Misi
Dalam Perjanjian Lama
Misi
dalam Perjanjian Lama dikaitkan dengan pemilihan Israel sebagai bangsa yang
dipilih Allah dan juga hubungan Israel dengan bangsa - bangsa lain. Untuk itu
kita perlu memperhatikan 3 aspek dari pemilihan Israel, yakni :
a.
Aspek
Universalisme
Pada halaman pertama dari kitab suci,
kita sudah diperhadapkan dengan perbuatan – perbuatan Allah terhadap seluruh
dunia. Ia bertindak secara universal. Kisah penciptaan langit dan bumi, dan penempatan manusia di dalamnya
merupakan prasejarah bagi Israel, dan serentak pula sebagai prasejarah bagi
keselamatan seluruh dunia (Kej 1-11). Tetapi prasejarah ini juga memperlihatkan
bagaimana kejahatan merembes masuk kedalam dunia. Keadaan yang demikianlah,
yangh menjadi latar belakang pemanggilan Abram (Kej 12). Ia dipanggil untuk
pergi dari sanak saudaranya meninggalkan dunia orang kafir, tetapi Tuhan yang
memanggil itu berjanji bahwa ia akan menjadi berkat untuk semua kaum dimuka
bumi. Kisah pemilhan Abraham dan keturunannya merupakan persiapan bagi Israel
yang berwujud keluaran dari Mesir. Dengan memilih umat Israel maka Allah
mengarahkan pandanganNya keseluruh dunia. Dalam hubungan ini, maka pentinglah
bunyi Keluaran 19 : 5 - 6. Kekudusan dan Keimaman menyatakan fungsi pelayanan.
Selaku pengantara Israel juga melayani bangsa-bangsa lain (Yes 61 : 6).
Israel
diantara segala bangsa merupakan suatu gambaran pemerintahan Allah dan suatu
gambaran pelayanan selaku imam. Hal ini dinyatakan pula dalam Ul 7 : 6, dimana
kasih sebagai dasar pemilihan ditekankan “ Sebab engkaulah umat yang kudus bagi
Tuhan, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh Tuhan, Allahmu dari segala bangsa
diatas muka bumi untuk menjadi umat kesayanganNya sendiri”. Israel adalah suatu
alat dalam tangan Tuhan, suatu tahap dalam rencana Allah. Yang dituju ialah
keselamatan dunia.
Pemilihan
atas Israel adalah jalan yang ditempuh Allah untuk mencapai tujuanNya, yaitu
pengakuan namaNya oleh seluruh bangsa-bangsa. Universalisme – keselamatan
dibentangkan pula dalam beberapa kitab lain seperti Rut, Yesaya 40-55, dan juga
kitab Yunus. Dalam kitab Yunus dengan tegas menentang sikap partikularisme ( pembatasan keselamatan bagi diri sendiri saja).
Dalam bentuk perumpamaan, kitab Yunus mau memperingatkan kepada orang-orang
Yahudi yang berada dalam pembuangan bahwa mereka tidak boleh menjadi suatu
rintangan antara Yahwe dan orang-orang kafir(bangsa lain). Yunus yang adalah
orang Israel dipanggil untuk menyatakan rahmat Yahwe terhadap Niniwe.
b.
Aspek
Eskhatologia
Para nabi biasanya juga menyampaikan
berita dari Allah kepada bangsa-bangsa. Seringkali mereka mengabarkan hukuman,
baik kepada Israel maupun kepada bangsa-bangsa kafir, kadang hukuman atas
Israel akan dilaksanakan oleh bangsa kafir, adakalanya kedengaran berita
hukuman atas bangsa-bangsa akibat sikap mereka terhadap Allah Israel dan
acapkali berita keselamatan untuk kedua-duanya, melihat keselamatan Israel,
“maka bangsa-bangsa akan mengetahui bahwa Aku, TUHAN, menguduskan Israel” Yeh
37:28.
Di
dalam pemberitaan para nabi selalu saja ada pengharapan bahwa bangsa-bangsa
l;ain akan ditarik menuju pusatkehadiran Allah Israel, lalu bangsa-bangsa lain
itu akan mengaku namaNya. Keselamatan eskhatologis digambarkan dalam PL melalui
gambaran tentang datangnya bangsa-bangsa lain berarak-arakan kearah Sion.
Kedatangan itu merupakan gerakan yang sentripetal,
menuju pusat dimana tersedia keselamatan, dimana ada Yahwe dan umatNya,
pusat kehadiranNya, pusat dunia. Bangsa-bangsa akan datang kepada Israel dan
Allahnya.
Bukanlah
Israel yang bertindak, bukanlah bangsa-bangsa yang bertindak tetapi Allah
sendirilah yang bertindak terhadap Israel dalam pusat sejarah dan pusat dunia,
dan dengan jalan demikian segala bangsa akan datang untuk melihat dan akhirnya
untuk disangkut pautkan dalam drama - keselamatan. Disini bukanlah Israel yang
menjadi saksi tetapi bangsa-bangsa akan menyaksikan apa yang terjadi di Israel,
sehingga ad ketertarikan untuk mencari Allah Israel.
c.
Masa
Depan Mesianis
Di dalam pengharapan
Israel akan masa depan, pemegang kunci ialah Almasih ( Mesias ) yang dijanjikan
selaku pembawa keselamatan.atau lebih tepat lagi, Ia merupakan poros
berkisarnya zaman yang akan datang, yang dipentingkan dalam gambaran tentang
zaman yang akan datang itu ialah pemerintahan Tuhan atas Israel dan atas
bangsa-bangsa lainnya, dan pemerintahan itu akan didatangkan dan dilaksanakan
oleh oknum mesianis sebagai penyelamat. Sering kali pengharapan itu
berpusat pada diri Daud dan keturunannya
yang akan memerintah dengan adil dan damai pada masa depan sebagai raja yang
diberikan Allah. Kadang-kadang pula pengharapan mesianis berpaut pada orang
yang diurapi Tuhan, baik yang memangku jabatan sebagai raja maupun sebagai imam
dan juga sebagai nabi, ( Mzm 2, 110, dan Yes 61 ).
Perhatian khusus diberikan
kepada Hamba Tuhan yang menderita
seperti nampak dalam dalam Yes 40-55, yakni yang berbicara mengenai penderitaan
sengsara. Masa depan mendekat hanyalah melalui sengsara, itulah penderitaan
yang mendahului lahir zaman baru. Penderitaan ini merupakan “his” ( kesakitan
beranak ) yang harus dialami atau yang diwakili oleh sisa-sisa umat Allah yang
setia, yang kemudian pada akhirnya diwakili oleh seorang hamba Yahwe yang
patuh. Jadi “his” mesianis ini menderita sebagai ganti orang lain. Ia
mendirikan Israel memberikan kepadanya penghiburan dan kekuatan baru, terutama
pengharapan untuk pulang ketanah airnya. Ia kan membuat Israel baru dengan
memberikanya keadilan hukum. Dengan demikian ia menjadi perjanjian bagi umat
manusia, menjadi terang bagi bangsa. Keselamatan yang dikaruniakan Tuhan kepada
kepada Israel mempunyai aspek universal, Israel yang dibaharui karena diberikan
keselamatan dari Tuhan menjadi pembawa keselamatan sampai ke ujung buimi Yes 49
: 6. Keselamatan yang dari Allah Israel itu diperuntukan sampai ke ujung bumi.
Ujung bumi berarti pinggir wilayah penciptaan atau pembatasan antara terang dan
gelap. Dan kepada segala ujung bu8mi itu diserukan agar mereka berpaling kepada
Tuhan, Yes 45 : 22. Jadi dalam hal ini peranan Israel tidak aktif keluar,
tetapi pasif, yaitu menanggung penderitaan. Hamba itu menderita bagi Israel dan
Israel menderita bagi banyak orang.
Persfektif terakhir
ialah pembaharuan penciptaan, langit yang baru dan bumi yang baru, Yes 65 : 17
; 66 : 22, dimana tidak aka nada lagi tangisaan dan
penindasan dan juga kesia-siaan. Perspektif
terakhir dari pengharapan Israel merupakan pada tindakan Allah melalui
penciptaan langit dan bumi. Israel dipanggil untuk mengharapkan dan
memprjuangkan suatu kerajaan damai bagi seluruh dunia. “Yang menjadi Penebusmu
ialah yang maha kudus, Allah Israel. Ia disebut Allah seluruh bumi.
Dari pembahasan diatas,
dapat kita ambil beberapa hal yang merupakan kesimpulan dari PL mengenai peran
Israel. Disini kita lihat bahwa Israel mempunyai fungsi sebagai perantara dalam
rencana Allah. Israel harus menerima dengan taat keselamatan yang dari Allah,
janji-janjiNya dan hukum-hukumNya, supaya dapat memperlihatkan kepada
bangsa-bangsa lain siapa Allah Israel, ia harus menjadi daya penarik bagi
bangsa-bangsa lain. Fungsi sebagai perantara ini menegaskan bahwa Israel
memiliki tiga aspek yakni, kerajaan, keimaman dan kenabian bagi dunia.
TANGGAPAN
:
Buku Missiologia oleh DR. ARIE DE
KUIPER, secara umum sangat membantu untuk mengarahkan pemikiran tentang tujuan
dan maksud yang harus kita dalami mengenai misi, atau pekabaran Injil. Kelompok
kami mendapat bagian menguraikan mengenai Misi Dalam Perjanjian Lama, pada
bagian ini ARIE menerangkan secara khusus mengenai pemanggilan Abram dan
keturunannya dan juga misi dalam Perjanjian Lama, pelaksanaan misi Allah, yaitu
agar seluruh bumi diselamatkan, dan keluar dari kegelapan dan berpaling menuju
terang yang ada pada Allah Israel. Buku
Missiologia ini pada bagian Misi dalam Perjanjian Lama menguraikan dengan jelas
sekali aspek-aspek misi pada masa itu baik secara aspek universal, eskhatologia
dan aspek masa depan mesianis yang merupakan penggenapan dari tujuan misi dalam
PL. Secara tersirat dari membaca bagian ini kita dapat memahami bahwa misi
adalah bagian dari rencana tentang sebuah karya Allah bagi umat manusia.
Melalui bagian ini pula kita bisa memahami bahwa karya pemanggilan Allah
terhadap Israel bukanlah merupakan alasan untuk menolak bangsa manapun di
dunia, melainkan satu-satunya cara untuk memberkati mereka semua.[1]
Jadi melalui bagian Misi Dalam PL ini kita sudah sangat jelas memahami pungsi keberadaan
Bangsa Israel dalam karya penyelamatan Allah tehadap seluruh bangsa-bangsa
dibumi. Melaui pembahasan itu pula kita memperoleh pengetahuan tentang fungsi
bangsa Israel yang menjadi, kerajaan, imam, dan citera kenabian bagi
bangsa-bangsa dibumi dalam rangka pelaksanaan misi penyelamatan dunia oleh
Allah sendiri. Jadi kelompok kami berpendapat bahwa buku ini cukup baik dan
relevan dalam fungsinya untuk membuka wawasan serta pengetahuan kita tentang
apa dan bagaimana sesungguhnya misi itu dalam Perjanjian Lama.
APKLIKASI
MISI :
Sebagai
seorang calon Pendeta, kita pada saat ini diperhadapkan pada sebuah realitas
mengenai adanya penyimpangan tujuan misi. Pada pembahasan diatas, jelas sekali
apabila kita dipilih dan kemudian dipanggil seperti layaknya Abraham dan
Israel, maka tugas kita ialah menyampaikan dan sekaligus melaksanakan mandat
Allah, yaitu kita dipanggil, dididik dan nantinya diutus atas dasar semata-mata
karena tujuan misi, yaitu membentuk pribadi yang percaya dan beriman kepada
Allah serta memberitakan mengenai karya-karya penyelamatan Allah kepada setiap
orang. Tetapi dewasa ini, realitas yang dihadapi kita semua sebagai umat yang
dipilih melalui pengorbanan Kristus di kayu salib ialah, adanya kecenderungan
tujuan misi itu tidak lagi pada tujuan yang semula, tetapi lebih mengarahkan
diri kepada keinginan individu atau sangat duniawi, tidak hanya semata pada
lembaga-lembaga kekristenan saja, hal tersebut juga kerap melanda kita sebagai
mahasiswa dan mahasiswi teologi yang seyogiyanya memang dirancang sedemikian
rupa untuk bersekutu, bersaksi dan melayani, sehingga akhirnya dunia ini
mendapatkan terang kasih Allah melalui kita.
Lalu
apa yang mesti kita lakukan dalam rangka menghadapi realitas yang ada, realitas
dimana kita dihadapkan pada tugas pemanggilan yang semula yaitu menyampaikan
dan menjadi pelaksana misi Allah. Tidak mudah memang, tetapi baiklah kita
berusaha, kita yang sebagai mahasiswa serta mahasiswi teologi mulai sekarang
sebaiknya memahami dan menyadari mengapa kita dipanggil, mengapa kita harus
sekolah disini, bukankah semuanya itu adalah bagian dari rencanba Allah
terhadap hidup kita,? Bukankah Ia telah memilih kita dari sekian banyak orang
untuk menempuh pendidikan disini yang tentunya adalah tempat berlatih dan
mempersiapkan diri menjadi seorang pekerja Allah. Tetapi terkadang dalam
pemikiran kita sering kali kita berfikir kearah yang lain, kita sekolah
ditempat ini karena kita nantinya setelah lulus pasti mendapat pekerjaan yang
akan menghasilkan uang, ketika kita menjadi seorang Pendeta pasti nanti kita
akan paling terkenal, kita akan menjadi menjadi ketua resort bahkan ketua
sinode, kita akan menjadi dekat dengan pemimpin-pemimpin yang tentu akan
memudahkan kita mendapatkan penghasilan yang banyak baik dari segi finansial
dan lainnya, jadi ada motivasi lain dari diri kita ketika menjalani panggilan
kita tersebut . Itulah hal-hal yang kami sebut sebagai penyimpangan tujuan
misi, karena sesungguhnya tujuan misi semata-mata mengabarkan keselamatan, dan
menjadi daya tarik bagi umat lain untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
Jika kita menjadi seorang Pendeta, biarlah kita menjadi Pendeta yang
benar-benar mengutamakan tujuan panggilan tersebut, yaitu melayani dan menjadi
teladan bagi kehidupan dunia ini, biarlah melalui kita selalu terpancar terang kasih Allah, dengan demikian
jadilah kita Pendeta yang baik supaya janganlah seperti para ahli Taurat dan
orang Farisi yang dikecam oleh Yesus dalam
firman Tuhan yang mengatakan, “Celakalah
kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang
munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan untuk mentobatkan
satu orang saja menjadi penganut agamamu, dan sesudah dia bertobat kamu
menjadikan dia orang neraka yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri” (
Mat 23 : 15). Ayat firman Tuhan
tersebut ingin membawa kita merefleksikan dan mengintrofeksi diri kita dan
semua orang yang bekereja dalam melaksanakan misi Allah, apakah kita mau setia
pada tujuan yang semula atau kita akan menjadi seorang Ahli Taurat dan orang Farisi
seperti yang dikecam oleh Yesus diatas, yaitu menyerukan sesuatu yang sia-sia.
Jadikanlah
diri kita seorang pelaksana misi Allah yang menginginkan keselamatan universal bagi
dunia. Amin.
Daftar Bacaan :
Ø Alkitab
Ø Kuiper,
de Arie. (2004) MISSIOLOGIA. Jakarta.
BPK Gunung Mulia.
Ø Stott,
John R.W. ( 2007 ) Misi Menurut
Persfektif Alkitab. Jakarta. Yayasan Komunikasi Bina Kasih.
RESUME BUKU MISSIOLOGIA BAB II
Untuk Memenuhi Tugas
Kelompok
Mata Kuliah:
SEJARAH MISI
Dosen Pengampu:
Pdt. Kinurung Maleh Maden M.Th, MA.
Oleh:
Erikc S.
Madan
Hendri
Lida
Kristeni
Mahdalena
Misa
Handayani
Novita
Kristia
SEKOLAH
TINGGI TEOLOGI
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
BANJARMASIN FEBRUARI
2012
[1]
Bdk. John R.W. Stott, MISI menurut
PERSFEKTIF ALKITAB ( JAKARTA : Komunikasi Bina Kasih, 2007), hal 42
Thanks
BalasHapus