/AIDS. Dalam makalah sederhana ini penulis mencoba menguraikan latar belakang dan gambaran umum homoseksual, apa kata Alkitab tentang homoseksual? Peran Yesus sebagai penghibur kaum homoseksual, dan peran gereja dalam menyikapi keberadaan mereka yang sulit diterima bahkan tidak diterima oleh masyarakat luas.









BAB II
GAMBARAN UMUM HOMOSEKSUALITAS
  1. Sekilas Sejarah Homoseksualitas
Ungkapan seksual dan cinta erotis sesama jenis telah menjadi suatu corak dari sejarah kebanyakan budaya yang dikenal sejak sejarah awal. Bagaimanapun, bukanlah sampai abad ke-19 bahwa tindakan dan hubungan seperti itu dilihat sebagai orientasi seksual yang bersifat relative stabil. Penggunaan pertama kata homoseksual yang tercatat dalam sejarah adalah pada tahun 1869 oleh Karl-Maria Kertbery.[3] Dan kemudian dipopulerkan penggunaanya oleh Richard Freiherr Van Krafft-Ebing pada bukunya Psychopathia Sexualis.
            Di tahun-tahun sejak Krafft-Ebing, homoseksualitas telah menjadi pokok kajian dan debat. Mula-mula dipandang sebagai penyakit untuk diobati, sekarang lebih sering diselidiki sebagai bagian dari suatu proyek yang lebih besar untuk memahami ilmu hayat, ilmu jiwa, politik genetika sejarah dan variasi budaya dari identitas dan praktek seksual. Status legal dan social dari orang yang melaksanakan tindakan homoseks atau mengidentifikasi diri mereka gay atau lesbian.

  1. Pengertian Homoseksual
Homoseksual mengacu pada interaksi social dan romantic antara pribadi yang berjenis kelamin sama kata sifat homoseks digunakan untuk hubungan inti atau hubungan seksual di antara orang berjenis kelamin sama, yang bisa jadi tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai gay atau lesbian.[4] Homoseksualitas sebagai suatu pengerai, pada umumnya dibandingkan dengan hetereoseksualitas dan biseksualitas. Istilah gay adalah suatu istilah tertenut yang digunakan untuk menunjuk kepada pria homoseks. Sedangkan lesbian adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk menunjuk kepada wanita homoseks.
            Homoseksualitas berarti hubungan seks dengan sesama jenis, sedangkan homoseksual berarti hubungan seks dengan lawan jenis. Homoseksual berasal dari bahasa Yunani “homoos” berarti sama. Praktek homoseksual biasanya diawali dengan homofilia (jatuh cinta pada sesama jenis). Kemudian berkembang menjadi prkatek homoseksual (praktek hubngan seksual dengan sesama jenis).[5]
Homoseksual dapat mengacu kepada:
  • Orientasi yang ditandai dengan kesukaam seseorang dengan orang lain mempunyai kelamin sejenis secara biologis atau identitas gender yang sama.
  • Perilaku seksual dengan seseorang dengan gender yang sama tidak peduli orietasi seksual atau identitas gender.
  • Identitas seksual atau identifikasi diri yang mungkin dapat mengacu kepada perilaku homoseksual atau orientasi homoseksual.[6]
Berbagai teori pernah dikemukakan tentang penyebab terjadinya homoseksualitas. Teori psikoanalisa tradisional meyakini bahwa homoseksualitas disebabkan oleh trauma masa kanak-kanak yang menyebabkan konflik intrafisik sehingga penahan perkembangan psikoseksual. Richad Isay berpendapat bahwa homoseksualitas adalah pembawaan dan dpengaruhi oleh pengaruh-pengaruh biologis prenatal. Richad Isay adalah salah seorang seksolog modern yang menentang teori diatas.[7]

Dibawah ini aka dipaparkan pendapat para ahli seksolog modern perihal homoseksualitas:
·   Jhon Money, meyakini bahwa homoseksualitas adalah suatu variasi normal dalam pengungkapan seksual dan berkembang secara alamiah dan dipenuhi oleh interaksi prenatal dengan peristiwa-peristiwa disekitar pada periode krisis tertentu, walaupun diakuinya bahwa mengkronismenya belum diketahui.
·   Alan Bell, Martin Weinberg, dan Sue Hammersmith, lebih berfokus pada kemungkinan bahwa masalah heteroseksual dan homoseksual terkait dengan factor-faktor biologis, banyak penelitian dilakukan tentang kaitan homoseksual dengan factor-faktor biologis seperti hormaon, neuronatomi dan genetika, namun belum ada yang memberikan jawaban yang sangat memuaskan.

Dibawah pengaruh penelitian Alfred Kinsey di tahun 1940-an dan 1950-an tentang orientasi dan perilaku seksual, para ilmuwan meyakini bahwa homoseksualitas terkait dengan penyakit. Bertolak dari pandangan itu, di tahun 1970-an di Amerika Serikat, para ahli psikiatridalam diagnistik mereka mengklasifikasikan homoseksual sebagai penyakit mentalitas yang menyimpang. Akan tetapi, di tahun 1980-an pengklasifikasian ini diubah walaupun kemungkinan adanya keterkaitan antara perilaku homoseksual dengan penyakit masih diakui. Banyak orang beranggapan (ilmuwan maupun masyarakat awan) bahwa homoseksualitas merupakan akibat dari suatu proses perkembangan abnormal yang didorong oleh beberapa jenis patologi.[8]
Definisi sendiri adalah kelainan terhadap orietasi seksual yang ditandai dengan timbulnya rasa suka terhadap orang lain yang mempunyai kelamin sejenis atau identitas gender yang sama. Istilah yang sudah umum dikenal masyarakat untuk orang yang termasuk homoseksual adalah gay (laki-laki) dan lesbian (perempuan).[9]

  1. Demografi Homoseksualitas dan Prevalensi
Prevalensi homoseksualitas  di masa modern ini secara signifikan bervariasi. Data yang dikumpulkan diperumit oleh berbagai definisi yang digunakan dalam homoseksualitas serta adanya flukuasi dalam jangka waktu dan tempat.[10] Secara umum diperkirakan jumlah kaum lesbian dan homo di dalam masyarakat adalah 1%-10% dari jumlah populasi, menurut laporan pada tahun 1984 Kontroversi Kinsey Report melaporkan, menyebutkan bahwa setidaknya 37% pria dari total keseluruhan pria setidaknya mengalami pengalaman seks pria bersama pria lainnya, dan 4% di dalamnya adalah secara eksklusif homoseksual. Pada wanita, Kinsey menemukan dari 2% hingga 5%.
            Secara fakta, banyak kaum homoseksual yang menyembunyikan identitasnya—sehingga mempersulit akurasi laporan. Banyak laporan yang beredar belakangan ini mengatakan dari dari 2% hingga 3,3% dari populasi pria adalah homoseksual secara eksklusif.[11]


  1. Homoseksual Ditinjau Dari Perspektif Ilmiah
Berikut adalah tingkatan orientasi seksual berdasarkan skala Skinsey:[12]
No.
Orientasi Seksual Keterangan
Keterangan
1.
Heteroseksual eksklusif
-
2.
Heteroseksual predominan
Heteroseksualnya Cuma kadang-kadang
3.
Heteroseksual predominan
Homoseksualnya lebih jarang-jarang
4.
Heteroseksula & Homoseksual
Seimbang (biseksual)
5.
Homoseksula predominan
Homoseksualnya lebih dari kadang-kadang
6.
Homoseksual predominan
Homoseksualnya Cuma kadang-kadang
7.
Homoseksual eksklusif
   -


Berdasarkan kajian ilmiah,beberapa factor penyebab orang menjadi homoseksual dapat dilihat dari:
a)        Susunan Kromosom
Perbedaan homoseksual dan heteroseksula dapat dilihat dari susunan kromosomnya yang berbeda. Seorang wanita akan mendapatkan 1 kromosan x dari ibu dan 1 kromosaom x dari ayah sedangkan pada pria mendapatkan 1 kromosom x dari ibu dan 1 kromosom y dari ayah. Kromosom y adalah penentu seks pria.
            Jika terdapat kromosom y, sebanyak apapun kromosom x, dia tetap berkelamin pria. Seperti yang terjadi pada pria penderita Sindrom Kinefelter yang memiliki 3 kromosom seks yaitu xxy. Dan hal ini dapat terjadi pada 1 diatara 700 kelahiran bayi. Misalnya pada pria yang mempuyai kromosom 48xxy. Orang tersebut tetap berjenis kelamin pria, namun pada pria tersebut mengalami kelainan pada alat kelaminnya.
b)        Ketidakseimbangan Hormon
Seorang pria memiliki hormone testoteron, tetapi juga memiliki hormon yang dimiliki oleh wanita yaitu estrogen dan progesterone. Namun, kadar hormone pada wanita ini sangat sedikit. Tetapi bila seorang pria mempunyai kadar hormone estrogen dan progesterone yang cukup tinggi pada tubuhnya, maka hal inilah yang menyebabkan perkembangan seksual seorang pria mendekati karakteristik wanita.
c)        Struktur Otak
Struktur otak pada straight females dan straight males serta gay males terdapat perbedaan. Otak bagian kiri dan kanan dari straight males sangat jelas terpisah dengan membrane yang cukup tebal dan pada gay males, struktur otaknya sama dengan straight females, serta pada gay females struktur otaknya sama dengan straight males, dan gay females ini biasanya disebut lesbian.
d)        Kelainan susunan Syaraf
Berdasarkan hasl penelitian terakhir, diketahui bahwa kelainan susunan syaraf otak dapat mempengaruhi perilaku seks heteroseksual maupun homoseksual. Kelainan susunan syaraf otak ini disebabkan oleh radang atau patah tulang dasar tengkorak.
e)        Factor Lain
Factor lain dapat menyebabkan orang menjadi homoseksual, sebagaimana diungkapkan oleh prof. DR. Wimpie Pangkahila (pakar andrologi dan seksologi) selain factor biologis (kelainan otak atau genetik), adalah factor psikodinamik, yaitu adanya gangguan perkembangan psikoseksual pada masa anak-anak, factor sosio-kultural, yaitu adanya adat-istiadat yang memberlakukan hubungan homoseksual dengan alas an yang tidak benar, dan trakhir adalah factor lingkungan, dimana memungkinkan dan mendorong hubungan para pelaku homoseksual menjadi erat.
            Dari keempat factor tersebut, penderita homoseksual yang disebabkan oleh factor biologis dan psikodinamik memungkinkan untuk tidak dapt disembuhkan menjadi heteroseksual. Namun jika seorang menjadi homoseksual karena factor sosio-kultural dan lingkungan, maka dapat disembuhkan menjadi heteroseksual, asalkan orang tersebut mempunyai tekad dan keinginan kuat untuk menjauhi lingkunan tersebut.[13]
            Sikap etis terhadap kaum homoseksual masih sangat dipengaruhi oleh pandangan lama bahwa homoseksualitas adalah “penyakit” atau “keadaan abnormal” atau “penyimpangan”. Sebab itu, ajaran masih banyak ditekankan pada “pertobatan” dari pelaku homoseksual ke heteroseksual yang dianggap hubungan seksual yang normal dan sehat.[14]
            Sikap etis orang tua, para professional dan sikap agamawan juga sangat dipengaruhi oleh opini masyarakat tentang masalah homoseksualitas. Namun demikian, khusus untuk para professional, sikap mereka banyak pula tergantung pada ketidakmampuan mereka menolong para pelaku homoseksual untuk meninggalkan orientasi mereka. Terutama sekarang ini, dengan merebaknya HIV/AIDS kaum homoseksual disorot sebagai salah satu biang kerok penyebaran virus mematikan tersebut. Kenyataan ini memperburuk posisi kaum homoseksual dan menyebabkan mereka terus menjadi stigmata.[15]

  1. Homoseksual menurut Alkitab
Teks-teks Alkitab memandang praktek homoseksual sebagai sewsuatu yang negative. Hubungan seksual dengan sesame jenis dianggap sebagai kekejian (Imamat. 18:2). Perlindungan yang dilakukan oleh Lot terhadpa tamunya sambil menyerahkan kedua putrinya kepada orang yang meminta tamunya itu untuk dipakai adalah kaum homoseksual (Kej. 19:5). Istilah “dipakai” berarti melakukan hubungan seksual dengan cara homo, yang secara tersirat dikutip juga dalam Yehezkiel 16:49, dengan menunjuk perbuatan orang Sodom itu sebagai kekejian, yaitu kata yang sama dipakai dalam Imamat 18:22 diatas yang menunjuk kepada perbuatan homoseksual.[16]
            Dalam PB, praktek homo orang Sodom dikritik juga dalam Yudas 7, sebagai sumber penghukuman Allah. Praktek homoseksual sudah menjadi sesuatu hal yang biasa dikalangan masyarakat Kanaan. Dari praktek yang dilakukan orang Sodom tersebut, muncul istilah Sodomi (salah satu cra kaum homoseksual melakukan hubungan seksual, yaitu melalui anus).
            Dalam PB, perbuatan homoseksual juga dipandang sebagai sesuatu perilaku negative atau persetubuhan yang dipandang tidak wajar/negative. Persetubuhan dengan cara homoseksual dipandang sebagai bukti pemberontakkan manusia kepada Allah (Rom. 1;26-27). Paulus dalam 1 Kor 6:9; 1 Tim 1:10 menyinggung bahwa praktek homoseksual adalah sikap atau perilaku dosa dan durhaka.
            Dibawah ini akan dipaparkan beberapa alas an mengapa perbuatan homoseksual dipandang negative bahkan dianggap perbuatan dosa:[17]
a)        Sebab dalam Alkitab, manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan untuk punya anak melalui perkawinan. Seks diberikan dalam konteks keluarga sejak awal. Hukum perkawinan menyebutkan bahwa “sebab itu seorang laki-laki meninggalkan ayah ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kis. 2:24). Mereka diberkati untuk melahirkan anak-anak melalui perkawinan (Kej. 1:26). “saru daging” mengandung makna hubungan seks secara heteroseksual (1 Kor.6:15-17). Hubungan seksual dengan homoseksual dipandang bagian dari penyimpangan hokum hubungan perkawinan.
b)        Larangan melakukan homoseksual selalu disebutkan dalam kerangka larangan untuk semua jenis penyimpangan seksual. Dalam konteks PL, dapat dipahami alasan larangan itu sebagai bagian dari upaya menghindarkan diri dari pengaruh praktek buruk dalam agama Kanaan, misalnya praktek prostitusi, bastialis, dan penyimpangan seksual lainnya (Imamat. 18:21-29; Bdk. Ulangan 23:17-18). Jadi, larangan praktek homoseksual terkait dengan penyembahan berhala. Alas an yang sama dikemukakan tentang konteks larangan/kecaman dalam Roma 1:26-27; 1 Tim 1:9-10 dan Yudas 7, yang berlatar belakang dari praktek penyembah berhala di dunia kafir.

Kemajuan dunia modern telah memungkinkan manusia semakin rasional dan masalah hubungan seksual dipandang sebagai suatu hak istimewa dan terkait dengan kerahasiaan setiap orang. Dalam kebebasannya, orang modern cenderung memandang hubungan seksual secara homo sebagai sesuatu yang wajar oleh yang menyukainya. Ia tidak lagi dipandang dosa dan karenanya tidak dianggap selaku perbuatan yang menyimpang.
Selain itu, pelaku homoseksual tidak sama latar belakangnya. Ada pelaku yang melakukannya karena alas an fisik, misalnya keadaan secara hormonal berpotensi feminine tetapi beralat kelamin maskulin atau sebaliknya.[18] Ada juga yang karena alas an psikologis, misalnya seseorang yang pernah dikecewakan oleh lawan jenisnyas sehingga mengarahkan cintanya pada sesama jenis. Ada pula karena alas an “ala bisa karena biasa”.[19] Termasuk kategori ini adalah mereka yang hidup dalam asrama dan penjara.
Masalah homoseksual sekarang ini menjadi hangat lagi setelah terindikasi bahwa hubungan homoseksual merupakan hubungan yang menjadi salah satu sumber penyebaran virus HIV/AIDS. Berbagai data kontemporer menunjukkan bahwa kelompok risiko tertinggi bagi penularan virus HIV/AIDS adalah pelaku homoseksual. Praktek homoseksual sering diakaitkan dengan penggunaan narkotika, yang menjadi salah satu sumber penyebaran virus HIV/AIDS yang sangat riskan. Anggapan mayoritas masyarakat awam memahami praktek homoseksual sebagai suatu penyakit fisik, psikis dan social yang sekaligus menjadi sumber penyakit mematikan.
Melihat realitas, kaum homoseksual terancam keberadaannyakarena mereka dicap sebagai penyebar virus mematikan HIV/AIDS. Stigma negatif terhadap keberadaan mereka membuat mereka tersudut, terpinggirkan bahkan dikucilkan dari kehidupan masyarakat. Jika homoseksual merupakan sebuah “penyakit”, keadaan abnormal, atau adanya kelainan semenjak dalam kandungan dan bukan keinginannya untuk berperilaku homoseks itu dosa besar? Sehingga ia dijauhi, dihina, bahkan dikucilkan. Ini menjadi penting karena sekarang ini keberadaan mereka cenderung tidak diperhatikan, dan dipedulikan.
Pertanyaan diatas menjadi renungan bagi setiap orang yang selalu memandang kaum homoseksual dari dampak keberadaannya (yang sekarang dianggap/disorot sebagai penyebar virus), tetapi tidak melihat secara mendalam apa latar belakang kemunculan homoseks/perilaku menyimpang. Homoseksual juga manusia yang membutuhkan perhatian, pengertian dan kepeduliaan dari orang lain mereka juga membutuhkan rasa tenang, nyaman dan kebebasan. Bukan stigma negative dan pikiran-pikiran negative lainnya. Ketika orang mengalami sakit bukan bukan cacian dan makian serta stima negative yang ia butuhkan tetapi “obat” dan penghiburan.

  1. DESKRIFSI YESUS SEBAGAI PENGHIBUR
Dari pemberitaan yang berkembang akhir-akhir ini, baik itu yang kita dengar dan lihat di media cetak, elektronik maupun informasi dari orang-orang disekitar yang sering mengusik telinga kita mengenai keberadaan homoseksual. Stigma negative “mengancam” keberadaan mereka. Kebenaran dan keadilan menjadi sulit mereka raih, hal itu menjadi krisis berkepanjangan sulit untuk mereka gapai dan capai sendiri, tanpa keterbukaan, toleransi dan berasa menjadi bagian dari orang lain.
            Kenyataan ini tentu menyudutkan keberadaan kaum homoseksual. Selain disorot sebagai penyebar virus HIV/AIDS, keterpinggiran, keterasingan dan dikucilkan berpotensi menimpa diri mereka. Mereka dianggap sumber penyakit mematikan. Sebab itu, mereka tidak diperhatikan, tidak dipedulikan, dibenci, dihina keberadaannya bahkan “dibasmi” dari lingkungan masyarakat.
           
               
             Disini Yesus hadir sebagai seorang penghibur untuk membantu dan menolong kaum homoseksual, agar mereka dapat bangkit kembali dan keluar dari pergumulan hidup nya.    



[1] http://budiridwin.wordpress.com/2008/03/05.ancaman.perilaku-homoseksual-copy-dari-lowwinilah.com/
[2] Bdk. Ibid. http://budiridwin.wordpress.com/2008/03/05.ancaman.perilaku-homoseksual-copy-dari-lowwinilah.com/
[3] Feray, Jean. Claude, Herzer, Manfred (1990).”Homosexual Studies and Politices In The 90th Century: Karl Maria Kertbery”. Journal Of Homosexuality, 19
[4] http://huripedia.id.hrdocs.org/index.php?title=homoseksualitas
[5] Robert P. Borrong, Etika Seksual Kontemporer, (Bandung: Ink Media, 2006) 76
[6] Op. cit, http://huripedia.id.hrdocs.org/index.php?title=homoseksualitas
[7] Ibid, http://huripedia.id.hrdocs.org/index.php?title=homoseksualitas
[8] Robert P. Borrong, op. cit, hal 77
[9] Lih. Penjelasan Pada Paragraf Awal Pengertian Homoseksualitas
[10] Op. cit, http://huripedia.id.hrdocs.org/index.php?title=homoseksualitas
[11] Ibid, http://huripedia.id.hrdocs.org/index.php?title=homoseksualitas
[12] http://id.wikipedia.org/wiki/homoseksualitas
[13] Ibid, http://id.wikipedia.org/wiki/homoseksualitas
[14] Robert P. Borrong, op. cit, 78
[15] Robert P. Borrong, Ibid, 78
[16] Robert P. Borrong, Ibid, 79
[17] Robert P. Borrong, Ibid,80
[18] Robert P. Borrong, Ibid,81
[19] Robert P. Borrong, Ibid,81

Tidak ada komentar:

Posting Komentar