Kamis, 06 September 2012

MISIOLOGI Tentang Pemuridan menurut Matius


PENDAHULUAN
 Jika kita melihat sepintas, tampak bahwa misi Yesus di dunia selama hidup-Nya tidak begitu berhasil. Ia hanya menghasilkan dua belas orang murid dan beberapa pengikut yang lain. Secara kuantitas sangat sedikit. Dua belas orang murid seperti mustahil untuk mengijili seluruh bumi.
Namun tidak demikian yang terjadi, dua belas orang murid menjadikan Injil dikenal seluruh dunia. Hal ini membuktikan bahwa misi Yesus di bumi sangat berhasil. Setelah mereka menerima Roh Kudus yang dijanjikan, mereka menjadi pemberita Injil yang berapi-api, mengabarkan Injil ke seluruh bumi.
Penginjilan yang lebih luas juga dilakukan oleh Paulus, ia keluar dari wilayah teritorial Israel dan menginjili di tempat-tempat yang belum mengenal Injil. Baik Yesus, murid-murid Yesus maupun Paulus, ketika melakukan penginjilan, mereka mengkaderkan orang-orang yang selanjutnya akan menjadi pemberita firman di tempat tersebut. Seperti Lukas kepada Teofilus, Paulus kepada Timotius, Filemon, Silas. Murid-murid yang lain kepada tujuh orang pelayan (Kis 6:5 Usul itu diterima baik oleh seluruh jemaat, lalu mereka memilih Stefanus, seorang yang penuh iman dan Roh Kudus, dan Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus, seorang penganut agama Yahudi dari Antiokhia). Kader-kader ini yang akan memberitakan firman selanjutnya secara berkesinambungan, sehingga makin banyak kader yang dihasilkan dan Injil dapat diterima oleh semua orang.
Dalam bahasa Yunani mathetes (Mathetes) yang berarti murid. Murid berarti mengikuti dengan persis apa yang diajarkan gurunya. Yang ditekankan Yesus ialah penyangkalan diri dan memikul salib jika ingin menjadi murid-Nya. Ini berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan dan patuh terhadap perintah-Nya serta mengesampingkan keinginan diri sendiri.
Dalam makalah ini penulis mencoba menerangkan misi melalui pemuridan dan syarat-syarat menjadi murid Yesus dengan dasar Alkitab Matius 16 : 24-26 dan Matius 28 : 18-20.

PENJELASAN TEKS
Matius 16 : 24-26
16:24 Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. 16:25 Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. 16:26 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?
            Ayat ini pararel dengan Markus 16:34-38 dan Lukas 9:23-27. Jelas bahwa ayat ini dari sumber Markus, karena hanya terdapat pada kitab tersebut dan tidak dapat dalam kitab Yohanes. Yesus menunjukkan bahwa mengikut Kristus mencakup menjalankan kehendak Allah sebagai salib mereka mengikut Dia. Yesus berjanji memberi upah kepada setiap orang sesuai dengan komitmen mereka kepada Yesus[1]. Matius mengutip ini dari Mazmur 62:13 (dan dari pada-Mu juga kasih setia, ya Tuhan; sebab Engkau membalas setiap orang menurut perbuatannya).
Jalan yang harus ditempuh para murid haruslah sama dengan jalan yang ditempuh gurunya. Menyangkal diri berarti berkata tidak kepada keinginan berdiri sendiri, tapi hidup berdasarkan ajaran guru-Nya. Memikul salib berarti orang akan mendapati dirinya yang sebenarnya apabila meninggalkan sifat bergantung pada dirinya sendiri dan mencari kepentingan diri sendiri demi nama Kristus. Perbandingan apapun tidak dapat diadakan antara apa seseorang dan apa yang dimilikinya.[2]
Semua yang dikatakan Yesus berkaitan erat dengan dirinya. Ia adalah bukti nyata dari ucapan-Nya tersebut. Ia menyampaikan Injil kepada murid-murid-Nya, kemudian murid-murid-Nya menyampaikan kepada orang lain. Yesus taat kepada kehendak Bapa di Sorga, mengesampingkan keinginan-Nya dan mengikuti kehendak Bapa di Sorga yaitu memikul salib. Ia telah kehilangan nyawa-Nya di kayu salib dan upah yang dijanjikan Yesus juga terbukti bagi diri-Nya sendiri ketika Ia terangkat ke sorga. 16:19 (Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah).
Hal seperti di ataslah yang dikehendaki Yesus kepada murid-murid-Nya. Menyangkal diri dan memikul salib. Memikul salib berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, mengutamakan kehendak Tuhan, mengesampingkan kehendak diri sendiri dan rela menderita demi Tuhan Yesus. Hal tersebut merupakan salib yang harus dipikul sebagai konsekuensi seorang murid.
Matius 12 : 18-20
28:18 Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. 28:19 Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, 28:20 dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
Kata matheteuein (menjadikan murid) paling menonjol dijumpai dalam Amanat Agung. Kata ini merupakan perintah dan kata kerja utama dalam Amanat Agung serta inti dari pengutusan tersebut. Kedua kata partisipnya “membaptis dan mengajar” jelas berada di bawah kata “menjadikan murid” dan menggambarkan bentuk dan proses pemuridan yang harus terjadi.[3]
Kata matheteuein berasal dari kata mathetes yang berarti murid. Kata mathetes banyak terdapat dalam Injil Sinoptik dan Kisah Para Rasul. Kata ini satu-satunya nama bagi pengikut Kristus dalam kitab Injil. Ada perbedaan makna kata mathetes antara menurut Matius dan menurut kitab Injil lainnya dan Kisah Para Rasul. Menurut Matius, kata “murid” tidak hanya mengacu kepada dua belas murid Yesus, saja seperti terdapat dalam Markus dan Lukas. Meskipun ketika kata “murid” digunakan diduga merujuk pada kedua belas muird Yesus. Namun menurut Matius, para murid pertama merupakan prototipe bagi gereja. Dengan demikian istilah tersebut meluas hingga mencakup “murid” Matius sendiri. [4]
Yesus Kristus telah memperoleh kuasa yang universal dari Bapa di Sorga. Kuasa Tuhan yang universal membawa tugas yang universal pula bagi para murid untuk mengabarkan Injil.  Inilah  yang menjadi tugas para murid Yesus, agar semua orang menjadi murid-Nya dan percaya kepada-Nya, serta agar semua orang diselamatkan.

ANALISA
Matius 16 : 24-26 menyakan syarat menjadi murid Yesus. Yesus mengatakan hal ini kepada murid-murid-Nya, terutama pada Petrus, (karena pada saat itu Petrus berpikir hal yang bertentangan dengan kehendak Allah), agar mereka sungguh-sungguh mengikut Dia. Tujuannya ialah agar mereka paham konsekuensi mengikut Yesus dalam kerangka penyelamatan umat manusia. Selanjutnya para murid mau dan mampu melakukan apa yang Yesus katakan. Kesungguhan mengikut Kristus akan mendatang kebahagian yang sejati. Yesus mengajar dengan  narasi, perumpamaan dan perbandingan. Di balik semua dikatakan Yesus ada makna yang tersembunyi, yang kadang tak dimengerti oleh para murid-Nya. Dalam ayat ini Yesus juga mengatakan apa yang akan terjadi pada diri-Nya sendiri, sebagai contoh nyata dari yang Ia katakan. Jadi Yesus juga mengajar melalui pola hidup-Nya sendiri.
Matius 28 : 18-20, ayat ini dikenal dengan nama Amanat Agung yang dikatakan Yesus sebelum Ia naik ke sorga. Di situ dinyatakan dengan jelas bahwa Yesus yang telah menyandang segala kuasa  mengutus para murid-Nya untuk menjadikan segala bangsa murid-Nya. Ada proses pararel antara misi Yesus dengan misi para murid yang harus diteruskan dengan tugas pokok pewartaan “Kerajaan Allah.” Tugas ini harus dijalankan bukan hanya melalui ortodoksi, tetapi lebih-lebih dengan cara ortopraktis. Misi pertama-tama bukan untuk mengumpulkan anggota gereja , tetapi untuk menjadikan orang murid Kristus. Kemuridan yang dimaksud di sini ialah melaksanakan ajaran-ajaran Yesus yang telah dicatat oleh penulis Injil secara terperinci dalam Injilnya. Kemuridan melibatkan suatu komitmen pada pemerintahan Allah, pada keadilan, kasih, dan pada ketaatan kepada seluruh kehendak Allah. Menurut Amanat Agung, Matius tidak mungkin melakukan pemuridan tanpa menyuruh mereka mempraktekkan panggilan Allah untuk melakukan keadilan bagi yang miskin.[5] 28:20a (dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu).
Pada zaman Matius, murid-muridnya meneladani murid-murid Yesus yang pertama, seperti halnya murid-murid yang pertama meneladani Yesus. Menurut Matius, hubungan antara murid-murid Yesus dengan Yesus bukan sekedar masalah para murid harus mengajar apa yang diajarkan Yesus  ataupun mereka menjadi reken-reken sekerja Yesus dan bukan semata-mata utusan-Nya. Tapi ada suatu hubungan dan solidaritas yang lebih mendalam. Apa saja yang berlaku bagi Yesus juga berlaku bagi para murid. Yesus dan murid-murid-Nya sama-sama menderita dan sama-sama memiliki kuasa missioner.[6]
Kehadiran Yesus yang menetap dihubungkan erat dengan keterlibatan para pengikut-Nya di dalam misi. Ketika menjadikan murid, membaptis dan mengajar mereka tahu bahwa Yesus tetap bersama para pengikut-Nya. (Matius 28 : 20b Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman). Yesus tetap hadir dengan murid-murid-Nya, mereka keluar untuk menjalankan misi.  Kuasa Yesus yang bangkit yang universal dan tidak terbatas membangkitkan tanggapan yang sama-sama universal dan tanpa batas dari para utusan-Nya. Misi adalah suatu konsekuensi logis dari penobatan Yesus sebagai Tuhan yang berdaulat atas seluruh alam.
Dalam proses pemuridan kita mereview cara-cara Yesus mengajar. Dari awal ia memilih dan memanggil murid-murid yang pertama (Simon dan Andreas). Banyak metode yang digunakan Yesus, bukan hanya untuk mengajar murid-murid-Nya, tetapi juga orang lain yang mau mendengar Yesus. Metode-metode ini juga digunakan oleh murid-muri-Nya dalam rangka pemuridan selanjut-Nya.
Ø  Dari cerita-cerita Injil kita dapat mengetahui bahwa Yesus sering kali pergi ke sinagoge pada hari sabat dan diberikan kesempatan untuk mengajar jemaat. Sering juga pengajaran Yesus menjadi bahan percakapan bersama dalam pertemuan-pertemuan itu.[7]

Ø  Pengajaran Yesus juga melalui percakapan-percakapan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya percakapan dengan perempuan Samaria (Yohanes 4 : 1-26). Juga ketika Yesus berbicara dengan seorang ahli Turat yang mencobai Dia (Lukas 10 : 24-37).

Ø  Yesus juga sering mengajar melalui perumpamaan yang menimbulkan kreatifitas orang lain. Ia sering membimbing orang yang bertanya kepada-Nya untuk menemukan sendiri jawaban pertanyaan, dengan membalikkan pertanyaan kepada si penanya[8]. Misalnya dalam Lukas 10 : 24-37, ahli taurat tersebut menemukan sendiri jawaban dari pertanyaannya, setelah Yesus bercerita dengan perumpamaan orang Samaria yang baik hati. Atau dalam Matius 21 : 28-32, para imam kepala dan tua-tua Yahudi menemukan jawaban sendiri setelah Yesus mengatakan perumpamaan tentang dua orang anak. Masih banyak perumpamaan-perumpamaan lainnya yang digunakan Yesus sebagai cara untuk mengajar.

Ø  Jika banyak orang datang mengerumuni Yesus, maka Yesus akan duduk dan mulai mengajar mereka. Cara ini telah lama dalam lingkungan masyarakat Yahudi, dimana para murid mengerumini rabinya yang sedang duduk ambil mangajar.  Matius 5:1 (Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya). Atau dalam Matius 13:2 (Maka datanglah orang banyak berbondong-bondong lalu mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke perahu dan duduk di situ, sedangkan orang banyak semuanya berdiri di panta)
Ø  Yesus juga mengajar melalui penyembuhan, muzijat-muzijat, pengusiran roh jahat. Ini mengajarkan bahwa iman dan percaya kepada Kristus akan menyelamatkan. Misalnya dalam Markus 5 :  1-20, setelah Yesus mengusir roh jahat dari orang Gerasa, ia ingin menyertai Yesus sebagai pengikut-Nya (murid).
Ø  Cara yang riil ialah dari pola hidup Yesus sendiri, yang Ia ajarkan kepada murid-murid-Nya.
Amanat Agung pertama-tama ditujukan Yesus kepada murid-murid-Nya yang melihat Dia ketika naik ke sorga. Jadi jelas, bahwa yang sebagai objek ialah Yesus, dan subjeknya pada masa itu ialah para murid-Nya.  Hal ini sebagai kelanjutan dari apa yang telah diajarkan Yesus kepada murid-murid-Nya. Amanat Agung merupakan bukti keilahian Yesus yang harus dijalankan oleh murid-murid yang pertama. Amanat tersebut kemudian di tujukan kepada umat Kristen pada masa itu, yang juga mempunyai kewajiban untuk mengabarkan Injil kepada semua orang. Pesan “jadikan semua bangsa murid-Ku” adalah misi selanjutnya, agar tujuan penyelamatan Tuhan Yesus dapat dirasakan semua orang.
Amanat ini benar-benar dilaksanakan segera oleh para murid Yesus. Setelah menerima Roh Kudus, khotbah Petrus yang pertama membawa pertobatan masal. Ini menandakan kuasa yang universal tersebut. Kisah Para Rasul 2 : 14-40. Kemudian oleh para murid yang lainnya. Selanjutnya tugas misi keluar dari wilayah Israel lebih dilaksanakan oleh Paulus, setelah ia bertobat.
Metode yang dipakai para rasul/murid-murid Yesus, hampir sama dengan metode yang digunakan Yesus. Mereka memberitakan Yesus di Bait Allah, mengajar banyak orang, melakukan penyembuhan (Kis. 3 : 1-9). Mengadakan mujizat-mujzat (Kis. 5 : 12). Dan murid-murid makin bertambah, seperti yang diharapkan Yesus. Melalui cara-cara tersebut banyak orang bertobat dan menyerahkan dirinya kepada Yesus. (Kis. 6 : 1). Hal ini membuat sedikit kesulitan bagi para rasul, sehingga mereka memilih tujuh orang murid yang akan melayani orang-orang miskin. Ini berarti misi pemuridan sudah dilaksanakan, sesuai dengan kehendak Yesus.

REFLEKSI BAGI GEREJA MASA KINI DENGAN KONTEKS KALIMANTAN
Amanat Agung yang diucapakan Yesus juga ditujukan pada gereja masa kini, yaitu kepada setiap orang yang sudah menerima Kristus sebagai juru selamatnya. Orang-orang yang sudah diselamatkan layak disebut murid-murid Yesus. Sebagaimana yang diungkapkan Yesus dalam Matius 16 : 24-26, seorang murid harus menyangkal diri dan memikul salib. Sebagian besar orang-orang percaya masih mau dan mampu mengabarkan Injil bagi setiap orang. Realita lain ialah dimana banyak orang Kristen yang tidak mau menderita sebagai konsekuensi seorang murid Yesus. Banyak orang meninggalkan Yesus karena hal-hal duniawi. Ini merupakan tantangan bagi misi pemuridan masa kini.
Dalam konteks Kalimantan khususnya GKE, misi pemuridan sebenarnnya sudah dimulai sejak zending Barmen datang ke Kalimantan pada tahun 1835. Zending mula-mula mendirikan pusat pengobatan dan pendidikan, karena masyarakat Dayak diliputi buta huruf dan kesehatan yang buruk. Pada tahun 1846 ada kurang lebih 400 orang murid di sekolah yang didirikan para zending. Para murid ialah kaum anak-anak, mereka mulai mengerti kebenaran Injil, lalu mereka membawa ketengah keluarga dan orang tua mereka.
Usaha-usaha persekolahan lebih banyak artinya. Pada tahun 1846, ternyata sudah ada kurang lebih 400 murid. Kebenaran-kebenaran Injil lambat laun dapat dimengerti oleh anak-anak ini dan mereka yang membawa terus ke tengah-tengah keluarga dan orang tua mereka.[9]

Pada tahun 1932 juga dimulai pendidikan teologi di Banjarmasin, mengingat makin banyak orang Dayak yang menjadi Kristen, namum belum ada pendeta yang bersuku Dayak. Tiga tahun kemudian ditahbiskan lima orang pendeta Dayak pertama. Ini merupakan hasil dari pemuridan yang dilakukan para zending. Penyelenggaraan sekolah ini langsung di bawah wewenang zending Basel, baru pada tahun 1948 terjadi perubahan mengenai bentuk penyelenggaraan sekolah ini, yang langsung di pegang oleh Majelis Sinode sendiri, yang bertugas memanggil dan menetapkan rektor, serta gurunya. Demikian pula halnya dengan penerimaan siswa-siswwanya.[10] Usaha-usaha lain juga seperti diselenggarakannya kursus-kursus teologi yang dilaksanakan di Mandomai pada tahun 195-1955. Di didirikannya sekolah Alkitab pada tanggal 3 Februari 1958 di Mandomai. Dengan demikian pemuridan yang dilakukan para zending akan berkesinambungan, dimana para pendeta Dayak akan menginjili sesamanya, agar ia menjadi murid Tuhan Yesus pula.
Hingga sekarang misi pemuridan ini tetap dilaksanakan. Secara formal melalui Yayasan Pendidikan Teologi. Baik pendidikan tingkat dasar, menengah, ataupun perguruan tinggi. Lulusan pendidikan teologi ini kemudian mengabarkan Injil ke jemaat-jemaat. Sehingga ilmu yang didapat dibagikan kepada orang lain, serta tujuan utamanya ia pelaksanaan Amanat Agung dari Tuhan Yesus. Orang yang tidak mengenyam pendidikan teologipun mempunyai tugas yang sama, yaitu memjadikan semua orang murid Yesus, karena tugas penginjilan merupakan tugas semua orang percaya.
Ada juga pemuridan secara informal, yaitu melalui Pendalam Alkitab atau yang sering disebut Kelompok Tumbuh Bersama. Gerakan ini seperti gerakan pinggiran, karena tidak banyak orang yang ambil bagian dalam pelayanan ini. Meskipun ada badan khusus yang memegang kelompok ini yaitu PERKANTAS, namun pelayanan ini masih belum banyak mendapat perhatian. Padahal kelompok ini berfungsi cukup efektik dalam hal pembinaan iman dan perkembangan spiritual, karena setiap anggota bisa lebih aktif dan secara bebas menyampaikan masalah, gagasan, pergumulan dan sebagainya dengan konsekuensi tertentu. Biasanya setiap kelompok akan didampingi oleh seorang pembina. Jika anggota telah mencapai tingkat tertentu, maka ia akan memuridkan orang lain, yaitu orang-orang yang akan dibina kemudian.
Ada beberapa tantangan bagi GKE dalam misinya di Kalimantan, baik misi pemuridan maupun misi lainnya, diantaranya :
1.      Agama Islam
Agama Islam datang lebih dahulu ke Pulau Kalimantan, jauh sebelum datangnya agama Kristen. Sehingga masyarakat Kalimantan mayoritas beragama Islam. Ajaran Islam seperti sangat menarik bagi masyarakat Kalimantan. Karena syarat-syaratnya mudah, lebih terbuka kepada budaya orang Dayak (hal yang berbau mistis dan magis). Dalam hal mempeoleh pengakuan, memperoleh pekerjaan, peluang berkarir di pemerintahan dan lain sebagainya juga lebih terbuka jika beragama Islam. Hal inilah yang menyebabkan banyak orang Kristen meninggalkan Kristus, dan memilih masuk Islam. Ini adalah tantangan terberat misi gereja di Kalimantan. Orang Kristen sering mendapat perlakuan yang tidak baik, terjadi diskriminasi dan pembatasan ruang gerak.
2.      Sekulerisme
Kemajuan zaman dan teknologi di era post modern ini juga turut mempengaruhi misi gereja masa kini. Di Kalimantan sudah tersedia berbagai fasilitas kehidupan, lapangan pekerjaan yang layak, kemajuan IPTEK, sehingga ada anggapan bahwa orang mampu hidup tanpa beragama dengan taat atau tanpa beragama sama sekali. Hal ini membuat orang tidak tertarik pada ajaran Kristen.
3.      Budaya dan Agama Suku
Ada budaya Dayak yang tidak bisa diterima oleh ajaran Kristen, misalnya penggunaan jimat, magis, ilmu-ilmu hitam yang diajarkan agama Kaharingan. Ada banyak orang Dayak yang tidak mau menerima Kristus karena kekristenan menolak hal-hal tersebut.
4.      Munculnya Ajaran-Ajaran yang Mengatasnamakan Kristen
Munculnya ajaran-ajaran baru yang tidak pasti menimbulkan pengaruh besar kepada misi gereja. Biasanya aliran-aliran ini mempengaruhi orang-orang Kristen sendiri yang berbeda aliran. Misalnya Saksi Yehova dan Mamagista.
Paling tidak empat tantangan ini yang merintagi misi gereja di Kalimantan, dan mungkin masih banyak tantangan lainnya. Bagaimanapun banyak tantangan yang merintangi, namun misi Kristus di Kalimantan tetap dilaksanakan oleh orang-orang percaya. Walaupun sulit untuk mejalankan misi ini. Menjadikan murid, membaptis, mengajarkan melakukan, itulah tugas misi yang diemban. Namun sebagaimana janji Tuhan Yesus yang menyertai sampai kesudahan zaman, maka segala sesuatu akan bisa diatasi oleh semua orang yang ambil bagian dalam misi Kristus.


LITERATUR
Walvood, John F, Pedoman Lengkap Nubuat Alkitab, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1998.
Wiseman, Donald J, dkk, Tafsiran Injil Masa Kini 3 Matius-Wahyu, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.
Bosch, David J, Transformasi Misi Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.
Woga, Edmund, Dasar-Dasar Misiologi, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002.
Wahono, S. Wismoady, Di Sini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia,1986.
Ukur, Fridolin, Tuaiannya Sungguh Banyak, Sejarah GKE Sejak Tahun 1835, Jakarta: BPK Gunung Mulia,1960.
Alkitab Terjemahan Baru, TB LAI 2010.


[1]  John F. Walvoord, Pedoman Lengkap Nubuat Alkitab, Every Prophecy of The Bible (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1998), hal 461
[2]  Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Matius-Wahyu, Berdasarakan Fakta-Fakta Sejarah Ilmiah dan Alkitabiah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), hal 103
[3]  David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen, Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan berubah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hal 114
[4]  Ibid, hal 115
[5]  Edmund Woga, Dasar-Dasar Misiologi (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002), hal 85
[6]  David J. Bosch, Transformasii Misi Kristen, Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan berubah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hal 116
[7]  S. Wismoady Wahono, Di Sini Kutemukan, Petunjuk Mempelajari Dan Mengajarkan Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), hal 387

[8]  Ibid, hal 388
[9]  Fridolin Ukur, Tuainnya Sungguh Banyak, Sejarah GKE Sejak Tahun 1835, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1960), hal 11
[10]  Ibid, hal 84-89

Tidak ada komentar:

Posting Komentar